Tuesday, October 23, 2012

BOROK-BOROK ORGANISASI



Anda pasti telah mengenal borok. Atau, mungkin ketika kecil dulu Anda pernah menderita penyakit borok. Dalam kamus bahasa Indonesia borok diartikan luka bernanah dan membusuk karena infeksi. Sementara itu organisasi diartikan (1) kesatuan (susunan dsb) yang terdiri atas bagian-bagian (orang dsb) dlm perkumpulan dsb untuk tujuan tertentu, (2) kelompok kerja sama antara orang-orang yang diadakan untuk mencapai tujuan bersama. Borok-borok organisasi merupakan anologi dari penyakit-penyakit yang sering diidap oleh organisasi baik pemerintah maupun  non-pemerintah sehingga jalannya organisasi menjadi terhambat, bahkan bisa mengakibatkan mati/berhenti. Ada banyak macam penyakit organisasi yang perlu kita kenali agar kita dapat mengobatinya. Oleh karena itu kami akan menyajikannya secara bertahap. Adapun borok-borok tersebut adalah sebagai berikut;

Penyalahgunaan Wewenang dan Jabatan

Inilah penyakit yang paling sering diidap oleh organisasi, baik organisasi pemerintah maupun non-pemerintah. Saking seringnya perilaku penyalahgunaan wewenang dan jabatan sampai melahirkan ungkapan yang mengatakan bahwa “kekuasaan cenderung merusak dan kekuasaan yang absolut merusak secara absolut pula”

Model pejabat atau pimpinan semacam ini lupa bahwa kekuasaan yang ada padanya bukanlah sesuatu yang inheren dimilikinya, melainkan karena kepercayaan yang diperolehnya untuk menduduki suatu jabatan manajerial tertentu, yang sesungguhnya harus diabdikan kepada kepentingan seluruh masyarakat. Jika terjadi penyalahgunaan wewenang dan jabatan, yang terjadi adalah pemanfaatan kekuasaan dan jabatan seseorang untuk kepentingan diri sendiri atau kelompok tertentu dengan mengorbankan kepentingan yang lebih penting dan lebih luas yang seharusnya dilayani.

Persepsi yang Didasarkan pada Prasangka

Dalam menjalankan kekuasaan atau wewenangnya, seorang pejabat pimpinan diharapkan bertindak adil, baik dalam interaksinya dengan para anggota masyarakat maupun secara internal, yaitu dengan atasan, rekan setingkat, dan para bawahan. Perilaku yang seharusnya ditampilkan adalah berinteraksi dengan berbagai pihak dengan pikiran jernih. Artinya, tanpa purbasangka tertentu. Atau dalam bahasa agama disebut su’udzon. Misalnya, jika ada bawahan atau anggota masyarakat yang melontarkan kritik tertentu, hendaknya hal itu diterima dengan lapang dada dan dijadikan sebagai instrumen introspeksi, dan tidak diinterpretasikan sebagai upaya merongrong kekuasaan atau kewibawaannya.

Adapun persepsi yang seyogyanya dikembangkan adalah, saling mempercayai baik dalam interaksi eksternal maupun internal. Interaksi eksternal yang terjadi seyogyanya dilandasi oleh pandangan bahwa para warga masyarakat mampu menunaikan kewajibannya, di samping keinginannya untuk memperoleh hak secara wajar. Dalam interaksi internal, persepsi yang menjadi titik tolak berpikir para pejabat pimpinan adalah para bawahannya terdiri dari para tenaga yang sudah dewasa secara mental dan intelektual.

Pengaburan Masalah

Setiap organisasi pasti mempunyai masalah. Faktor-faktor penyebab terjadinya masalah tersebut bermacam-macam. Berbagai permasalah tersebut dapat bersifat politis, ekonomi, hukum, budaya, administratif, atau teknikal.

Sering terjadi pejabat pimpinan mengaburkan bentuk dan sifat permasalahan. Sebab, dengan pengaburan itu, penyelesaiannya dapat direkayasa sedemikian rupa sehingga menguntungkan pejabat yang bersangkutan dalam arti kedudukannya, karirnya, statusnya maupun penghasilannya. Segi negative lainnya dari pengaburan masalah adalah membuat interpretasi sedemikian rupa, sehingga permasalahan yang sebenarnya sederhana, dibuat menjadi sangat rumit. Akibatnya, tindakan penyelesaian menjadi berbelit-belit dan menyita tenaga, waktu, pikiran dan perasaan. Tindakan tersebut terjadi karena dua hal, (1) sebagai kamuflase untuk menutup-nutupi kekurangpampuan pejabat yang bersangkutan mendifinisakan situasi problematik secara tepat, (2) sebagai cara untuk memperoleh sesuatu diluar ketentuan yang berlaku.
(bersambung)

No comments:

Post a Comment