Wednesday, November 28, 2012

ISLAM DAN PENGETAHUAN



Tidak ada pertentangan antara ilmu pengetahuan dan agama. Islam justru mewajibkan kepada setiap pemeluknya untuk menuntut ilmu pengetahuan. Perintah-perintah tersebut, baik langsung maupun tidak langsung, bertebaran di dalam Al-Qur’an dan hadist.

Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang yang berakal. (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata), “Ya Tuhan kami, tiadalah engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Mahasuci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.” (QS.3:190-191)

Sesungguhnya seluruh alam semesta – langit, bumi, dan seluruh fenomena alam dan manusia – menjadi bahan pemikiran dan sekaligus keimanan.
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi setelah matinya dan Dia sebarkan di muka bumi ini segala jenis hewan, dan perkisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi; sesungguhnya merupakan tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang memikirkannya.” (QS. 2:164)

Masih banyak lagi ayat-ayat yang berkenaan dengan ilmu pengetahuan. Untuk bahan kajian silahkan cari sendiri, mudah-mudahan akan membuka lebar-lebar cakrawala wawasan Anda.

Bahkan surat yang pertama kali turun, yaitu surat al ‘alaq ayat 1-5 Allah memerintahkan kita untuk menuntut ilmu. Iqra’ bismirabbikalladzi khalaq. Demikianlah ayat yang pertama kali turun menurut jumhur ulama. Kalau kita cermati, pada ayat pertama tersebut kita diperintahkan untuk membaca. Membaca apa? Pada perintah tersebut tidak disebutkan obyeknya sehingga sasaran baca bersifat umum.

Menurut Dr. M. Quraish Shihab, kata iqra’ terambil dari akar kata yang berarti menghimpun sehingga tidak harus selalu diartikan “membaca teks tertulis dengan aksara tertentu”. Dari kata menghimpun lahir aneka ragam makna, seperti menyampaikan, menelaah, mendalami, meneliti, mengetahui ciri-ciri sesuatu, dan membaca baik tertulis maupun tidak tertulis. Sehingga iqra’ berarti; bacalah, telitilah, dalamilah, ketahuilah ciri-ciri sesuatu, bacalah alam, bacalah tanda-tanda zaman, sejarah, diri sendiri, yang tertuliss maupun tidak tertulis. Jadi obyek perintah iqra’ mencakup segala sesuatu yang dapat dijangkaunya.

Ilmu Allah terhampar di seluruh penjuru langit dan bumi. Bahkan langit dan bumi itu sendiri adalah realitas ilmu Allah. Hamparan ilmu Allah itulah kemudian yang dipelajari manusia dan bentuk sains dan teknologi. Sains adalah penguasaan teoritis, sedankan teknologi adalah praktis!

Sunday, November 25, 2012

MODEL PEMBELAJARAN INTERAKTIF



          Proses belajar mengajar merupakan inti dari proses pendidikan. Guru menjadi pemeran utama dalam menciptakan situasi interaktif yang edukatif, yakni interaksi antara guru dengan siswa, siswa dengan siswa dan dengan sumber pembelajaran dalam menunjang tercapainya tujuan belajar. Untuk mewujudkan proses belajar mengajar tersebut menuntut upaya guru untuk mengaktualisasikan kompetensinya secara profesional, utamanya dalam aspek metodologis. Situasi belajar seperti ini dapat tercipta dapat tercipta melalui penggunaan pendekatan partisipatoris.
          Pendekatan partisipatoris merupakan pendekatan pembelajaran yang dapat melibatkan siswa secara aktif, menyenangkan dan merangsang motivasi perkembangan intelektual. Terdapat empat alasan, kenapa siswa harus dikembangkan kemampuan berpikirnya terutama dalam IPS.
          Pertama, abad informasi menuntut setiap orang untuk memiliki kemampuan dalam mencari, menyaring guna menentukan pilihan dan memanfaatkan informasi tersebut sesuai sesuai dengan kebutuhan dan kehidupannya.
          Kedua, setiap orang senantiasa dihadapkan pada berbagai masalah dan ragam pilihan sehingga untuk itu dituntut memiliki kemampuan berpikir kritis dan kreatif.
          Ketiga, kemampuan memandang suatu hal dengan cara baru atau tidak konvesional merupakan ketrampilan penting dalam memecahkan masalah.
          Keempat, kreatifitas merupakan aspek penting dalam memecahkan masalah, mulai dari apa masalahnya, mengapa muncul masalah dan bagaimana cara pemecahannya.
          Mengubah kebiasaan merupakan pekerjaan yang tidak gampang.Proses belajar mengajar sudah terbiasa menggunakan pendekatan ekspasitoris, yaitu menggunakan model dialog imperatif, dimana dalam proses belajar mengajar terjadi interaksi yang pasif. Demi tercapainya tujuan diperlukan partisipasi siswa secara aktif dan kreatif melalui penggunaan model pembelajaran yang interaktif.
          Proses belajar mengajar mempunyai makna dan pengertian yang lebih luas dari pada pengertian mengajar, karena di dalamnya tersirat satu kesatuan kegiatan yang tidak terpisahkan antara siswa yang belajar guru yang mengajar, yang terjalin dalam bentuk interaksi edukatif.
          Menurut Balen (1993), pengembangan ketrampilan tersebut yang harus dimiliki siswa adalah ketrampilan berpikir, ketrampilan sosial dan ketrampilan praktis. Ketrampilan berpikir dikembangkan untuk melatih siswa berpikir logis dan sistematis melalui proses belajar mengajar dengan model pengembangan berpikir kritis, ketrampilan sosial dan praktis melalui dialog kreatif. Ketiga ketrampilan tersebut  dikembangkan dalam situasi belajar yang interaktif antara guru dengan siswa dan siswa dengan siswa.

A.   Faktor Minat dan Perhatian
Kondisi belajar mengajar yang interaktif adalah adanya minat dan perhatian siswa dalam belajar, yang merupakan faktor utama penentu derajat keaktifan siswa. Menurut Mursel terdapat 22 macam minat yang berguna bagi guru dalam memberikan pelajaran kepada siswa, di antaranya anak memiliki minat terhadap belajar dan guru berusah membangkitkan minat siswa tersebut dengan cara memilih dan menentukan bahan pengajaran sebagai key concept untuk mendapatkan perhatian siswa secara penuh.

B.   Faktor Motivasi
Motivasi adalah suatu proses untuk menggiatkan motif-motif menjadi perbuatan guna mencapai tujuan, atau keadaan dan kesiapan dalam diri seseorang yang mendorong tingkah lakunya untuk berbuat sesuatu dalam mencapai tujuan tertentu. Sedangkan motif adalah daya dalam diri seseorang yang mendoronya untuk melakukan sesuatu. Motivasi belajar dapat timbul dari dalam diri siswa (motivasi intrinsik) dan pengaruh dari luar dirinya (motivasi ekstrinsik).

C.   Faktor Latar atau Konteks
Belajar berdasarkan realita akan menarik, belajar dimulai dari yang sederhana dapat memotivasi dan belajar berdasarkan pengalaman dapat mengikutsertakan siswa di dalamnya. Dalam proses belajar mengajar, guru perlu mencari tahu pengetahuan, keterampilan dan sikap yang telah dimiliki oleh siswa sehingga tidak terjadi pengulangan materi karena akan menimbulkan kebosanan bagi siswa. Guru dituntut untuk mengembangkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang telah dimiliki oleh siswa tersebut.

D.   Faktor Perbedaan Individu
Pada hakekatnya, siswa adalah individu yang unik yang memiliki karakteristik berbeda-beda, baik kecerdasan, minat, bakat, sifat, kegemaran dan latar belakang, yang dapat mempengaruhi proses belajar mengajar. Mengingat adanya perbedaan tersebut, guru hendaknya menyadari dan memaklumi apabila ada siswa yang berhasil dengan baik, atau bahkan sebaliknya mengalami kesukaran memahami pelajaran.

E.    Faktor Sosialisasi
Sosialisasi atau proses hubungan sosial, pada masa anak-anak sedang tumbuh yang ditandai dengan keinginannya untuk selalu menjalin hubungan dengan teman-temannya. Upaya guru untuk menyalurkan kebutuhan anak akan hubungan sosial tersebut dapat dilakukan dengan belajar kelompok sehingga dapat mengembangkan potensi dan melatih anak menciptakan suasana kerja sama, proses pembentukan kepribadian, tumbuhnya kesadaran akan perbedaan di antar temannya yang dapat menumbuhkan solidaritas melalui saling membantu menyelesaikan tugas.

F.    Faktor Belajar Sambil Bermain
Bermain merupakan kebutuhan bagi anak yang sehat, karena bermain merupakan keaktifan yang menimbulkan kegembiraan dan menyenangkan. Proses belajar mengajar yang dilakukan dalam suasana bermain akan mendorong siswa aktif belajar dan pengetahuan, keterampilan, sikap dan daya fantasi anak akan berkembang.

G.   Faktor Belajar Sambil Bekerja
Faktor belajar sambil bekerja adalah aktivitas jasmaniah dan mental. John Dawey menggolongkan ke dalam lima kelompok, yaitu:
1.    Aktivitas visual (visual activities), seperti membaca, menulis, melakukan exsperimen, dan demonstrasi.
2.    Aktivitas lisan (oral activities), seperti bercerita, membaca sajak, tanya jawab dan diskusi.
3.    Aktivitas mendengarkan (listening activities), seperti mendengarkan penjelasan guru, mendengarkan ceramah dan pengarahan.
4.    Aktivitas gerak (motor activities) seperti simulasi, bermain peran, membuat peta atau tabel dan grafik.
5.    Aktivitas menulis (writing activities), seperti mengarang, membuat ringkasan dan membuat makalah.
Belajar sambil bekerja adalah kegiatan nyata yang dilakukan siswa untuk memperoleh pengalaman baru yang relatif mudah diingat dan tidak cepat lupa. Denga demikian, proses belajar mengajar yang melibatkan siswa dengan melakukan sesuatu akan memupuk rasa percaya diri, gembira, tidak membosankan, dan dapat melihat hasilnya.

H.   Faktor Inkuiri
Pada dasarnya siswa memiliki potensi berupa dorongan untuk mencari dan menemukan sendiri (sense of inquiry), baik fakta maupun data atau informasi yang kemudian akan dikembangkannya dalam bentuk cerita atau menyampaikannya kepada siswa lain, setelah melalui proses pemahaman. Berilah kesempatan kepada siswa untuk menemukan sendiri informasi yang ada kaitannya dengan materi pelajaran,

I.     Faktor Memecahkan Masalah
Setiap anak menyukai tantangan (sense of chalanger), demikian pula halnya dengan siswa dalam belajar. Belajar yang memiliki tantangan yang sesuai dengan tingkat kemampuan siswa akan mendorong mereka untuk belajar. Sebaliknya tantangan yang memberatkan akan mematahkan semangat dan membuat siswa tidak betah belajar. Dalam proses belajar mengajar tantangan tersebut dapat diciptakan oleh guru dengan mengajukan situasi bermasalah agar siswa peka terhadap masalah, misalnya masalah tantangan kemacetan lalu lintas atau polusi. Karena kepekaan terhadap masalah akan mendorong siswa untuk melihat masalah dan merumuskannya sesuai dengan tingkat kemampuannya.



***




         

Thursday, November 15, 2012

REFORMASI PENDIDIKAN AGAMA



Fenomena kenakalan remaja dan kekerasan yang marak sekarang ini membuat pendidikan Agama dan budi pekerti dilirik kembali. Tawuran pelajar yang merenggut nyawa memang sangat memiriskan, ditambah lagi dengan penyalahgunaan narkoba yang membikin orang tua semakin cemas. Sejatinya, para faunding father kita telah memahami bahwa pendidikan agama itu amat penting, terbukti sila Ketuhanan Yang Maha Esa diletak pada nomor satu. Hal itu berati para faunding father kita menginginkan bangsa Indonesia menjadi bangsa yang religius.

Jika dicermati secara kritis, kata demi kata, kalimat demi kalimat dan alinea demi alinea yang terdapat pada Pembukaan UUD-45, bangsa Indonesia sangat menjunjung tinggi nilai-nilai keagamaan, bahkan spirit keagamaanlah yang mendorong bangsa Indonesia berjuang, sampai akhirnya menyatakan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945. Berdasarkan itu secara yuridis tepatlah jika dikatakan bahwa Negara Republik Indonesia adalah negara agama yang berdasarkan Pancasila, atau paling tidak disebut negara Pancasila yang dijiwai agama [perhatikan dan cermati Pembukaan UUD-45, dan kaitkan terutama alinea ke-3 dan ke-4.].

Konsekuensi logisnya, dalam kaitannya dengan kepentingan Nasional cukup beralasan jika pendidikan agama, mendapat tempat yang penting dalam kurikulum pendidikan nasional, sehingga wajib diikuti oleh seluruh peserta didik, dari jenjang pendidikan yang paling rendah sampai perguruan tinggi. (Lihat; GBHN: 78;83;88;93;98;99, bab Agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa).

Atas pertimbangan itu tujuan pendidikan Agama tentunya menumbuh kembangkan nilai-nilai keagamaan sebagai landasan berpijak bangsa, dan menjadikannya pembangkit semangat dalam mempertahankan eksistensi kemerdekaan Indonesia dan mengisinya, sehingga tujuan nasional dapat tercapai. Mengingat telah terjadinya degradasi kewibawaan pendidikan Agama terutama di lembaga-lembaga pendidikan formal, maka dalam konteks pencapaian tujuan tersebut diperlukan reformasi melalui telaah kritis, baik yang menyangkut konsep dasar, tujuan dan materi; proses pembelajaran, dan evaluasi pendidikan Agama.

Berdasarkan pokok-pokok pikiran di atas, sangatlah aneh jika porsi mata pelajaran agama di sekolah-sekolah sangat sedikit. Maka wajarlah jika kenakalan remaja dan kenakalan orang tua marak di negeri ini. Coba saja perhatikan korupsi semakin membudaya, begitu juga dengan budaya kekerasan. Nah, mau kapan lagi? Segera reformasi pendidikan agama agar tujuan pendidikan nasional terwujud!

***

Sunday, November 11, 2012

BAKAT DAN KREATIVITAS ANAK

Masing-masing anak memiliki bakat sendiri. Agar pendidikan berhasil dengan baik, seorang pendidik harus mengenal bakat masing-masing anak, sebab dengan mengenal bakat tersebut seorang guru akan dapat menerapkan strategi pendidikan yang pas, sehinggga hasilnya menjadi maksimal.



Pandangan baru dalam pendidikan mengakui bahwa tiap-tiap orang dapat memiliki bakat lebih dari satu macam. Dengan demikian lingkungan pendidikan, sarana pendidikan, dan media pendidikan harus memberikan peluang yang cukup dan beraneka ragam untuk mengembangkan potensi atau bakat yang dimiliki oleh setiap anak. Kecuali itu guru atau pendidik pada umumnya juga dituntut untuk mendektesi anak sejak usia dini, peka, kreatif dan aktif memantau perkembangan anak.

Bakat yan dimiliki anak perlu dikembangkan dengan cara memberi lingkungan yang kondusif, memberi sarana dan prasarana yang diperlukan anak untuk berinovasi, mencoba dan melakukan kegiatan atas kemauan sendiri. Pendidikan memantau, melihat kegiatan yan dilakukan. Biarkan mereka berinovasi dan mencoba melakukan kegiatan-kegiatan yang menarik. Namun demikian kita tidak bisa melepaskan mereka begitu saja, karana anak-anak seusia mereka masih perlu pengawasan.

Thursday, November 8, 2012

PENDIDIKAN YANG MEMERDEKAKAN

Pendidikan berfungsi memanusiakan manusia, bersifat normatif, dan mesti dapat dipertanggungjawabkan. Karena itu, idealnya pendidikan tidak dilaksanakan secara sembarangan, melainkan seyogyanya dilaksanakan secara bijaksana. Pendidikan hendaknya merupakan yang betul-betul disadari, jelas landasannya, tepat arah dan tujuannya, efektif dan efisien pelaksanaannya.

Belajar tidak hanya sekedar mengingat. Bagi siswa untuk benar-benar mengerti dan dapat menerapkan ilmu pengetahuan, mereka harus belajar memecahkan masalah, menemukan sesuatu bagi dirinya sendiri, dan selalu bergaul dengan ide-ide. Tugas pendidikan tidak hanya menuangkan sejumlah informasi ke dalam benak siswa, tetapi mengusahakan bagaimana agar konsep-konsep penting dan sangat berguna tertanam kuat dalam benak siswa.

Pandangan terhadap sekolah sebagai alat transformasi pendidikan sudah mendapat banyak kritik, salah satunya adalah Freire. Dia mengatakan bahwa sekolah selama ini menjadi alat penjinakan, yang memanipulasi peserta didik agar mereka dapat diperalat untuk melayani kepentingan kelompok yang berkuasa. Demikian juga dengan Illich (1972), yang mengatakan bahwa sekolah semata-mata dijadikan alat legetimasi sekelompok elite sosial. Sekolah sebagai suatu lembaga pendidikan baru justru menggali jurang (gap) sosial. Sebagian orang yang mengenyam pendidikan formal membentuk kubu elite sosial (setelah ada legetimasi berupa ijazah, kepandaian dan kesempatan) dalam kehidupan bermasyarakat sering memegang peranan dan posisi kunci dalam menentukan kebijakan yang menyangkut hajat hidup orang banyak.

Pada abad ke 20 telah terjadi perubahan besar mengenai konsepsi pendidikan dan pengajaran. Perubahan tersebut membawa perubahan pula dalam cara belajar mengajar di sekolah. Dari cara-cara pengajaran lama di mana murid-murid harus diajar dengan diberikan pengetahuan sebanyak mungkin dalam berbagai mata pelajaran, berangsur-angsur beralih ke arah penyelenggaraan sekolah progresif, sekolah kerja, sekolah pembangunan dan sekolah yang menggunakan CBSA. Mula-mula, situasi pengajaran di sekolah lebih menonjolkan peranan guru dengan tujuan untuk penguasaan materi pelajaran yang direncanakan oleh guru. Murid-murid lebih bersifat pasif hanya tinggal menerima apa yang disuguhkan guru. Kurikulum sepenuhnya direncanakan dan di susun oleh guru atau sekolah tanpa melibatkan peserta didik. 

Bagaimana dengan kita, apakah kita telah siap melakukan reformasi menuju pendidikan yang memanusiakan manusia? Pendidikan yang tidak memanipulasi peserta didik agar dapat diperalat untuk memenuhi kepentingan kelompok tertentu!
Bacaaan:
Ihat Hatimah, dkk, Pembelajaran Berwawasan Kemasyarakatan, (Jakarta: Penerbit Universitas Terbuka, 2008), hal.

Wednesday, November 7, 2012

KAPAN PENDIDIKAN AL-QUR'AN UNTUK ANAK DILAKSANAKAN?

Al-Ghazali menyatakan,"Anak adalah amanah di tangan ibu-bapakanya. Hatinya masih suci ibarat permata yang mahal harganya. Apabila dia dibiasakan pada suatu yang baik dan dididik, niscaya ia akan tumbuh besar dengan sifat-sifat yang baik dan akan bahagia dunia akhirat. Sebaliknya, bila ia dibiasakan dengan tradisi-tradisi buruk, tidak diperdulikan seperti halnya hewan, niscaya ia akan hancur dan binasa."

Anak tak ubahnya selembar kertas putih. Apa yang pertama kali ditorehkan disana, maka itulah yang akan membentuk karakter dirinya. Bila yang pertama ditanamkan adalah warna agama dan keluhuran budi pekerti, maka akan terbentuk antibodi (zat kebal) awal pada anak akan berpengaruh negatif, seperti benci kesombongan, rajin ibadah, tidak membangkang kepada orang tua, dsb. Jika yang ditanamkan sebaliknya, maka yang akan muncul adalah antibodi terhadap pengaruh positif, seperti malas beribadah, malas belajar, gila pujian, angkuh, dsb.

Sebagai umat Islam yang yakin terhadap agamanya pasti meyakini bahwa Al-Qur'an merupakan satu pedoman hidup yang tidak bisa ditawar-tawar lagi. Sebagaimana firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 2, Al-Qur'an itu adalah pedoman hidup yang di dalamnya tidak ada keraguan dan merupakan petunjuk bagi orang-orang yang ingin bertakwa. Konsekuensinya, jika orang tua menginginkan anaknya menjadi insan-insan yang berkwa, harus ditanamkan kecintaan anak terhadap Al-Qur'an semenjak dini.

Kapankah seorang anak memiliki kesiapan untuk dididik Al-Qur'an? Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud, Rasulullah bersabda: "Suruhlah anak-anakmua menjalankan shalat di saat umur tujuh tahun, beri mereka pukulan (dalam rangka mendidik) bila meninggalkan shalat pada saat umur sepuluh tahun, dan pisahkan tempat-tempat tidur di antara mereka." (H.R. Abu Dawud)

Berdasarkan hadits tersebut idealnya anak menerima pendidikan Al-Qur'an secara formal pada usia 4-6 tahun. Mengapa usia itu dianggap ideal, sebab pada usia 7 tahun anak sudah diperintahkan untuk berlatih shalat, sedangkan dalam melakukan shalat seorang anak membutuhkan kelancaran bacaan-bacaan Al-Qur'an, minimal surat al-Fatihan dan surat-surat pendek, sisamping bacaan-bacaan doa.

Satu hal yang sangat penting adalah pelaksanaan pendidikan yang berkelanjutan. Pendidikan dimulai dengan pemberantasan buta huruf Al-Qur'an, agar seorang anak mampu melafalkan huruf-huruf Al-Qur'an dengan baik dan lancar. Kita patut mengapresiasi usaha sahabat-sahabat kita yang telah berjuang melakukan pemberantasan buta huruf Al-Qur'an dengan mendirikan TPA yang kini makin bertebaran. Namun, agar proses pendidikan umat Islam tidak berjalan ditempat, usaha tersebut perlu ditindaki dengan pemberantasan buta makna Al-Qur'an. Jika hal tersebut tidak dilakukan akan terjadi fenomena-fenomena seperti sekarang ini. Banyak orang membaca Al-Qur'an tidak tahu maknanya.

Seperti telah kita ketahui bersama bahwa Al-Qur'an itu adalah pedoman hidup bagi manusia yang meyakininya. Dengan pedoman tersebut seseorang akan menjalani kehidupannya, memecahkan segala permasalah yang dihadapinya, dan merupakan bahasa yang dipakai Allah untuk menyatakan kehendaknya bagaiman berperilaku hidup dengan baik dan benar. Tanpa memahami maknanya, bagimana mau menjadikannya sebagai pedoman?