Monday, January 30, 2023

PASAR RAKYAT

 Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh!

Saudara-saudaraku, selamat berjumpa kembali dengan kami, BLOG PERSAHABATAN. Mudah-mudahan hari ini kita lebih baik dari hari kemarin. Semakin dekat dengan Allah, semakin sehat, dan tetap bersemangat. Pada kesempatan kali ini saya ingin mengajak Anda untuk membincang tentang Pasar Rakyat atau Pasar Tradisional. Kelihatannya ini sederhana, karena sehari-hari kita sudah sering berhadapan dengan Pasar Rakyat. Meskipun perbincangan yang sederhan, tetapi, manfaatnya sangat banyak, jika perbincangan ini dapat menumbuhkan kesadaran Anda untuk lebih mencintai Pasar Rakyat. Mau memperhatikan pedagang-pedagang kecil sehingga mereka tidak mati oleh pesaing-pesaing mereka yang bermodal besar.

Hanya sedikit yang akan saya sampaikan, hanya secuil. Tetapi dari yang secuil itu mudah-mudahan barokah, artinya dapat membawa kebaikan yang bertambah-tambah.

Kenapa, demikian? Bagaimana logikanya? Karena, dengan membeli barang-barang atau bertransaksi di Pasar Rakyat, berarti Anda telah ikut membantu pemerataan ekonomi. Jika terjadi pemerataan otomatis akan menumbuhkan perekonomian dikalangan rakyat kecil.

Oleh karena itu, jangan malu-malu, jangan ragu-ragu, jangan gengsi untuk bertraksaksi di Pasar Rakyat. Sekali lagi saya tekankan, dengan melakukan transaksi di pasar rakyat berarti Anda telah ikut andil dalam pemerataan dan penumbuhan ekonomi rakyat!

Kenapa demikian?

Karena aliran ekonomi itu dapat diibaratkan seperti aliran sungai! Aliran sungai itu mengalir dari atas ke bawah, dari hulu ke hilir, begitu juga dengan aliran ekonomi. Aliran sungai jika berjalan normal, tidak ada hambatan yang berarti, airnya akan lancar mengalir dari atas sampai ke bawah. Yang dilewati oleh aliran itu dari hulu ke hilir akan kebagian air.

Sebaliknya, jika terjadi banyak hambatan, maka tidak akan terjadi pemerataan dalam distribusi air, dan akhirnya terjadi ketidakadilan.

Hambatan-hambatan tersebut bisa berujud bendungan-bendungan, atau diselewengkan ke jalur yang lain yang dilakukan oleh orang atau sekelompok orang, hinggga air yang mengalir sampai ke bawah berkurang. Akhirnya dibagian bawah tidak kebagian air, atau kebagian tetapi cuma sedikit.

Begitu juga dengan aliran ekonomi. Jika dibendung-bendung oleh seseorang atau sekelompok orang yang memiliki modal besar, maka aliran harta semakin ke bawah semakin sedikit. Tinggal tetesan-tetesan yang tidak berarti. Karena harta itu tidak mengalir ke bawah, hanya mengalir di kalangan orang-orang kaya saja.


Nglengis, Banyurejo, Tempel
Selasa, 31 Januari 2023
Edy Purnomo


Saturday, December 31, 2022

MEMAKNAI PERGANTIAN TAHUN

 Jika kita mendengar kata tahun baru, maka akan tergambar dibenak kita, pesta yang gegap gempita, pesta kembang api yang menerangi langit dengan suaranya yang memecahkan keheningan malam, suara terompet yang membahana layaknya seperti menyambut hari raya saja. Hal seperti memang tidak aneh karena sudah berlangsung lama. Di Negara-negara mayoritas muslimpun fenomena seperti itu bukan sesuatu yang asing lagi, meskipun dikalangan islam terjadi pro dan kontra terhadap perayaan tahun baru itu.

Kita tidak akan membincang masalah itu. Kita tidak akan membicang tentang pesta-pesta yang diselenggarakan masyarakat yang merayakannya. Kita tidak akan membahas tentang hiruk-pikuk orang yang berlalulalang, terompet yang membahana, pesta kembang api yang menerangi langit, mercon-mercon yang memekakkan telinga, tetapi kita akan membincang tentang pemaknaan atau memaknai terhadap pergantian tahun!

Karena, hal ini saya kira sifatnya universal, berlaku bagi agama apapun, suku apapu, atau ideologi apapun. Ada beberapa hal yang mempersambungkannya.

Pada momen seperti itu biasanya orang akan melakukan evaluasi diri, muhasabah atau apapun namanya. Dan muhasabah atau evaluasi diri sebenarnya harus menjadi agenda pribadi, baik itu muslim atau non-muslim selama nafas masih ada.

 Menjadi lebih baik hari ini dari kemarin, membuat tahun ini lebih baik dari kemarin, adalah tidak lain dari perwujudan syukur kita.

 Orang yang menganggap kemarin lebih baik dari hari ini berarti merendahkan keberadaan mereka.

Dari semua ungkapan di atas, yang terpenting adalah pertanyaan buat diri kita sendiri, apakah hari ini kita lebih baik dari kemarin? bagaimana dengan besok? Apakah kita lebih baik dari hari ini?

Bagi umat islam, sebenarnya setiap detik, setiap menit, setiap jam, setiap hari, setiap bulan adalah baru, dalam arti harus senantiasa memperbaharui diri. Harus senantiasa mencapai progres-progres positif. Seperti sabda Rusulullah, meskipun banyak yang menganggap hadits ini lemah, tetapi isinya bagus dan tidak bertentangan dengan Al-Quran:

"Barang siapa hari ini lebih baik dari kemarin, maka dia termasuk orang yang beruntung, dan barang siapa hari ini sama dengan hari kemarin, maka dia termasuk orang yang rugi, dan barang siapa hari ini lebih buruk dari kemarin maka dia termasuk orang yang terlaknat" (HR.Al Hakim).

Semoga tekat senantias terkepal dan tak pernah lemah untuk menjadi seseorang yang selalu tidak puas untuk menjadi kian baik, tak hanya di mata manusia, melainkan tentunya di hadapan Allah Sang Pencipta jagad raya ini.

Semoga hari terakhir kitapun, ketika kita menghadap sang Khaliq lebih baik dari hari kemarin, lebih baik dari hari ini, sehingga kita menghadap dalam keadaan Husnul khatimah! Aamiin!

Nglengis, 1 Januari 2023

Edy Purnomo

diambil dari berbagai sumber








Tuesday, December 27, 2022

MANGAN ORA MANGAN NING NGUMPUL


Pitutur Luhur yang Sarat dengan Makna

Saudara-saudaraku di manapun Anda berada! Mudah-mudahan hari kita kita lebih baik dari kemarin. Pada kesempatan yang berbahagia ini kami ingin mengajak Anda untuk membincang tentang pitutur luhur dari para leluhur orang Jawa, yaitu: "Mangan Orang Mangan Ning Ngumpul."

Pitutur ini kelihatannya sederhana, tetapi kalau kita renungkan sarat dengan makna dan dapat kita jadikan sebagai pelajaran hidup. Tetapi, sayang, pitutur yang baik ini banyak yang hanya sebatas mendengar saja, belum mengerti maksud yang sebenarnya. Atau, paling tidak, belum memahami sebagaimana yang dimaksudkan oleh nenek moyang orang Jawa. Bahkan, sebagian masih keliru dalam memahaminya. Ada pula yang melecehkan. Stressingnya bukan pada waton ngumpul, tetapi pada orang mangan (tidak ada yang dimakan) karena hanya senang berkumpul.

Kesan yang kita peroleh, bahwa orang-orang tua kita dulu etos kerjanya rendah. Mereka hanya senang grubyak-grubyuk sehingga tidak memperoleh makanan (kebutuhan jasmani) secara cukup, dan kita sebagai generasi penerus menjadi korban falsafah itu.

Benarkah itu? Nah, marilah kita urai kembali. Dan, kalau ternyata tidak tepat mari kita luruskan filosofi yang sarat dengan makna ini!

Mangan atau makan dalam falsafah tersebut tidak harus dipahami secara nyata. Tetapi dapat juga dipahami secara kiasan. Sehingga dapat dipahami sebagai kondisi makmur dan berkecukupan. Ora mangan atau tidak makan, adalah sebaliknya, kondisi susah dan tidak berkecukupan. Dan pepetah tersebut, "Mangan Ora Mangan ning Ngumpul", dapat diartikan dalam kondisi susah maupun senang kita harus tetap berkumpul/bersatu/bersilaturahmi. Karena pada prakteknya, itu masih berlaku sampai sekarang,  Manusia mempunyai kecenderungan berkumpul ketika susah, dan ketika kondisi berubah menjadi makmur manusia cenderung bersifat individualis dan melupakan habitat (kekerabatannya).

Selain itu, filosofi mangan orang mangan ning ngumpul, yang dikedepankan bukan pada masalah makannya, bukan masalah jasmaninya tetapi masalah rohaninya, masalah ngumpulnya. Hal itu sesuai dengan bangsa timur pada umumua, dan bangsa Indonesia pada khususnya. Tentu saja, dimaksud ngumpul di sini bukan ngumpul asal ngumpul, atau istilah orang Jawa grubyak-grubyuk, tetapi ngumpul yang berkualitas dan bermanfaat.

Berkumpul, ngumpul, berjamaah, atau berorganisasi adalah langkah awal kita. Pembuka jalan kita menuju koordinasi dan sinergi, satu kondisi yang selalu ingin kita kedepankan, Karena, sebagai manusia, tidak mungkin ada yang kita hasilkan tanpa kerjasama dengan orang lain.

Jadi "Waton kumpul" adalah strategi jangka panjang atau strategi seumur hidup agar kita dapat mewujudkan kebutuhan kita, baik kebutuhan jasmani maupun rohani.

Karena ketidakfahaman akan makna pitutur yang mengajarkan pentingnya berkumpul itulah maka ada usaha untuk memecah belah kita. Kita diadudomba supaya kita menjadi lemah. 

Dulu, penjajah untuk bisa mencengkeram kita, melakukan politik atau atau strategi devide et impera, disamping memprovokasi kita dengan membesar-besarkan perbedaan. Nah, jangan jatuh dalam lubang yang sama! Jangan seperti keledai yang jatuh dalam lubang yang sama, saudara-saudaraku! Kita perokoh persatuan dan kesatuan kita demi masa depan yang lebih baik.

Nglengis, 28 Desember 2022

Edy Purnomo
diambil dari berbagai sumber




Monday, December 26, 2022

TOMBO ATI

TOMBO ATI


 Assalamu'alaikum WR.WB!

Saudara-saudaraku dimanapun Anda berada, selamat berjumpa kembali di BLOG PERSAHABATAN, Setelah untuk beberapa lama kami absen. Hari ini kita bertemu lagi di penghujung tahun 2022, tepatnya tanggal 27 Desember 2022 ketika postingan ini saya tulis. Mudah-mudahan hari ini kita lebih baik dari hari kemarin, semakin dekat dengan Allah, semakin sehat, dan tetap bersemngat!

Saudara-saudaraku, pada kesempatan yang berbahagia ini Anda saya ajak untuk membincang tentang tembang Jawa yang fenomenal, yang luar biasa! Kenapa saya katakan luar biasa? Karena tembang ini sudah ada sejak abad ke-14, kira-kira 500 tahun yang lalu lagu ini sudah eksis, dan sampai sekarang lagu itu masih dinyanyikan di pesantren-pesantren, di masjid-masjid sebagai pujian menjelang sholat berjamaah, maupun di kalangan masyarakat umum. Saya kira tembang ini sudah tidak asing lagi di telinga Anda, khususnya masyarakat Jawa, yaitu "TOMBO ATI".

Untuk lebih mengenalnya Anda bisa menyimka di Video berikut ini,



Tembang tersebut adalah karya Sunan Bonang yang hidup di abad ke-14. Beliau lahir di tahun 1465 - 1525 M. Nama asli beliau adalah Syekh Maulana Makdum Ibrahim, putra Sunan Ampel dan Dewi Condrowati yang sering disebut Nyai Ageng Manila.

Dalam berdakwah beliau beliau sering mempergunakan kesenian rakyat untuk menarik perhatian maf'ul dakwah (yang didakwahi), yaitu berupa seperangkat gamelan yang disebut bonang.

Berbeda dengan gamelan yang sudah ada waktu itu, Sunan Bonang menambahkan rebab dan bonang sebagai pelengkap dari gamelan Jawa. Tembang-tembang yang diajarkan adalah tembang yang didasarkan ajaran Islam, sehingga orang-orang yang didakwahi tanpa terasa sudah mempelajari agama islam. Akhirnya mereka menerima ajaran Islam dengan senang hati, bukan dengan paksaan! Salah satu karya beliau yang fenomenal adalah, tembang Tombo Ati!

Edy Purnomo, 27 Desember 2022

diambil dari berbagai sumber




Wednesday, January 29, 2020

KETIMPANGAN EKONOMI


Menurut KBBI, ketimpangan merupakan kata turunan dari kata timpang. Salah satu alternatif maknanya adalah tidak seimbang; ada kekurangan (ada cela); berat sebelah. Ketimpangan adalah kepincangan, cacat, hal yang tidak sebagaimana mestinya (seperti tidak adil, tidak beres).

Dimaksud ketimpangan ekonomi disini adalah, kondisi ekonomi yang tidak sebagaimana mestinya, terjadi ketidakadilah dan ketidakberesan. Misalnya, pada sebuah Negara pada hakekatnya perekonomian itu diperuntukkan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat, bukan untuk kemakmuran diri atau kelompok.

Salah satu persolan pelik dalam pembangunan ekonomi suatu bangsa adalah mengatasi kesenjangan ekonomi antara kaya dan miskin. Bagaimna jadinya jika hamper setengah Aset Negara dikuasai 1 persen kelompok terkaya? Anda tentu dapat membayangkan sendiri? Gambaran seperti itu tentu bisa dikatakan tak ideal bagi kondisi keadilan ekonomi di sebuah Negara.

Islam sangat melarang monopoli dan memerintahkan untuk mengalirkan harta agar tidak beredar hanya dalam kalangan atau kelompok tertentu. 

“Jangan sampai beredarnya harta kekayaan di antara orang-orang kaya dikalangan tertentu saja”. (Al Khasyar 8)



Islam memandang harta (baca ekonomi) dari segi yang lebih umum. Tidak ada alasan bagi siapapun untuk menempatkannya sebagai sesuatu yang khusus, baik itu ekonomi sifatnya maupun politik. Islam menetapkan bahwa manusialah yang menguasai harta, bukan harta yang menguasai manusia. Sehingga boleh dikatakan sebagai petugas yang menyalurkan harta itu ke wilayah-wilayah yang menyuburkan perikemanusian dengan rohani sebagai penyertanya.

Tidak dapat dipungkiri ketimpangan ekonomi itu akan menciptkan gap antara si kaya dan si miskin dan akan menimbulkan kecemburuan social. Layaknya bom waktu, keadaan tersebut jika tidak segera diatasi akan segera meledak sehingga mengakibatkan chaos.

Islam menegaskan bahwa harti itu berfungsi social. Fungsi social harta dalam islam tidak semata-mata berperannya harta tersebut sebagai barang konsumtif yang dibagi-bagikan dalam masyarakat, tetapi peranannya lebih berfungsi ekonomis dan produktif.

Berfungsinya harta secara ekonomis edukatif adalah dalam rangka mencegah berpusatnya harta dalam timbunan-timbunan yang tidak efektif, dan menyalurkannya dalam lapangan produktif, sesuai dengan watak dan nilai harta itu dalam kehidupan manusia.

Harta yang efektif maksudnya, harus berperan dalam lapangan produktif yang pada gilirannya akan tersalur dalam lapangan yang distributif. Sehingga tidak terpusat dalam lapangan yang tidak bernilai. Disinilah maksud firman Allah untuk mencegah sifat menimbun harta sehingga hilang nilai efektivitasnya dan produktivitasnya.

“Orang-orang yang menimbun emas dan perak dan mereka yang tidak menginfaqkan di jalan Allah, maka beri tahu pada mereka, bahwa kelak akan mendapat siksa yang pedih”. (QS At Taubah 34)

Saturday, October 5, 2019

KETIMPANGAN


Lawan dari keseimbangan adalah ketimpangan. Salah satu alternatif makna kata timpang, dalam KBBI, adalah tidak seimbang; ada kekurangan (ada cela); berat sebelah. Ketimpangan jika dibiarkan berlarut-larut akan menimbulkan carut marut di dalam kehidupan. Seperti telah kita bicarakan dalam postingan sebelumnya bahwa Tuhan menciptakan alam semesta ini dengan perhitungan yang sangat seimbang. Misalnya dalam sistem tata surya kita, dimana matahari beredar pada porosnya dikelilingi planet-planet yang diikat oleh gaya tarik Matahari. Antara planet yang satu dengan yang lainnya punya jalur edar sendiri-sendiri dan tidak saling berbenturan, yang semua itu bisa terlaksana hanya dengan rumusan yang sangat seimbang. Begitu juga dengan benda-benda angkasa yang lainnya.


Sebenarnya kondisi keseimbangan alam organis tersebut jika kita perhatikan merupakan ungkapan budaya bagi manusia. Sehingga keseimbangan itu juga berlaku pada kehidupan sosial budaya manusia. Kita sepakat bahwa setiap agama, atau setiap orang yang berpikiran waras, selalu mengajarkan nilai-nilai kehidupan yang baik dan keseimbangan hidup. Agama selalu memerintahkan untuk berlaku adil, tidak membeda-bedakan status, menghormati terhadap sesama manusia, saling menyayangi, menolong mereka yang membutuhkan dan melindungi mereka yang lemah. Setiap agama dan orang-orang yang berpikiran waras juga melarang perilaku serakah, menimbun-nimbun harta, merugikan orang lain. Sewenang-wenang, egois, menindas sesama manusia, merusak lingkungan, dll. Tuhan berharap bahwa dengan berpegang pada ajaran-Nya, manusia bisa hidup selaras dan seimbang terhadap sesama manusia maupun alam disekelilingnya, sehingga tercipta kondisi kehidupan yang saling menyayangi, sejahtera, teratur, bersih, bagaikan taman surga yang demikian indah.

Namun, sifat buruk manusia, seperti serakah, iri, dengki, dendam, egois dan lain-lain biasanya lebih dominan. Mereka dengan berbagai cara berusaha melanggar, menafsirkan, menghapus, bahkan merubah-rubah aturan Tuhan untuk mendapatkan status yang tinggi, kekayaan yang berlimpah, dan kekuasaan yang memabukkan dalam kehidupan ini.

Tuhan melarang manusia menimbun-nimbun harta  (AQ, surat Humazah 1-3), serta memerintahkan kepada manusia untuk melindungi dan mensejahterakan anak-anak yatim dan fakir miskin (Al-Ma’uum, 1-3). Namun, apa yang terjadi? Sebagian besar manusia justru berlomba-lomba memperkaya diri dan tidak mau tahu terhadap mereka yang kekurangan.


Karena keterbatasan kemampuan fisik manusia dewasa yang secara umum tidak jauh berbeda antara satu dengan yang lainnya, maka kelebihan harta secara mencolok yang diperoleh atas usaha/kerja seseorang berarti ada pihak lain yang dirugikan. Dengan kata lain, kekayaan yang berlimpah dari seseorang adalah hasil kontribusi orang lain yang tidak mendapatkan bagian secara adil, yang berarti, ada penindasan sebagian manusia terhadap sebagian manusia lainnya. Kenyataan tersebut yang menyebabkan kesenjangan, yakni sebagian kecil manusia hidup dalam kondisi yang berlebihan, dan mayoritas manusia hidup dalam kondisi pas-pasan dan kekurangan, sehingga kehidupan tidak lagi berjalan selaras dan harmonis, tetapi penuh gejolak dan bencana.