Anda pasti telah mengenal borok.
Atau, mungkin ketika kecil dulu Anda pernah menderita penyakit borok. Dalam
kamus bahasa Indonesia borok diartikan luka bernanah dan membusuk karena
infeksi. Sementara itu organisasi diartikan (1) kesatuan (susunan dsb) yang
terdiri atas bagian-bagian (orang dsb) dlm perkumpulan dsb untuk tujuan
tertentu, (2) kelompok kerja sama antara orang-orang yang diadakan untuk
mencapai tujuan bersama. Borok-borok organisasi merupakan anologi dari
penyakit-penyakit yang sering diidap oleh organisasi baik pemerintah
maupun non-pemerintah sehingga jalannya
organisasi menjadi terhambat, bahkan bisa mengakibatkan mati/berhenti. Ada
banyak macam penyakit organisasi yang perlu kita kenali agar kita dapat
mengobatinya. Oleh karena itu kami akan menyajikannya secara bertahap. Adapun
borok-borok tersebut adalah sebagai berikut;
Penyalahgunaan Wewenang dan
Jabatan
Inilah penyakit yang paling
sering diidap oleh organisasi, baik organisasi pemerintah maupun
non-pemerintah. Saking seringnya perilaku penyalahgunaan wewenang dan jabatan
sampai melahirkan ungkapan yang mengatakan bahwa “kekuasaan cenderung merusak
dan kekuasaan yang absolut merusak secara absolut pula”
Model pejabat atau pimpinan
semacam ini lupa bahwa kekuasaan yang ada padanya bukanlah sesuatu yang inheren
dimilikinya, melainkan karena kepercayaan yang diperolehnya untuk menduduki
suatu jabatan manajerial tertentu, yang sesungguhnya harus diabdikan kepada
kepentingan seluruh masyarakat. Jika terjadi penyalahgunaan wewenang dan
jabatan, yang terjadi adalah pemanfaatan kekuasaan dan jabatan seseorang untuk
kepentingan diri sendiri atau kelompok tertentu dengan mengorbankan kepentingan
yang lebih penting dan lebih luas yang seharusnya dilayani.
Persepsi yang Didasarkan pada
Prasangka
Dalam menjalankan kekuasaan atau
wewenangnya, seorang pejabat pimpinan diharapkan bertindak adil, baik dalam
interaksinya dengan para anggota masyarakat maupun secara internal, yaitu
dengan atasan, rekan setingkat, dan para bawahan. Perilaku yang seharusnya
ditampilkan adalah berinteraksi dengan berbagai pihak dengan pikiran jernih.
Artinya, tanpa purbasangka tertentu. Atau dalam bahasa agama disebut su’udzon.
Misalnya, jika ada bawahan atau anggota masyarakat yang melontarkan kritik tertentu,
hendaknya hal itu diterima dengan lapang dada dan dijadikan sebagai instrumen
introspeksi, dan tidak diinterpretasikan sebagai upaya merongrong kekuasaan
atau kewibawaannya.
Adapun persepsi yang seyogyanya
dikembangkan adalah, saling mempercayai baik dalam interaksi eksternal maupun
internal. Interaksi eksternal yang terjadi seyogyanya dilandasi oleh pandangan
bahwa para warga masyarakat mampu menunaikan kewajibannya, di samping
keinginannya untuk memperoleh hak secara wajar. Dalam interaksi internal,
persepsi yang menjadi titik tolak berpikir para pejabat pimpinan adalah para
bawahannya terdiri dari para tenaga yang sudah dewasa secara mental dan
intelektual.
Pengaburan Masalah
Setiap organisasi pasti mempunyai
masalah. Faktor-faktor penyebab terjadinya masalah tersebut bermacam-macam.
Berbagai permasalah tersebut dapat bersifat politis, ekonomi, hukum, budaya,
administratif, atau teknikal.
Sering terjadi pejabat pimpinan
mengaburkan bentuk dan sifat permasalahan. Sebab, dengan pengaburan itu,
penyelesaiannya dapat direkayasa sedemikian rupa sehingga menguntungkan pejabat
yang bersangkutan dalam arti kedudukannya, karirnya, statusnya maupun
penghasilannya. Segi negative lainnya dari pengaburan masalah adalah membuat
interpretasi sedemikian rupa, sehingga permasalahan yang sebenarnya sederhana,
dibuat menjadi sangat rumit. Akibatnya, tindakan penyelesaian menjadi
berbelit-belit dan menyita tenaga, waktu, pikiran dan perasaan. Tindakan
tersebut terjadi karena dua hal, (1) sebagai kamuflase untuk menutup-nutupi
kekurangpampuan pejabat yang bersangkutan mendifinisakan situasi problematik
secara tepat, (2) sebagai cara untuk memperoleh sesuatu diluar ketentuan yang
berlaku.
(bersambung)
No comments:
Post a Comment