Saturday, September 22, 2012

PENJAJAHAN

Perpecahan adalah bibit kehancuran yang mengawali matinya sebuah peradaban, bahkan ambruknya suatu peradaban. Virus perpecahan itu biasanya ditebarkan oleh musuh melalui berbagai aspek kehidupan apabila dia menginginkan kehancuran lawan- lawannya. Ujudnya adalah budaya destruktif yang berisi nilai-nilai, norma-norma, aturan moral dan berbagai cara berpikir yang menyimpang dari ketentuan Allah sebagai Pencipta dan Pemelihara alam.

Manefestasi dari budaya destruktif tersebut adalah patologi sosial di masyarakat kita, pembunuhan-pembunuhan, penindasan-penindasan baik politik maupun ekonomi, perebutan kekuasaan, korupsi, kolusi dan berbagai penyakit sosial lainnya.Pengalaman pahit itu telah dialami oleh nenek-moyang kita ketika mereka dijajah oleh bangsa lain. Dengan politik devide at impera para kolonialis berhasil menguasai dan menindas bangsa kita, sehingga bangsa kita terpuruk kedalam lembah kehinaan, menjadi budak di negerinya sendiri! Betapa sengsaranya hidup menjadi budak dinegerinya sendiri! Maka tidak mengherankan jika para faunding father kita menyatakan perang terhadap penjajahan. Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu adalah hak segala bangsa oleh karena itu penjajahan harus hapus dari permukaan bumi, karena tidak sesuai dengan perikemanusian dan perikeadilan.Tetapi sudahkan cita-cita mulia dari para faunding father kita terwujud, yaitu hapusnya segala bentuk penjajahan di muka bumi ini?

Kita telah sama-sama menyaksikan bahwa penjajahan fisik itu kini telah bermetamorfose, telah mengalami perubahan bentuk menjadi penjajahan kulutural yang tidak kalah kejinya dengan penjajahan fisik. Dengan globalisasi dan kemajuan teknologi elektronika, penjajahan kulutural itu justru semakin dalam menancapkan kuku-kukunya di bumi pertiwi ini. Kemerdekaan yang telah dicapai ternyata belum mampu membebaskan diri dari penjajahan kultural.Akibatnya korban berjatuhan, tidak terkecuali, nenek moyang kita maupun diri kita sendiri telah menjadi korban keganasan imperialis. Mereka membungkus nilai-nilai busuk itu dengan berbagai budaya yang tampak menarik dan membius sukma, sehingga anak-anak bangsa merasa bahwa dirinya tidak terjajah, bahkan yang lebih naif lagi mereka memproklamirkan dirinya sebagai pahlawan pemberantas penjajahan! Dan yang lebih fatal lagi, jika kita tidak sadar, dengan nilai-nilai destruktif yang diinfiltrasikan itu, para imperialis lambat atau cepat akan mengubah setiap anak bangsa menjadi kolonialis dan imperialis! Karena pada hakekatnya manusia itu adalah penjajah jika mereka tidak beriman kepada Allah. Jika mereka tidak menjadikan Allah sebagai satu-satunya pemersatu dan satu-satunya penggerak kehidupan ini. Jika sudah demikian, maka akan mengujudlah satu kehidupan yang saling tindas menindas, saling memiskinkan, saling menghancurkan dan lain sebagainya.

Sunday, September 16, 2012

JANGAN BIARKAN MALAPETAKA INI TERJADI LAGI!

Adakah keanehan yang terdapat di dalam sifat manusia? Mereka dapat menjadi seperti malaikat, tetapi kadangkala mereka menjadi iblis. Bahkan kejam melebihi binatang. Itulah manusia. Sesungguhnya Tuhan telah menciptakan manusia sebaik-baik makhluk, tetapi jika mereka diperbudak oleh hawa nafsu mereka menjadi seburuk-buruk makhluk.

Apakah Anda ingin melihat kebobrokan manusia? Kita tidak perlu membuka buku-buku tebal tentang kemanusiaan, atau bertanya pada para ahli sosial atau keagamaan. Kita cukup membuka lembaran sejarah masa lalu yang akan mempertontonkan potret buram sejarah kemanusiaan, perang yang berdarah-darah, dan penindasan antara manusia yang satu dengan yang lainnya.Bangsa kitapun termasuk salah satu bangsa yang sudah kenyang dengan penindasan. Belanda mengangkangi kita selama 350 tahun. Para leluhur kita diperbudak, kekayaan alam dikuras, banyak nyawa melayang tanpa tahu kesalahan apa yang mereka perbuat. Akhirnya Jepang datang, dan Belanda hengkang!Tetapi bukan kebahagiaan yang didapatkan, tetapi kesengsaraan yang tidak kalah hebatnya ketika Belanda masih menguasai bangsa kita.

Namun demikian, Jepangpun akhirnya takluk oleh bangsa lainnya. Bangsa yang memiliki kekejaman yang luar biasa karena tega melakukan pembunuhan massal. Pada tanggal 6 Agustus 1945, tepat pukul 08:15 pagi waktu setempat, sebuah bom atom , yang diberi nama "litle Boy" jatuh tepat di Hirosima. Bom atom yang dibawa oleh pesawat pengebom Amerika serikat, B-29 ini meluluh lantakan kota Hiroshima yang saat itu menjadi pusat industry Jepang. Tiga hari kemudian, tepatnya pada tanggal 9 Agustus 1945 bom atom yang diberi nama "Fat Man" jatuh di Nagasaki. Lengkap sudah penderitaan Jepang yang diakibatkan perang pada waktu itu. Bom atom ini membunuh sebanyak 140.000 orang di Hiroshima dan 80.000 di Nagasaki pada akhir tahun 1945. Sejak itu, ribuan telah tewas akibat luka atau sakit yang berhubungan dengan radiasi yang dikeluarkan oleh bom nuklir itu.
1 minggu setelah peristiwa ini, kaisar Jepang mengumumkan bahwa Jepang sepakat mengakhiri perang dunia ke 2 sebagai pihak yang kalah. Hal ini disambut dengan rasa haru oleh para korban Hiroshima, mereka yang masih bisa bertahan hidup masih dilingkupi dengan banyak pertanyaan mengenai bom apa yang dijatuhkan pesawat B – 29. Ada yang berspekulasi bahwa itu merupakan bom kimia, karena setelahnya banyak korban yang mengalami rasa mual dan pusing teramat sangat setelah bom jatuh, ada juga yang menganggap bahwa selain menjatuhkan bom, Amerika serikat juga menjatuhkan sejumlah racun dan bahan kimia lain sehingga membakar kota dan meracuni korban lainnya.

Untuk lebih detail lagi, Anda dapat membuka buku-buku sejarah masa lalu untuk pembelajaran bagi kehidupan kita. Apapaun alasannya, ternyata perang membawa kesengsaraan. Dan siapakah yang kejam dan sadis, potensi sifat iblis yang ada pada diri manusia akan tampak nyata dan tidak perlu kita teladani.

Saturday, September 15, 2012

HARGA SEBUAH SURGA

Apakah Anda pernah berpikir bahwa segala sesuatu itu tidak ada yang cuma-cuma? Anda tidak salah jika berpikir seperti itu? Tetapi jika bentuk pengorbanan itu selalu anda identikkan dengan uang, maka Anda salah! Sebab ada hal-hal tertentu yang tidak dapat dibeli dengan uang. Namun demikian, anda salah juga jika kemudian berubah menjadi manusia fatalis yang menganggap bahwa segala sesuatunya telah ditentukan oleh Allah sehingga Anda tidak perlu berusaha lagi! Allah memang Maha Penentu. Ia pun telah menjadikan seluruh alam ini untuk dikelola oleh manusia. Jadi Anda jangan bermimpi menjadi kaya tanpa berusa mengelola alam ini dengan sebaik-baiknya. Anda jangan bermimpi uang akan berdatangan sendiri dengan melamun menjadi seorang kaya raya!

Seperti keimanan seseorang. Iman itu tidak datang dengan sendirinya, tidak otomatis melekat ketika kita lahir ke dunia ini. Tetapi iman perlu diperjuangkan, karena iman itu hakekatnya adalah sesutu yang menjadi tambatan hati, diikrarkan dengan lesan dan diujudkan dalam seluruh laku perbuatan.

Bagaimanakah dengan surga? Di maksud dengan surga di sini adalah dalam arti luas, yaitu meliputi kebahagiaan di dunia maupun diakherat. Khasanah fi-dunya Khasanah fil-akherah. Berkenaan dengan jannah atau yang biasa diterjemahkan dengan surga Allah telah mengajarkan kepada kita. Sesungguhnya Allah telah membeli dari dari masing-masing mukmin diri dan harta kita jika kita menginginkan Jannah [QS. At-Taubah:111].

Kata istara diterjemahkan membeli, mungkin Anda bertanya-tanya, apa sih kehebatan kita sehingga Allah mau membeli kita? Tentu saja kata itu hanya sebagai kata kiasan atau metafor yang harus kita renungkan lebih mendalam. Untuk lebih mendekatkan pemahaman kita, bayangkan saja bahwa kita adalah budak. Budak yang telah dibeli tidak boleh berbuat semaunya, mereka harus patuh dan taat dengan tuannya. Si budak harus mau menuruti segala perintah dan larangan tuanya. Atau, jika Anda seorang pecinta politik, bayangkan saja hal itu sebagai sebuah kontrak sosial, tentu saja bukan kontrak sosial terhadap sesama manusia, tetapi kontrak antara kita dengan Allah! Di dalam kontrak itu kita harus menyerahkan ke-akuan dan harta kita untuk dikelola menurut ajaran Allah, bukan menurut ajaran syaithon yang menjerumuskan.

Itulah harga sebuah surga! Itulah yang harus kita korbankan jika kita ingin mendapatkan kebahagiaan di dunia maupun di kaherat. Bukan itu saja, tetapi mereka juga harus teguh bertahan, mau berjihad dalam proses pencapaian jannah yang kita inginkan. Wallahu a'lam!

Sunday, September 9, 2012

SURGA KITA

Sebagai manusia yang normal pasti mempunyai tujuan dalam hidupnya. Tentu saja tujuan hidup yang mereka perjuangkan menurut selera mereka, menurut apa yang mereka cintai dan yang menjadi impian mereka. Idealnya, setelah tujuan ditetapkan, kemudian disusunlah suatu rencana yang matang, komitmen terhadap rencana yang telah disusun sangat diperlukan jika menghendaki keberhasilan tujuan yang telah ditetapkan.

Dalam kaitannya dengan kehidupan manusia, tentu kebahagiaan yang diimpikan setiap insan. Tentu saja kebahagiaan itu menurut persepsi mereka masing-masing. Dan, kadang-kadang, kebahagiaan yang mereka dambakan itu seperti fatamorgana, setelah mereka sampai pada bayangan fatamorgana ternyata kebahagiaan tidak mereka dapatkan. Tidak jarang mereka justru mendapatkan kesengsaraan! Namun demkian, tetap ada benang merah yang menghubungkan tujuan hidup manusia. Yaitu surga, satu kebahagiaan hidup yang diyakini akan diterima setelah kita mati kelak.Ketika penulis masih duduk di bangku SMA, ada satu guyonan ketika ABG pada waktu itu ditanya tentang cita-cita mereka. Apa cita-citamu? Dengan santai mereka menjawab, waktu muda berfoya-foya, ketika sudah tua kaya raya, dan setelah mati nanti masuk surga. Ini hanya guyonan. Tetapi meskipun guyonan, dari jawaban itu menggambarkan bahwa pada dasarnya manusia itu mendambakan kenikmatan hidup yang sering mereka tafsirkan sebagai kebahagiaan.

Impian mereka itu sebenarnya sangat manusiawi. Sebagai manusia sudah menjadi hal yang wajar apabila kita mendambakan kebahagiaan. Dan dalam bahasa agama kebahagiaan abadi itu adalah surga. Agama senantiasa menawarkan Surga sebagai tempat kebahagiaan yang kekal. Bagi siapa yang taat dan patuh kepada agamanya, maka mereka akan mendapatkan Surga sebagai imbalanya apabila telah meninggal dunia.

Bagaimana sesungguhnya makna dan persepsi surga bagi orang-orang beriman?  Surga dalam konsepsi al-Qur’an [Islam] disebut al-Jannah. Kata ini biasa ditafsirkan sebagai tempat yang penuh kenikmatan, dimana mata belum pernah melihat, telinga belum bernah mendengar dan belum terlintas didalam pikiran kita, yang akan diterima oleh orang-orang beriman ketika sudah mati kelak. Sebagai orang yang beriman tentu kita wajib meyakininya, karena menurut akal sehat hal itu memang wajar. Bagi siapa saja yang beramal baik pasti mereka akan mendapatkan imbalan yang baik, sebaliknya bagi siapa yang beramal buruk, pasti mereka akan mendapatkan imbalan yang buruk pula. Bukankah itu Masuk akal.Cuma, masalahnya, benarkah makna jannah itu hanya terbatas pada kehidupan setelah mati kelak? Padahal, Kanjeng Nabi menyebut istilah jannah ketika menggambarkan kebagiaan hidup. Baiti Jannati (rumahku adalah surgaku). Begitu pula ketika beliau menggambarkan peran seorang ibu dalam membentuk pribadi anak mereka, aljannatu tahta aqdamil ummahat (surga itu berada di bawah telapak kaki ibu).

Secara etimologi makna jannah sebenarnya berarti taman yang tertata rapi nan indah. Suatu gambaran kehidupan yang akan dimiliki oleh orang yang dalam hidupnya selalu taat dan patuh dengan ajaran agamanya, digambarkan bahwa di bawahnya senantiasa mengalir aneka sungai [min tahtihal-anhar]. Sehingga taman kebahagiaan tersebut merupakan taman yang subur dan menyejukkan. Siapapun yang tinggal di dalamnya tentu akan menuai kepuasan. Pohon-pohon yang ada di Surga adalah merupakan perwujudan dari kalimat thayibat, akarnya menghunjam ke dalam petala bumi dan cabang serta rantingnya menjulang ke angkasa raya [asluha tsabitun wa far ‘uha fi as-sama’].

Gambaran secara fisik tersebut, menurut teori sastra al-Qur’an, perlu dilihat arti metaforisnya [wajhu sabhin], agar dapat membantu kita dalam memahami makna Sorga [al-Jannah] yang sebenarnya. Apabila pohon-pohon yang ada di Surga tersebut menggambarkan masing-masing figur [sosok] orang beriman yang hidup di dalamnya, maka antara phon yang satu dengan yang lainnya akan saling merindangkan panen. Juga saling menghidangkan hasil karyanya satu sama lain. Pohon mangga akan memberikan bangganya, pohon rambutan akan menghadiahkan rambutannya, demikian pula pohon-pohon lainnya. Inilah gambaran kehidupan masyarakat Surga yang demikian indah, adil dan saling memakmurkan, gemah ripah loh-jinawi, tata titi tentrem kerta raharjo, murah kang sarwo tinuku lan thukul kang sarwa tinandur [jawa]. Semua itu ditunjang oleh suatu sistem ekonomi yang senantiasa dapat memenuhi seluruh hajat hidup orang banyak dan terdistribusinya dengan lancar seperti halnya aliran aneka sungai yang selalu mengalir di bawah Surga.

Kalau kita perhatikan lebih cermat, maka ternyata Surga yang dijanjikan Allah tersebut berujud ganda. Yakni selain Surga yang ada di akhirat kelak juga ada Surga di dunia ini. Hal tersebut tergambar jelas dalam do’a sapu jagad yang sering kita panjatkan. Rabbana aatina fid-dunya hasanah wa fil akhirati hasanah wa qiina ‘adzaban naar. Surga dunia [fidunya hasanah] adalah dunia yang baik dan indah yakni Madinatul-Munawwarah. Suatu “negara kota” yang gilang gemilang karenada dilandasi oleh cahaya al-Qur’an-Sunnah-Rasul. Adapun Surga akhirat [fil-akhirati hasanah], adalah Surga yang dijanjikan Alla apabila si Mukmin telah meninggal dunia, sebagai balasan atas segala amal ibadahnya. Jadi Surga akhirat adalah merupakan konsekuensi logis dari Surga dunia, karena dunia adalah cerminan akhirat [Ad-dunya mir’atul akhirah].

Surga dunia sebagaimana tercermin dalam Madinatul Munawwarah telah dicapai oleh Rasulullah saw. Dan para sahabatnya melalui “jalan yang lurus” [Shirathalmustaqim]. Yaitu suatu sistem jalan kehidupan Islam secara total [kaffah] yang diraih dengan cara merevolusikan masyarakat dari kegelapan jahiliyah [dzulumat] menuju pencerahan ilmiyah [an-Nur], [Q.S. al-Baqarah: 257]. Surga yang seperti digambarkan tersebut bukan Surga yang jatuh begitu saja dari langit, akan tetapi suatu Surga yang harus diraih melalui perjuangan fisik [jihad], perjuangan mental [mujahadah] maupun perjuangan intelektual [ijtihad].

Dengan melalui kegiatan dakwah yang giat [intensif], mangkus [efektif] dan sangkil [efisien], Rasulullah saw. Telah berhasil membangun “Surga” di dunia. Sebuah revolusi kebudayaan paling cepat dalam sejarah. Hanya dalam tempo kurang dari seperempat abad [23 tahun], padang pasir gersang dan gunung-gunung batu yang keras lagi tandus telah berubah menjadi Surga. Yakni membebaskan manusia dari peradaban yang gelap gulita [dark ages] menuju peradaban yang terang benderang [enlightenment] disinari oleh cahaya ilahi [al-Qur’an] melalui tauladan hidup Rasulullah.

Untuk mencapai kondisi tersebut, berapakah harga yang harus dibayarkan? Yang pasti, harga sebuah Surga tidaklah murah. Menurut Allah bagi setiap mukmin [para pendukung cita-cita surgawi] haruslah mau menyerahkan diri dan hartanya sekaligus [anfusahum wa amwalahum] untuk ditukar dengan al-Jannah. Dan proses transaksinya harus diperjuangkan mati-matian sehingga setiap mukmin harus senantiasa siap tempur [ready use to combat] dalam rangka meraih dan mempertahankan Surga [yuqaatiluuna fi sabilillah fayaqtuluuna wayuqtaluun]. Harga inilah yang diminta Allah sebagaimana tersirat di dalam semua kitab suci, baik at-Taurat, al-Injil, maupun al-Qur’an. [Q.S. at-Taubah:111].

Apa makna dari semua itu? Dengan dibayarkannya “diri” dan “harta” mukmin kepada Allah, maka berarti simukmin tersebut telah menyerahkan “ego”, ke-aku-annya dan hartanya menjadi milik Allah. Sehingga dengan demikian, setiap mukmin menyerahkan seluruh hidupnya untuk dikelola oleh Allah. Dengan kata lain, setiap orang yang menyatakan dirinya mukmin sudah semestinya mau dan rela sepenuh hati untuk hidup hanya menurut kehendak Allah. Mukmin yang demikian itulah mukmin yang haq, mukmin yang menjadi pohon-pohon Surga, yang dari benih iman-nya telah tumbuh menjadi pohon yang kokoh kuat, akarnya menghunjam ke dalam petala bumi dan cabang serta rantingnya menjulang ke angkasa raya serta berbuah di sepanjang musim [Q.S. Ibrahim:24].

Pohon tersebut selalu menghidangkan panen zakat, infaq, dan sadaqah bagi kemakmuran dan keadilan kehidupan. Aroma buahnya menciptakan ketenteraman dan kebahagiaan hidup tiada tara. Demikianlah Surga yang menjadi dambaan setiap insan. Sebuah model kehidupan, yang selain membahagiakan sekaligus juga menyehatkan. Ibarat manisnya madu yang selain lezat nikmat juga menyehatkan [Q.S. an-Nahl: 68, 69]. Itulah yang terjadi hampir hampir satu setengah milinium yang lampau di dalam masyarakat Madinatul Munawwarah, “negara kota” yang bermandikan cahaya Ilahi dengan tauladan indah para Nabi, yang kelak nantinya merupakan panen di akhirat [ad-dunya mazra’atul akhirah]. Singkatnya, suatu masyarakat dimana telinga kita belum pernah mendengar, mata belum pernah melihat, hati belum pernah merasai, Masyarakat mukmin yang seperti itulah, masyarakat di mana pandangan dan sikap hidupnya berdasar kalimat thayyibat, [al-Qur’an –Sunnah-Rasul], yang akan memperoleh Surga yang dijanjikan.


Saturday, September 8, 2012

DEMOKRASI II

Demokrasi merupakan kata dan istilah Barat yang digunakan untuk menunjukkan pemerintahan dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat. Menurut teorinya, rakyat dianggap sebagai penguasa mutlak dan pemilik kedaulatan sehingga rakyat berhak mengatur sendiri urusannya serta melaksanakan dan menjalankan sendiri kehendaknya, meskipun pada prakteknya kedaulatan yang dimiliki oleh rakyat sering dirampok oleh kelompok tertentu yang memiliki kekuasaan.

Istilah demokrasi pertama kali diperkenalkan oleh Aristoteles, sebagai suatu bentuk pemerintahan, yaitu suatu pemerintahan yang menggariskan bahwa kekuasaan berada ditangan rakyat banyak. Demokrasi terbentuk menjadi sistem pemerintahan sebagai respon dari masyarakat umum di Athena yang ingin menyuarakan pendapat mereka. Sementara itu kelahiran demokrasi di Eropa dilatarbelakangi oleh keberadaan penguasa di Eropa pada abad kegelapan yang mengklaim bahwa penguasa adalah wakil Tuhan di bumi dan berhak memerintah rakyat berdasarkan kekuasaannya. Mereka beranggapan bahwa Tuhan telah memberi mereka kewenangan untuk membuat hukum sekaligus menerapkannya. Dengan kata lain, seorang penguasa dianggap memiliki kewenangan mutlak untuk memerintah rakyat dengan peraturan yang dibuatnya sendiri, karena mereka menganggap bahwa kekuasaan mereka bersumber dari Tuhan Yang Maha Benar. Akibatnya, mereka secara leluasa menzalimi dan menguasai rakyat - sebagaimana halnya pemilik budak yang secara leluasa menguasai budaknya - atas nama anggapan yang mereka dakwakan.

PRINSIP-PRINSIP DEMOKRASI

Prinsip yang menjadi prasyarat demokrasi adalah : Kedaulatan rakyat, Pemerintah berdasarkan persetujuan dari yang diperintah; kekuasaan mayoritas; hak-hak minoritas; jaminan hak asasi manusia; pemilihan yang bebas dan jujur; persamaan di depan hukum; proses hukum yang wajar; pembatasan pemerintah secara konstitusional; pluralisme sosial, ekonomi dan politik.

Hanya saja sitem itu mudah diterobos dari sisi perwakilan rakyat. Disinilah biasanya para oportunis bermain.Seperti telah kita ketahui bahwa Sebagian besar rakyat tidak ikut dalam proses pemerintahan dan legislasi atau pembuatan hukum karena secara teoritis mereka telah mendelegasikan kekuasaan mereka kepada para wakil rakyat lewat sistem pemilihan umum. Para wakil rakyat membuat dan memberlakukan hukum atas nama rakyat, padahal tidak jarang rakyat sering dijadikan tumbal untuk kepentingan mereka. Jika kita cermati orang-orang yang dapat mencapai puncak kekuasaan biasanya orang-orang yang berhasil mempengaruhi massa lewattekanan kekuasaan, propaganda palsu atau uang. Dan kenyataannya, tidak jarang para wakil rakyat yang diberi amanah untuk mengurusi mereka bekerja dan berjuang bukan untuk kesejahteraan rakyat, namun pertama-tama dan terutama untuk kepentingan kelompok mereka. Dan tidak jarang para pemimpin memaksakan kehendaknya kepada rakyat banyak. Wahhasil, rakyat hanya menjadi korban, menjadi bola permainan wakil rakyat yang tidak amanah itu.

Ada satu cerita yang patut kita renungkan bersama. Cerita itu bukan dari elite politik pusat, tetapi dari elite kampung di daerah penulis. Yaitu ketika pemilihan kades. Waktu itu ada tiga calon lurah yang memperebutkan kursi lurah yang lowong. Dua calon lurah itu memiliki kekuatan politik yang dapat diandalkan, baik dari segi massa maupun duit. Sementara calon ketiga tidak memiliki kekuatan politik yang dapat diandalkan, uangnyapun pas-pasan, kalah dengan kedua calon lainnya. Namun, kedua calon kuat itu saling menjatuhkan, dan akhirnya satu calon kuat gugur ketika tes tertulis. Rupanya calon yang gugur itu tidak terima sehingga dia ingin balas dendam! Akhirnya pertarungan terkahir dimenangkan oleh si lemah. Kenapa demikian? Sebab jago yang digugurkan itu akhirnya berpihak pada si lemah, dan para penjudipun berpihak pada si lemah, sehingga mereka berani membagi-bagikan uang pada pemilih. Tentu saja para penjudi itu tidak memikirkan kualitas sang calon, tetapi hanya berdasarkan hitung-hitungan antara uang yang mereka keluarkan dan uang yang akan mereka peroleh dari lawan judinya.


Friday, September 7, 2012

DEMOKRASI I

Begitu mendengar kata demokrasi, seolah-olah kita mendengar mantra sakti yang mampu memberikan solusi bagi kehidupan kita. terbukti hampir seluruh negara di dunia ini mengatasnamakan demokrasi dalam memerintah rakyatnya. Dengan demokrasi mereka
meyakini akan mampu melepaskan diri dari penindasan dan penghisapan yang dilakukan oleh raja-raja dan kaum borjuis seperti yang terjadi pada abad pertengahan. Benarkah demokrasi dapat melepaskan diri dari penindasan dan penghisapan sesama manusia? Benarkah ketika sistem demokrasi diterapkan di suatu negara otomatis akan lepas dari penindasan? Faktanya, penindasan masih tetap ada meskipun sudah bermetamorfase dalam bentuk yang lain. Raja yang memiliki kekuasaan mutlak dalam memerintah rakyat seperti pada abad pertengahan, kini telah berubah menjadi orang-orang yang berduit. Dengan duitnya mereka bisa membeli kekuasaan. Dan ketika mereka sudah berkuasa, maka terbentanglah jalan yang mulus untuk menindas yang lainnya. Jadi, sistem sebaik apapun, jika para pelaku sistem itu mentalnya bobrok, maka jangan mengharap sistem tersebut dapat berjalan dengan mulus.Namun demikian, dengan kemajuan teknologi informasi sekarang ini, kebobrokan dapat dipulas menjadi kemajuan. Wajah yang bopeng dapat dipulas dengan makeup sehingga menjadi mulus. Betapa hebatnya teknologi informasi saat ini, sehingga banyak orang yang tertipu.Siapa saja yang memiliki media yang kuat mereka mempunyai banyak kesempatan untuk memakepun diri mereka dan mempengaruhi alam pikiran rakyat agar mereka tersihir oleh tipu dayanya. Inilah yang harus kita waspadai!


Apapun nama suatu sistem yang diterapkan, baik buruknya dapat kita lihat dari perwujudannya di dalam kehidupan nyata. Mungkin ada yang mengklaim bahwa pemerintahannya demokratis, tetapi jika kebobrokan terjadi dimana-mana, korupsi terjadi dimana-mana, kekerasan merajalela tidak ada jeleknya kita mengupdate sistem yang kita yakini. Sah-sah saja jika para penganut sistem itu berkata bawah sistem yang mereka bangun baru berproses. Tetapi sampai kapan? sepuluh tahun? Tiga puluh dua tahun? lima puluh tahun? Bisa jadi orang-orang yang gembar-gembor tentang sistem yang mereka yakini itu telah mati, tetapi apa yang mereka impikan masih jauh panggang dari api.


Tidak jarang orang-orang sekarang menganggap bahwa sistem yang mereka bangun sekarang paling kampiun. Dengan mulut berbusa-busa mereka mengkritik sistem masa lalu, misalnya sistem kerajaan, sebagai suatu sistem yang menindas rakyatnya. Padahal, kalau kita cermati, meskipun dengan topeng baru, penindasan itu tetap ada. Dewasa ini manusia modern telah terjerembab ke dalam perbudakan manusia atas manusia dan penyembahan kepada "tuhan-tuhan kecil" yang berwujud manusia. Apakah ia seorang Rusia, Cina atau Amerika. Apakah dia berada di bawah bayang suatu partai atau seorang pemimpin yang mereka anggap kharismatik. Penyembahan manusia atas manusia dan pengawasan manusia atas manusia tetap saja masih berlangsung tanpa mengalami perubahan yang berarti.


Manusia modern memang telah mencampakkan penyembahan kepada alam, tetapi ia menggantinya dengan penyembahan kepada sesama manusia (man-worship). Bahkan kita dapat menyaksikan sekarang ini suata bangsa yang mendominasi bangsa lain, suatu kelas yang menindas kelas yang lainnya, atau suatu partai politik yang menguasai anggota-anggotanya dengan mutlak sehingga seakan-akan partai itulah yang menentukan nasib manusia. Atau dapat juga dapat kita saksikan seorang diktator yang menggenggam seluruh kekuasaan dan pengaruh, karena itu ia merasa menjadi tuhan kecil yang setiap kehendaknya harus berlaku tanpa ada kekuatan lain yang dapat menentangnya!




Tuesday, September 4, 2012

MARAH

Tidak ada manusia di dunia ini yang tidak mempunayi sifat marah atau ghadhab. Boleh dikatakan marah telah melekat dalam diri manusia. Cuma, masalahnya, kapan, dimana dan kepada siapa sifat ini harus diartikulasikan. Dan, haruskah kita mengamuk membabi buta atau merusak apa saja yang ada di hadapan kita ketika kita sedang marah? Amarah bisa mendatangkan pahala, tetapi juga dapat mendatangkan dosa dan malapetaka! Suatu kemarahan yang hanya dilandasi hawa nafsu pasti akan membawa malapteka bagi dirinya dan orang lain.

Ada lagi satu hal yang perlu kita garisbawahi. Marah dapat menjadi pintu masuk bagi setan untuk menggelincirkan manusia. Dengan mudahnya setan-setan yang telah berujud manusia memprovokasi orang-orang yang dihinggapi kemarahan untuk berbuat anarkis, bahkan membunuh sesama manusia tanpa rasa kasihan sedikitpun. Membakari rumah-rumah mereka, dan mengusir mereka dari kampung halaman mereka sendiri.

 Orang yang gemar marah, cenderung menyikapi dan menyelesaikan masalah dengan marah. Sebenarnya bukan menyelesaikan masalah, tetapi justru akan melahirkan masalah-masalah baru. Boleh jadi masalahnya akan lebih rumit dan kompleks dari pada masalah pertama. 
       
Konon, ketika didatangi oleh seorang sahabat yang meminta agar diajarkan sebuah hadits yang tidak panjang agar dia dapat menghafalkannya. Rusulullah bersabda, “Laa taghdhab!” (kamu jangan marah). Sahabat itu senang dan pulang ke rumahnya dan menghafal hadits tersebut. Setelah dihafal, ia kembali untuk meminta hadits lain. Nabi bersabda lagi “Laa taghdhab!” (kamu jangan marah). Nabi mengulang kata itu sebanyak tiga kali. Sahabat itu, terheran dan mencoba menganalisis mengapa Rasulullah mengucapkan hadits itu tiga kali. Ia pun sadar akan kedalaman makna yang dikandungnya yakni sifat marah dapat mengumpulkan seluruh kejelekan. 

 Coba perhatikan orang yang sedang marah! Dia akan kehilangan kendali diri. Tidak segan-segan orang yang tengah dibakar hawa marah menyakiti lawan mereka. Mulutnyapun mengeluarkan kata-kata kotor, mata menjadi nanar, wajah berubah beringas, kening berkerut, suara berapi-api, dan hilanglah rasionalitasnya. Seluruh sikap dan perilakunya menjadi sewenang-wenang dan tidak terkendali.  

Menahan Amarah

Demikian buruk dampak yang ditimbulkan sehingga agama menyuruh kita untuk lebih memilih menahan amarah, sambil memuji sikap orang yang mampu melakukannya. Sifat ini menjadi anak tangga pertama yang dapat mengantar seseorang mudah memaafkan kesalahan orang lain dan mau berbuat baik kepada orang yang menyebabkan dirinya menahan marah.

Penulis sangat terkesan dengan sahabat penulis yang sering menyitir kisah Ali- bin Abi Thalib yang mempunyai kemampuan hebat dalam menahan hawa marahnya. Dia tidak pernah marah hanya oleh permainan hawa nafsunya. Ia hanya marah karena Allah, bukan sebab yang lainnya. Konon, pada suatu peperangan dia bertempur melawan orang kafir yang memerangi Islam. Pada saat itu dia sudah berhasil membekuk lawannya, pedangnya sudah berada dekat di sang lawan. Tetapi, tiba-tiba musuh yang tidak berdaya itu meludahi Ali bin Abi Thalib. Tentu saja terbesit hawa amarah dari hatinya. Tetapi dia tidak mengamuk membabi buta, ia justru mengurungkan membunuh lawannya yang sudah tidak berdaya itu. Kenapa? Karena pada saat itu hawa amarah menghinggapi hatinya. Dan, sebagai seorang yang beriman,  dia tidak mau membuh lawannya hanya karena di dorong oleh hawa amarah!

Demikian hebatnya akhlak  Alib bin Abi Thalib. Bayangkan kalau kita yang mengalaminya,  mungkin kita akan mencincang musuh kita hingga menjadi bakso. Meskipun kelas kita tidak selevel Ali bin Abi Thalib, sudah selayaknya kita mencontoh sikap yang terpuji itu. Jangan sampai kita membakari rumah orang yang tidak sepandangan dengan kita, bahkan melakukan pembunuhan. Apalagi sesama muslim meskipun beda mazab, seperti antara penganut Sunni dan Syiah!

Sunday, September 2, 2012

Kekerasan

Mengapa kekerasan demi kekerasan terjadi? Anehnya kekerasan-kekerasan itu mengatasnamakan rakyat, pembangunan bahkan sering mengatasnamakan agama. Dengan beringas mereka menindas goloangan lain yang tidak satu pandangan dengan mereka. Seolah-olah mereka mewakili Tuhan yang memiliki kebenaran mutlak. Coba saja kita tengok peristiwa hangat yang baru saja terjadi di Sampang. Mereka, yang mengaku Islam tega membakar rumah bahkan membunuh saudaranya sendiri karena tidak satu aliran dengan mereka. Memang ada beberapa versi tentang latar belakang terjadinya kekerasan tersebut. Namun, meskipun demikian, apapun alasan mereka, korban telah berjatuhan. Kalaulah mereka menganggap golongan yang tidak satu aliran itu musuh, kenapa mereka tidak melihat golongan aliran lain yang sesungguhnya patut dimusuhi. Misalnya bandar narkoba atau perbuatan maksiat yang lain.

Mungkinkah ada pihak lain yang sengaja mengadu domba? Ah, rasanya kita tidak perlu mengupas tuntas masalah itu. Yang kita perlukan saat ini adalah instropeksi, memperkuat keimanan dan pemahaman kita, agar kita tidak dipermainkan dengan kebodohan kita sendiri. tiga ratus lima puluh tahun bangsa kita merana dijajah Belanda, kemudian Jepangpun ambil bagian. Lantas, duka apa lagi yang belum pernah kita rasakan. Setelah merdeka, penjajahan itupun belum berhenti, terutama penjajahan ekonomi dan budaya yang tidak kasat mata. Marilah kita perkuat barisan kita agar bangsa kita tidak terpuruk ke dalam lembah kenistaan. Sebagai orang muslim, marilah kita pelajari kitab kita yang menjadi pedoman hidup kita. Apakah kekerasan seperti itu patut dilakukan dalam situasi tidak dalam peperangan yang dizinkan oleh Allah?

Ketika Al-Qur'an turun justru dapat menyatukan masyarakat yang berpecah belah pada saat itu. Situasi dan kondisi sosial budaya pada saat itu digambarkan bagaikan di tepi jurang neraka karena masyarakat pada saat itu hati mereka telah membatu. Batu dengan batu yang keras saling bergesekan, maka muncullah api, dan percikan api itu kemudian menimbulkan kebakaran yang berupa perpecahan dan peperangan. Namun, dengan turunnya Al-Qur'an hati-hati yang membatu itu berhasil dilunakan sehingga kehidupan mereka menjadi saling bersaudara.

Aslinya, semua agama itu tidak mengajarkan kekerasan. Jadi kalau kita mengaku beragama kita tidak patut melakukan kekerasan tanpa alasan yang dibenarkan. Mungkinkah kekerasan yang terjadi itu telah tekontaminasi dengan kepentingan politik sesaat. Sebab, jika tidak dikelola dengan benar, dan hanya memperturutkan hawa nafsu belaka, politik memang sering menimbulkan perpecahan dan kekerasan, bahkan perang dan pembantaian yang mengerikan.Sebagai wahana instropeksi, kita dapat menengok serajah masa lalu yang berdarah-darah. seperti peristiwa masa perang dunia I, perang dunia II, atau yang lebih dekat kembali mencermati sejarah buram bangsa kita sendiri.Selamat tinggal kekerasan! Enyahlah kau dari bumi pertiwi! Selain wajib bebas narkoba, kayaknya pemerintah perlu mencanangkan bebas kekerasan di bumi pertiwi ini.