Friday, October 5, 2012

PEMIMPIN DEMAGOG



Rakyat tidak butuh janji-janji manis dari para pemimpinnya. Tetapi anehnya kembanyakan rakyat menyukai janji-janji manis, terpikat oleh pidato-pidato retoris yang membius sukma! Hal itu terbukti ketika pemilihan pemimpin. Kampanye-kampanye yang mengobral janji-janji manis ternyata masih laku terjual, meskipun akhirnya mereka kecewa sebab janji-janji manis itu hanyalah tinggal janji. Saya jadi teringat lagu bang Haji Rhoma Irama yang berjudul kegagalan cinta.

Cukup sekali aku merasa kegagalan cinta
Tak kan terulang kedua kali di dalam hidupku
Oh oh oh ya nasib-nasib mengapa begini
Beru pertama bercinta sudah menderita


………………
ref
Kau yang mulai kau yang mengakhiri
Kau yang berjanji kau yang mengingkari
Kau yang mulai kau yang mengakhiri
Kau yang berjanji kau yang mengingkari
Kalau tahu begini akhirnya
Tak mau dulu kubermain cinta


Nah, barangkali seperti itulah ketika rakyat mengalami kekecewaan. Kalau tahu begini akhirnya tak mau dulu kubermain politik memilihmu! Tetapi penyesalan tinggal penyesalan, system politik yang dibangun oleh para pengobral janji terus berjalan hingga ke pemilihan berikutnya. Lagi-lagi, peristiwa yang sama berulang, rakyat kembali terpukau oleh janji-janji manis calon pemimpin. Barangkali perlu pendewasaan politik, perlu pembelajaran politik agar rakyat tidak tertipu lagi. Dalam hal ini peran media memang sangat hebat, karena mereka bisa menyulap orang menjadi pahlawan pembela rakyat, padahal tidak mustahil mereka hanya membela kepentingan dirinya sendiri!


Satu hal yang harus kita cermati, dan yang perlu kita camkan di dalam ingatan kita adalah : jika seseorang menginginkan sesuatu pasti mereka akan berkata muluk-muluk agar orang menganggap dirinya hebat dan pantas dipilih. Untuk meyakinkan orang lain pasti mereka akan mengobral janji. Anda jangan langsung percaya! Pikirkan masak-masak, kemudian baru memilih, jangan terpikat oleh janji-janji mereka. Barangkali mereka hanya para demagog.

Apa itu pememimpin demagog? Sebagai ilustrasi, lihatlah apa yang dilakukan pemimpin dan elit politik ketika menghadapi masalah bangsa. Pidato politik! Di atas podium yang anggun, dihadapan massa yang fanatic yang mengidolakan mereka sampai titik darah penghabisan “pejah gesang nderek sang pemimpin”, dikelilingi para penasehat yang selalu setia, petinggi Negara yang menceramahi rakyat. Tak lupa pekik merdeka dan kibaran bendera untuk menunjukkan kentalnya nasionalisme. Lalu, masalah telah dianggap selesai. Rakyat dianggap sudah dapat menerima. Padahal, mereka tetap tertindas dan terdzalimi.

Itulah hati para demagog. Hati para pemimpin yang gemar berpidato untuk orang banyak, tetapi tak pernah berpidato untuk dirinya sendiri. Lincah beretorika politik. Hati yang selalu berbinar-binar kalau berhadapan dengan massa rakyat yang bersimpuh, tapi tak pernah hadir bersama derita rakyat selain mengatasnamakannya. Hati pemimpin yang kehilangan ruh yang shalih (jernih), selain sekedar seonggok darah yang membeku. Boleh jadi gumpalan darah itu telah digerogoti berjuta-juta penyakit kronis sehingga menjadi hati yang busuk.

Bagi para pemimpin demagog, yang penting adalah bahasa. Bahasa itu memang menjadi permainan makna. Bahasa pidato menjadi segalanya, bahasa sekedar perlambang. Bukan bahasa yang mengandung makna dan fungsi. Dengan kata lain, bahasa pidato sekedar bunyi fisik minus makna substansi. Pidato para demagog menjadi hampa dan mati. Tak membuahkan aktualisasi di dunia nyata! Pidatonya sekedar language games, sekedar permainan bahasa. Bahasa memang permainan makna. Lewat bahasa dapat disampaikan beragam perintah, pernyataan, penggambaran, sampai pada do’a bahkan senda gurau dan sandiwara. Bagi para demagog sandiwaralah yang sering melekat dalam pidato-pidatonya. Padahal bahasa harus bermakna. Bahasa dapat dikatakan bermakna apabila bersambung dengan aktivitas!

Celakanya, tidak sedikit rakyat yang menyukai para demagog. Rakyat masih gemar symbol, upacara, dan berbagai perhiasan social yang semu. Rakyat kita masih suka pemimpin selebriti yang sesungguhnya tidak memihak derita rakyat. Dan para pemimpin demagog itu paham betul bagaimana memanfaatkan psikologi rakyat Indonesia yang romantic untuk memenuhi syahwat politiknya yang menyala-nyala! Ya Allah, mudah-mudahan negeri ini dijauhkan dari para demagog yang menipu rakyat!

***
 



 

 
 
 

No comments:

Post a Comment