Wednesday, October 31, 2012

MANUSIA YANG TIDAK MENGGUNAKAN AKALNYA



Ketika manusia terlahir di dunia ini, dia tidak tahu apa-apa, walaupun dia dibekali dengan alat-alat yang memungkin dia memahami pengetahuan. Dalam surat An-Nahl ayat 78 Allah berfirman :”Dan Allah telah mengeluarkan dari perut ibumu dalam keadaan tidak tahu apa-apa, dan Dia memberikan kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur.”

Dengan pendengaran, penglihatan dan akal, manusia dapat mempertoleh pengetahuan, dapat mengamati seluk-beluk alam raya, sehingga mengetahui rahasia-rahasia alam dan memanfaatkan pemberian Allah yang begitu banyaknya. Orang-orang yang tidak mendayagunakan alat-alat pemberian Allah itu, berarti dia telah melepaskan diri dari sifat-sifat kemanusiaan. Mereka tak berbeda dengan hewan, karena mereka tidak memiliki ilmu pengetahuan sebagai benteng kepribadiaannya.

Pandangan Allah terhadap orang-orang yang demikian tertuang dalam surat Al-A’raaf ayat 179 :

“Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka jahanam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang  ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai.


Mereka tidak dapat memanfaatkan mata, telinga dan akal sehingga mereka tidak memperoleh hidayat Allah yang membawa mereka kepada kebahagiaan dunia dan akhirat. Keadaan mereka seperti binatang bahkan lebih buruk daripada binatang, sebab binatang tidak mempunyai daya pikir untuk mengolah hasil penglihatan dan pendengaran mereka. Binatang mengadakan tanggapan atau reaksi terhadap dunia luar secara instinctif dan bertujuan hanyalah untuk mempertahankan hidup. Maka dia makan dan minum serta memenuhi kebutuhannya, tidaklah melampaui dari batas kebutuhan biologis hewani. Tetapi bagaimana dengan manusia bila sudah menjadi budak hawa nafsu? Dan akal mereka tidak bermanfaat lagi? Mereka berlebih-lebihan dalam memenuhi kebutuhan jasmani mereka sendiri, berlebih-lebihan dalam mengurangi hak orang lain. Diperasnya hak orang lain bahkan kadang-kadang di luar perikemanusiaan.

Bila sifat-sifat demikian menimpa sesuatu bangsa dan negara, maka negara itu tampak menjadi serakah dan penghisap terhadap bangsa dan negara lain. Mereka mempunyai hati (perasaan dan pikiran) tetapi tidak digunakan untuk memahami ayat-ayat (Allah). Mereka lupa dan melalaikan bukti-bukti kebenaran Allah pada diri pribadi, pada kemanusiaan dan alam semesta ini, mereka melupakan penggunaan perasaan dan pikiran untuk tujuan-tujuan yang luhur.

***

Monday, October 29, 2012

FUNGSI BAHASA



Manusia merupakan makhluk yang perlu berinteraksi dengan manusia lainnya. Bahkan kadang-kadang mereka perlu juga berinteraksi dengan makhluk lain. Kegiatan ini membutuhkan alat, sarana atau media, yaitu bahasa.

Bahasa sebagai alat komunikasi memiliki fungsi sebagai berikut,
  • Fungsi informasi, yaitu untuk menyampaikan informasi timbal balik antara anggota keluarga maupun masyarakat. Berita, pengumuman, petunjuk, pernyataan lisan ataupun tulisan melalui media massa ataupun elektronik merupakan wujud fungsi bahasa sebagai fungsi informasi.
  • Fungski ekspresi, yaitu untuk menyalurkan perasaan, sikap, gagasan, emosi atau tekanan-tekanan perasaan pembicara. Bahasa sebagai alat mengekspresikan diri ini dapat menjadi media untuk menyatakan eksistensi (keberadaan) diri, membebaskan diri dari tekanan emosi dan untuk menarik perhatian orang.
  • Fungsi adaptasi dan integrasi, yaitu untuk menyesuaikan dan membaurkan diri dengan anggota masyarakat. Melalui bahasa seorang anggota masyarakat sedikit demi sedikit belajar adat istiadat, kebudayaan, pola hidup, perilaku dan etika masyarakatnya. Mereka menyesuaikan diri dengan ketentuan yang berlaku dalam masyarakat melalui bahasa. Kalau seseorang mudah berinteraksi dengan masyarakat di sekelilingnya maka dengan mudah pula ia akan membaurkan diri (integrasi) dengan kehidupan masyarakat tersebut. Manusia sebagai makhluk social perlu berintegrasi dengan manusia di sekelilingnya. Dengan bahasa manusia bias saling bertukar pengalaman dan menjadi bagian dari pengalaman itu. Mereka memanfaatkan pengalaman itu untuk kehidupannya. Dengan demikian, mereka merasa saling terikat dengan kelompok social yang dimasukinya. Bahasa menjadi alat integrasi (pembauran) bagi tiap manusia dengan masyarakatnya.
  • Fungsi kontrol social, Bahasa berufungsi untuk mempengaruhi sikap dan pendapat orang lain. Apabila fungsi ini berlaku dengan baik maka semua kegiatan social akan berlangsung dengan baik pula. Sebagai contoh pendapat seorang tokoh masyarakat akan didengar dan ditanggapi dengan tepat apabila ia menggunakan bahasa yang komunikatif dan persuasif. Kegagalannya dalam menggunakan bahasa akan menghambat pula usahanya dalam mempengaruhi sikap dan pendapat orang lain. Dengan bahasa seseorang dapat mengembangkan kepribadian dan nilai-nilai social kepada tingkat yang lebih berkualitas. (Puji Santosa, dkk, Materi dan Pembelajaran Bahasa Indonesia SD)
Berdasarkan pokok-pokok pikiran di atas, dapat dikatakan bahwa bahasa itu memiliki kemampuan yang hebat. Selain sebagai alat komunikasi, bahasa juga dapat mempengaruhi sikap orang lain, baik sikap positif maupun negative. Oleh karena itu, berhati-hatilah dengan bahasa! Tolok ukur yang dapat kita jadikan pegangan agar tidak tersihir oleh manisnya kata-kata, adalah satunya kata dan tindakan!

***

Saturday, October 27, 2012

BERMEWAH-MEWAH



Tulisan ini merupakan lanjutan dari tulisan yang berjudul borok-borok organisasi. Pada kesempatan kali ini kami akan membahas lima penyakit organisasi, yaitu sifat bermewah-mewah, Ketakutan pada Perubahan dan Tidak Inovatif, Penipuan, sombong, dan sifa dengki. Selamat membaca dan mudah-mudahan bermanfaat!

Seorang pejabat pimpinan tentu saja memiliki berbagai fasilitas yang diberikan oleh Negara atau perusahaan. Fasilitas-fasilitas tersebut dapat berupa, kendaraan dinas dengan pengemudianya, telepon tumah dan telepon selluler, ruang kerja yang luas dan nyaman, dan berbagai fasilitas lainya yang menggambarkan statusnya dalam pemerintahan atau perusahaan.

Sebenarnya, tujuan utama penyediaan fasilitas kerja tersebut adalah agar pejabat/pimpinan yang bersangkutan dapat melaksanakan tugasnya dengan tenang dan dengan demikian dapat menampilkan produktivitas kerja yang tinggi. Oleh karena itu, dalam penyediaan fasilitas kerja tersebut tiga hal wajib mendapat perhatian, yaitu kewajaran, kemampuan keuangan Negara atau perusahaan dan tidak memperlebar “jurang pemisah” antara yang bersangkutan dengan para bawahannya.

Namun demikian, sesungguhnya seorang pejabat/pimpinan harus pula memperhitungkan factor kewajaran, kemampuan dan situasi lingkungan dalam pola kehidupan pribadinya. Dengan memperhatikan factor-faktor tersebut, yang bersangkutan akan terhindar dari pola hidup bermewah-mewah yang apabila tidak dilakukan, pada gilirannya akan membuka pintu bagi berbagai jenis perilaku disfungsional lainya.

Ketakutan pada Perubahan dan Tidak Inovatif

Sering terjadi bahwa rasa takut menghadapi perubahan, timbul karena pejabat yang bersangkutan sesungguhnyaa mempunyai kemampuan kerja yang sangat terbatas, sehingga ia merasa bahwa perubahan yang terjadi, seperti dalam hal reorganisasi, peningkatan pemanfaatan teknologi dan tuntutan akan pengetahuan dan keterampilan baru, akan merupakan ancaman nyata terhadap kedudukan, jabatan, karier, dan penghasilannya.

Inilah yang menjadi masalah. SDM yang terbatas mengakibatkan seseorang tidak inovatif. Padahal inovasi tersebut jika direspon dengan baik akan bermanfaat juga pada dirinya dan anak buahnya. Karena sesungguhnya inovasi itu dilakukan untuk mencari mekanisme, prosedur kerja dan teknik-teknik baru dalam rangka meningkatkan produktivitas kerja dan mutu pelayanan yang diberikan oleh organisasi.

Akibat sikap yang tidak inovatif adalah kecenderungan untuk mempertahankan mekanisme, prosedur dan teknik-teknik yang sudah digunakan meskipun sudah tidak sesuai lagi dengan tuntutan masyarakat dan tuntutan peningkatan produktiviatas, efisiensi, dan efektivitas kerja organisasi.

Penipuan

Ditinjau dari sudut pandang apapun, tidak ada yang membenarkan penipuan. Oleh karena itu, tindakan penipuan dalam suatu birokrasi jarang dilakukan secara terbuka. Kalaupun ada yang melakukannya, biasanya terjadi dalam berntuk yang terselubung.

Sikap Sombong

Dalam bahasa agama, sombong merupakan sifat yang dimiliki iblis. Bahkan orang-orang yang masih terlintas perasaan sombong mereka tidak berhak menikmati surga. Sombong memang merupakan perilaku negative yang dapat merugikan diri sendiri dan orang lain.

Ada beberapa factor yang menyebabkan orang sombong, seperti kekuasaan dan jabatan yang dipangku, kekayaan, status social yang tinggi, keberhasilan meraih gelar-gelar akademik dan rasa percaya diri yang berlebihan. Padahal, sesungguhnya, keberhasilan seseorang justru harus membuatnya rendah hati dan mensyukuri nikmat yang telah diberikan Tuhan kepadanya. Rasa syukur itu seharusnya diujudkan dalam bentuk karya yang sebaik-baiknya demi kepentingan bangsa dan negaranya. 

Sifat Dengki

Sifat dengki adalah sifat yang tercela dan tidak dibenarkan oleh agama apapun, nilai-nilai social maupun etika berorganisasi. Artinya, jelas bahwa sama sekali tidak ada tempat bagi sifat demikian dalam kehidupan manusia, termasuk dalam kehidupan para anggota birokrasi pemerintahan. Faktor-faktor penyebab sifat dengki antara lain :
  • Kemampuannya yang rendah
  • Orang dengki biasanya tidak rela melihat keberhasilan orang lain,
  • Tidak mau menghargai keberhasilan berbagai pihak dengan siapa ia harus melakukan interaksi fungsional,
  • Kecenderungan menginterpretasikan kreativitas, kerja keras dan kinerja orang lain sebagai ancaman pada dirinya, dan
  • Moralitas yang rendah.
Demikianlah, sifat dengki memang tidak layak dimiliki orang, apalagi orang yang memangku jabatan untuk kepentingan orang banyak.

***

Thursday, October 25, 2012

KONFLIK KEPENTINGAN



Kita sering mendengar kata Abdi Negara. Istilah tersebut biasanya dinisbatkan pada pegawai negeri yang idealnya memang menjadi Abdi Negara. Sebab, sejatinya pekerjaan yang diembannya adalah untuk melayani kepentingan masyarakat. Meskipun pada prakatiknya sering hanya sebatas kata-kata, artinya hanya menjadi Abdi bagi hawa nafsunya.

Teori administrasi Negara mengatakan bahwa seluruh anggota birokrasi pemerintahan mengabdikan dirinya pada kepentingan seluruh masyarakat, pemerintah, bangsa dan Negara karena sesungguhnya hakekat tugasnya adalah pengabdian tersebut. Artinya, kepentingan birokrasi identik dengan kepentingan Negara. Namun demikian, kadang-kadang sulit untuk dengan ikhlas mengabdikan kepada Negara jika terjadi pertentangan kepentingan, antara Negara dan kepentingan lain. Terkadang, seorang pimpinan menjadi alat kepentingan tertentu, misalnya kekutan politik, ekonomi dan kelompok penekan lainnya.

Bagaimanakah caranya untuk mengatasi permasalahan tersebut? Untuk mencegah timbulnya situasi demikian, ditekankan pentingnya netralitas birokrasi dalam arti bahwa kekuatan social politik manapun yang berkuasa dalam satu kurun waktu tertentu, birokrasi harus mampu mengabdikan dirinya hanya kepada kepentingan Negara secara keseluruhan. Artinya, semua tindakannya harus diarahkan kepada pencapaian tujuan Negara bangsa yang bersangkutan. Hal itulah yang harus menjadi salah satu tolok ukur perilaku seorang pejabat pimpinan dalam birokrasi.

Kecenderungan mempertahankan status Quo

Orang/kelompok yang telah menggenggam kekuasan biasanya ada kecenderungan untuk mempertahankan status quo. Dari berbagai teori yang terdapat dalam ilmu administrasi pembangunan – diketahui bahwa para anggota suatu birokrasi dapat diklasifikasikan kepada tiga kategori, yaitu:

·        Mereka yang tergolong sebagai “tradisionalis”, yang ciri-cirinya antara lain, berorientasi ke masa lalu. Obsesi kelompok ini adalah upaya kejayaan yang pernah dialami dimasa yang silam dapat terulang kembali.

·     Mereka yang bersikap ambivalen, dalam arti bahwa orientasinya adalah masa kini dan obsesinya berkisar pada upaya menikmati hidup selagi masih berkuasa. Dalam bahasa popular, para anggota kelompok ini tergolong pada penganut aji “mumpung”. Kelompok inilah yang sangat gandrung mempertahankan status quo yang dipandangnya menguntungkan.

·    Mereka yang tergolong sebagai “modernis” atau “developmentalis” yang: (a) orientasi waktunya adalah masa depan, dan (b) ingin mewujudkan perubahan dengan merombak status quo yang ada.

Keinginan mempertahankan status quo menjadi patologi birokrasi karena pada kenyataannya dalam kehidupan bernegara selalu terjadi perubahan yang tidak mungkin dielakkan atau dihindari. Bahkan perubahan itu harus diantisipasi sedemikian rupa sehingga dapat direspon secara tepat, baik dalam arti pengaruhnya yang positip maupun negative

(bersambung)

HIKMAH KORBAN



Pada postingan kali ini sebenarnya saya ingin melanjutkan mengidentifikasi penyakit-penyakit organisasi (baca birokrasi) melanjutkan topic dua postingan sebelumnya, dimana telah dibahas penyakit organisasi seperti penyalahgunaan wewenang, persepsi yang didasarkan prasangka, pengaburan masalah, dan menerima uang sogok. Sebenarnya masih banyak borok-borok organisasi yang belum diungkap, tetapi untuk kali ini kita selingi dulu dengan topic yang lain. Karena, terus terang saja, saya tergelitik untuk menulis topic tentang korban yang esok hari tanggal 26 Oktober 2012 akan diperingati oleh umat Islam di seluru dunia, kecuali yang memiliki kalender sendiri. Tetapi pada umumnya hari raya Idul Adha jatuh pada hari Jumat.

Kenapa saya tertarik dengan topic tersebut? Barangkali Anda akan bertanya seperti itu. Apakah sudah memiliki ilmu yang dalam koq berani-beraninya membahas tentang korban? Terus terang saja, kemampuan saya hanya biasa-biasa saja. Boleh dikatakan postingan saya kali ini hanya mengeluarkan uneg-uneg yang mengganjal di hati saya. Namun demikian, saya tetap berharap, setelah membaca Anda akan menemukan hikmah yang tersembunyi dibalik ibadah korban.

Oleh karena itu, sebelum Anda membaca lebih jauh, perlu saya peringatkan agar Anda tidak memakan mentah-mentah apa yang saya sampaikan. Bandingkan, pikirkan masak-masak, jangan diikuti jika apa yang saya tuliskan Anda rasa menyimpang dari ajaran Islam. Tetapi Anda tidak perlu khawatir, di sinia saya tidak akan menghakimi, tidak akan membenarkan atau menyalahkan pandangan-pandangan fiqih yang sudah diyakini oleh saudara-saudara.

Nah, tidak perlu berbelit-belit, pengantarnya sampai di sini saja. Selanjutnya marilah kita jawab pertanyaan-pertanyaan tersebut di atas.

Saya harap Anda tidak tertawa jika saya katakan bahwa alasan utamanya adalah karena terus terang saja saya belum begitu jelas, artinya pengetahuan penulis baru sebatas informasi-informasi yang diterima dari luar dan belum melakukan pengkajian secara khusus dan mendalam.

Pemicu ke dua adalah berkisar tentang perdebatan fiqih tentang korban, seperti bagaimana memperlakukan anggota tubuh binatang korban yang tidak dapat dikonsumsi, boleh dijual atau tidak. Bagaimana kalau dijual kemudian dibelikan daging, atau uangnya untuk kemaslahatan umum atau diberikan kepada fakir miskin. Silahkan Anda jawab sendiri!

Bagaimana jika binatang korban itu diujudkan uang, kemudian uang yang sudah terkumpul digunakan untuk membangun ekonomi umat? Pertanyaan ini dilontarkan oleh teman penulis. Silahkan Anda jawab sendiri, dan tidak usah emosi. Meskipun kedengaran agak aneh, tetapi pertanyaan itu menggelitik pikiran saya. Apalagi ketika mendengar pernyataan selanjutnya. Si empunya pendapat berkata :” Saya rela untuk dua atau tiga tahun mendatang korban saya diujudkan uang. Siapa yang mau bergabung! Kan lumayan untuk modal peningkatan ekonomi umat!”

Ini hanya pendapat. Anda tidak usah emosi! Prakteknya dikampung siempunya pendapat, ide tersebut ditolak mentah-mentah oleh ulama-ulama kampong, apalagi oleh sahabat-sahabat yang  sudah bermimpi ingin naik kambing atau sapi ketika dalam perjalanan ke surga nanti!

Ada satu pendapat lagi yang paling menggelitik hati penulis. “Jika kamu sudah melakukan korban, maka hidupmu jangan seperti kambing atau lembu yang kamu sembelih!” Pernyataan itu kayaknya seperti guyon, tetapi kalau kita cermati maknaya sangat dalam. Kalau kita perjelas lagi, seperti halnya menyembelih binatang korban, maka hendaknya kita menyembelih sifat-sifat kebinatangan yang ada di dalam hati kita sehingga kita benar-benar menjadi orang yang beriman!

Ya, Allah, seperti halnya menyembelih hewan-hewan korban ini, maka dengan ajaran-Mu ya Allah, hapuskanlah sifat-sifat kebinatangan yang ada di dalam hati hamba-Mu ini!”
Coba Anda banyangkan, jika umat Islam di seluruh dunia meyenandungkan harapan seperti itu, Insya Allah akan terjadi perubahan yang signifikan. Paling tidak ada warning, jangan sampai setelah melakukan ibadah korban hidup kita justru seperti bintang. Seperti apakah cirri-ciri binatang itu?
  • Orientasi hidupnya hanya insting dan nafsu; Dalam menjalani hidup tidak pernah menggunakan akal, hanya berdasarkan nafsu.
  • Bodoh
  • Mudah ditipu dan diadu domba
Untuk cirri-ciri yang lain silahkan Anda cari sendiri. Dan sebagai penutup sekali lagi saya peringatkan khususnya bagi diri saya sendiri, marilah kita hentikan segala pertikaian yang menghabiskan energi. Marilah kita hormati pendapat-pendapat sahabat kita. Apapun pendapat kita tentang korban, yang harus kita camkan adalah dan kita mohonkan adalah hilangnya sifat-sifat kebinatangan yang ada dalam diri kita. Kita harus menyadari bahwa telah lama kita dijajah akibat kebodohan kita, diadudomba sehingga kita berpecah-belah dan saling berbaku hantam! Wallahu a’lam!

***