Thursday, February 21, 2013

Cara Bersyukur Kepada Allah



Pada postingan yang lalu kita telah membicarakan bersyukur kepada Allah. Setelah membaca tulisan tersebut mungkin Anda bertanya di dalam hati, kenapa kita harus bersyukur kepada Allah? Apakah Allah membutuhkan syukur dari makhluk-makhluk-Nya? Sejatinya, Allah itu Maha Segala-galanya sehingga Dia tidak membutuhkan syukur dari makhluknya, sehingga manfaat syukur itu sebenarnya kembali pada orang yang bersyukur. Seperti firman Allah pada surat (An-Naml [27]: 40).

Dan barangsiapa yang bersyukur, maka sesungguhnya dia bersyukur untuk (kebaikan) dirinya sendiri, dan barangsiapa yang kufur (tidak bersyukur), maka sesungguhnya Tuhanku Mahakaya (tidak membutuhkan sesuatu) lagi Mahamulia.

Barangsiapa yang mau bersyukur kepada Allah maka Dia akan menambahkan nikmat-Nya, sebaliknya mereka yang kufur (tidak mau bersyukur) maka akan mendapatkan siksaan yang pedih.

Jika kamu bersyukur pasti akan kutambah [nikmat-Ku] untukmu, dan bila kamu kufur, maka sesungguhnya siksaku amat pedih.


 Orang-orang yang bersyukur jiwanya akan selalu bermuraqabah (mendekatkan diri) kepada-Nya dalam mendayagunakan kenikmatan-kenikmatan yang diperolehnya, dengan tidak disertai pengingkaran terhadap nikmat-nikmat tersebut, perasaan menang dan unggul atas makhluk lain, penyalahgunaan nikmat yang diperolehnya untuk melakukan kekejian, kejahatan, tindakan kotor, dan pengrusakan. Akhirnya, prinsip-prinsip tersebut diatas akan menjadikan jiwa kita bersih, mendorong jiwa kita untuk berbuat amal saleh dan mendayagunakan kenikmatan-kenikmatan yang diperolehnya secara baik sehingga mampu menumbuhkembangkan kenikmatan-kenikmatan yang diperolehnya. Menjadikan orang lain senang dengan jiwa yang bersih dan cemerlang tersebut. Memperbaiki dan memperlancar berbagai bentuk interaksi sosial dalam masyarakat sehingga harta benda dan kekayaan di dalamnya dapat tumbuh dan berkembang dengan aman.

Bagaimanakah Cara Bersyukur?

Seperti halnya keimanan seseorang yang terdiri dari tiga hal, yaitu hati, ucapan dan laku perbuatan. Demikian pula halnya bersyukur kita kepada Allah. Tiga komponen tersebut tidak dapat dipisah-pisahkan dan harus menyatu dalam laku perbuatan orang-orang yang bersyukur.

Syukur dengan hati

Syukur dengan hati dilakukan dengan menyadari sepenuhnya bahwa nikmat yang diperoleh adalah semata-mata angerah dan kemurahan Allah. Syukur dengan hati mengantarkan manusia untuk menerima anugerah dengan penuh kerelaan tanpa menggerutu dan keberatan betapapun kecilnya kenikmatan tersebut. Syukur ini juga mengharuskan yang bersyukur menyadari betapa besar kemurahan dan kasih sayang Allah sehingga terlontar dari lidahnya pujian kepada-Nya.

Syukur dengan lidah

Syukur dengan lidah adalah mengakui dengan ucapan bahwa sumber nikmat adalah Allah sambil memuji-Nya. Kita telah diajarkan untuk mengucapkan Al-hamdulillah jika kita mendapatkan kenikmatan-kenikmatan dari Allah. Dan kita harus menyadari bahwa segala puji itu hanya milik Allah dan tidak ada sekutu bagi-Nya. Ketika kita memuji seseorang karena kebaikan atau kecantikan / ketampanannya , maka pujian tersebut pada akhirnya harus dikembalikan kepada Allah SWT.

Syukur dengan perbuatan

Hidup ini bukan hanya teori-teori tanpa diwujudkan dalam kenyataan, hidup ini bukan hanya omongan atau cukup diwacanakan saja, tetapi butuh diwujudkan dalam kenyataan jika seseorang ingin meraih impiannya. Rasa syukurpun tidak cukup di dalam hati saja, atau dalam bentuk ucapan saja, tetapi harus diwujudkan dalam kenyataan. Apa yang harus diwujudkan?

Seperti telah dikita bicarakan pada postingan pengertian syukur, pada hakekatnya bentuk rasa syukur adalah mendayagunakan kenikmatan yang diberikan oleh Allah untuk mendapatkan keridhaan-Nya. Apa keridhaan Allah itu? Kehidupan yang diridhai oleh Allah adalah kehidupan yang berpedoman pada Al-Qur’an seperti yang telah dicontohkan oleh Rasulullah. Inilah hakekat syukur yang sebenarnya. Manusia itu terlahir dari perut ibu mereka, dibekali dengan hati, pikiran, pendengaran dan penglihatan pada hakekatnya hanyalah untuk bersyukur kepada Allah. Dan semua kenikmatan yang tidak terhingga yang telah kita terima ini sesungguhnya harus kita pergunakan untuk bersyukur kepada Allah. Jika kita dapat melakukan itu, insya Allah, kenikmatan yang kita peroleh akan semakin bertambah dan kita akan lepas dari adzab Allah! Wallahu a’lam bishowab!

Sunday, February 17, 2013

Bersyukur Kepada Allah


Dalam Kamus Bahasa Indonesia syukur diartikan  rasa terimakasih kepada Allah, dan bersyukur adalah berterima kasih; mengucapkan syukur. Kata syukur sebenarnya merupakan kata serapan dari bahasa Arab. Seperti biasanya kata serapan, setelah menjadi bahasa Indonesia kemudian mengalami perkembangan makna. Dari kata syukur, kemudian lahirlah syukuran yang diwujudkan dengan mengadakan selamatan untuk bersyukur kepada Tuhan (karena mendapat rezeki nomplok, terhindar dari musibah, sembuh dari penyakit, dsb). Dalam masyarakat Jawa syukuran biasanya dilakukan dengan tumpengan atau mengadakan kenduri satu RT atau RW untuk berterima kasih kepada Tuhan atas nikmat yang telah dikaruniakan. Adalagi yang membagi-bagikan hadiah untuk mensyukuri nikmat yang telah diperolehnya.


Membagi-bagikan hadiah bukan perbuatan tercela, bahkan merupakan perwujudan dari rasa berbagi kita kepada orang lain. Tetapi, apakah hanya dengan membagi-bagi hadiah, kenduri seperti itu rasa syukur kita kepada Allah sudah cukup? Jika kita mendapatkan bantuan hibah, misalnya, dari pemerintah berujud uang untuk peningkatan ekonomi, bagaimana ujud terima kasih kita? Mengucapkan terima kasih sudahlah pasti, tetapi yang lebih penting dari itu adalah menggunakan uang tersebut sesuai kehendak yang membantu. Bagaimana dengan rasa syukur kita kepada Allah? Seperti telah kita ketahui bahwa Allah telah memberi banyak kenikmatan bagi kita, bahkan manusia tidak akan mampu jika disuruh menghitung kenikmatan yang telah diperintahkan oleh Allah. Sebagai bentuk rasa syukur kita atas kenikmatan itu adalah menggunakan segala kenikmatan itu untuk berlaku karya sesuai dengan yang diperintahkan Allah. Untuk mengetahui dan memahami kehendak Allah kita harus memahi kitab yang telah diturunkan oleh Allah untuk manusia. Nah, kira-kira begitulah kesimpulannya!

Bersyukur kepada Allah adalah kewajiban mutlak bagi manusia. Disamping membawa dan menambah nikmat serta karunia kepada umat manusia juga akan menjauhkan mereka dari musibah, serta melindungi mereka dari siksa-Nya. Dalam surat Ibrahim ayat 7 Allah berfirman:

“Sesungguhnya kika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah nikmat kepadamu. Dan jika kamu mengingkari nikmat-Ku, maka sesungguhnya adzab-Ku sangat pedih.”

Syukur kepada Allah selain dengan ucapan dan kata-kata, hendaklah dinyatakan dan direalisasikan dalam bentuk amalan nyata, serta diwujudakan dalam pola hidup keseharian. Selain penyataan syukur kepada Allah, sebagai seorang muslim harus dapat menggunakan serta memanfaatkan nikmat dan karunia Allah yang disyukuri untuk meraih keridhaan-Nya, sebagai sarana untuk meraih kemanfaatan diri sendiri dan kemaslahatan umat secara keseluruhan.

Kesehatan, kekayaan, pangkat, atau kedudukan, semuanya merupakan nikmat dan karunia Allah yang apabila tidak dimanfaatkan untuk melakukan amal kebajikan yang berguna bagi diri sendiri maupun bagi sesama manusia, baik di dunia maupun di akherat maka akan sia-sia. Karena itu, harus dimanfaatkan sebaik-baiknya, dijadikan sarana untuk menempuh jalan keridhaan-Nya, serta digunakan untuk menciptakan kemaslahatan umat, hingga kesejahteraan dan kebahagiaan hakiki dapat diraih secara sempurna.


Wednesday, February 13, 2013

Tawakal Kepada Allah

Pada postingan yang lalu kita telah membahas masalah tawakal, yaitu sifat mulia yang dimiliki oleh orang-orang yang beriman. Seperti telah kita bicarakan pada postingan yang lalu, tawakal kepada Allah adalah berserah diri dan berpegang teguh kepada-Nya. Inilah inti dari tawakal. Tetapi sikap berserah diri kadang-kadang disalah artikan sebagai pasrah, tidak melakukan usaha apapun untuk mencapai tujuannya, mengharapkan apa yang diimpikan jatuh dari langit. Kalau kita bersikap seperti itu, berarti kita tidak bertawakal. Sikap yang benar adalah, kita berusaha dengan sungguh-sungguh terlebih dahulu, dan kemudian hasilnya kita serahkan kepada Allah!


Ada lagi yang perlu kita perhatikan, yaitu satu pertanyaan yang harus kita jawab dengan jujur? Sudahkah kita benar-benar bertawakal kepada Allah? Jangan-jangan kita berserah diri dengan hawa nafsu kita? Mungkin Anda menganggap berserah diri kepada Allah adalah tidak melakukan apa-apa, kecuali berdoa dengan ucapan-ucapan permohonan kepada Allah agar apa yang kita kehendaki dikabulkan-Nya, atau kita melakukan amalan-amalan tertentu tetapi tidak berusaha dengan sungguh-sungguh untuk mewujudkan mimpi kita. Ini namanya tidak berserah diri kepada Allah. Atau, kalau dikatakan berserah diri, itu namanya bukan berserah diri kepada Allah. Mungkin ada seorang pejabat ingin kaya tetapi tidak lewat jalan yang benar, misalnya dengan cara korupsi, menyalahgunakan jabatan dan wewenangnya, kemudian dia berserah diri kepada Allah. Kalau ini bukan tawakal lagi namanya, tetapi dagelan, bahkan boleh dikatakan menghina Allah! Berserah diri  kepada Allah berarti mengikuti ajaran-ajaran-Nya, yaitu berpegang teguh dengan Al-Qur’an seperti yang telah dicontohkan oleh Rasulullah. Bukan menurut kemauannya sendiri! Seperti yang sering kita dengar dari para dai dan kyai, Allah itu melalaui Rasulnya menurunkan kitab yang di dalamnya tidak ada keraguan, dan menjadi petunjuk bagi orang-orang yang bertakwa. Dengan al-Qur’an Allah menyampaikan maksud atau tujuannya. Apakah kemauan Allah tentang kehidupan ini, hanya dapat diketahui melalui al-qur’an. Tanpa memahami al-Qur’an, kemauan dan harapan Allah tidak mungkin diketahui oleh manusia. 

Menurut pandangan dan penilaian al-Qur’an, manusia itu terlahir tidak memiliki ilmu apa-apa. Oleh Allah mereka dibekali hati, pendengaran, penglihatan sebagai alat deteksi untuk memahami ilmu. Boleh dikatakan manusia itu tidak mampu mencipta tetapi hanya menyusun dari yang sudah ada. (baca surat An-Nahl ayat 78). 

Al-Qur’an adalah sebuah kitab yang memuat nilai-nilai kehidupan untuk manusia, baik bagi manusia yang ingin membangun  kehidupan yang dicontohkan [secara paripurna] oleh Rasulullah [sebagai pengemban misi suci] maupun para Syaithon dan antek-anteknya [sebagai pengemban misi kebathilan]. Manusia diberi hak memilih mau beriman atau kafir! Di dalam kitab itupun dilukiskan perjuangan mereka dalam menegakkan dan mempertahankan nilai-nilai kehidupan yang mereka cintai. Kita dapat meneladani sepakterjang mereka melalui sejarah para rasul sebagai model kehidupan Nur atau sejarah hidup para penentangnya sebagai model kehidupan dzulumat , semua terlukis di dalam al-Qur’an Dan masing-masing akan mendapatkan kepastian kehidupan sesuai dengan nilai pilihan mereka

Nah, seharusnya, ketika kita bertawakal kepada Allah menyandarkan diri kita kepada Allah dengan ajarannya, yaitu Al-Qur’an yang memuat nilai-nilai kehidupan, baik yang Nur maupun yang bathil.  Al-Qur’an sebagai petunjuk dari Allah, adalah merupakan sajian [hidangan]. Isinya adalah nilai-nilai kehidupan  yang Nur [yang diperagakan oleh para Rasul beserta para pendukungnya] dan nilai-nilai bathil [yang diperagakan oleh para Syaithon dan antek-anteknya].  Jika Anda ingin bertawakal kepada Allah, maka sandarkanlah diri Anda dnegan ajaran Allah yang dibawa oleh para Rasul. Sebaliknya, jika ingin berserah diri kepada para syaithon maka sandarkanlah diri Anda pada ajaran-ajaran Syaithon dan antek-anteknya yang menjadi perusak kehidupan ini.

Ya Allah! Jadikanlah diri kami, keluarga kami, sahabat-sahabat kami dan bangsa kami menjadi orang-orang yang bertawakal kepada-Mu! Sehingga tidak ada lagi pejabat yang korupsi, sehinggi negeri ini benar-benar menjadi negeri yang gemah ripah log ji nawi tata titi tentrem karta raharja! Amiin!

               




Tuesday, February 12, 2013

Pengertian Tawakal



Kata tawakal sering kita dengar dalam pembicaraan sehari-hari. Jika orang tertimpa oleh musibah biasanya orang-orang akan menasehati agar bertawakal kepada Allah. Nasehat itu tidak salah dan benar-benar akan melepaskaan orang dari penderitaan batin jika orang yang tertimpa  musibah itu benar-benar bertawakal kepada Allah.

Bertawakal kepada Allah adalah kunci kesuksesan dalam mengarungi kehidupan ini, “Dan barangsiapa bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan keperluannya.” Demikianlah firman Allah dalam surat Thalaq ayat tiga.
Tawakal kepada Allah adalah berserah diri dan berpegang teguh kepada ajaran-Nya. Menyampaikan segala perkara serta memohon pertolongan dalam setiap keadaan kepada-Nya. Berkeyakinan bahwa apa yang telah ditentukan-Nya pasti berjalan. Al-Qur’an telah mengajarkan bagaimana seharusnya kitanbertawakal kepada Allah. Katakanlah : “Sesungguhnya shalatku dan ibadahku, hidupku dan matiku, hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam, yang tidak ada sekutu bagi-Nya. Dan demikianlah yang diperintahkan kepadaku, dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri kepada Allah. (QS. Al-An’am 162 – 163).
Seperti telah kita ketahui bersama bahwa dalam mengarungi kehidupan ini manusia selalu bergumul dengan kehidupan yang serba menakutkan. Kejahatan berkeliaran di mana-mana, korupsi semakin menjamur sehingaa sulit mencari nafkah, tawuran pelajar, ditambah lagi serbuan budaya asing negatif melalui media elektronik yang tidak terbendung lagi. Hal tersebut tentu saja membuat hati kita merasa pedih dan cemas. Kehidupan ini tidak selalu manis. Kita tidak akan mampu berdiri tegak dalam perputaran kehidupan ini secara sempurna, kecuali jika kita memiliki ketenangan jiwa dan ketabahan hati. Jalan untuk mendapatkan itu semua adalah dengan berserah diri kepada Allah, dan berbaik sangka kepada-Nya.
Berdasarkan pokok-pokok pikiran di atas, dapat dimengerti dan dipahami bahwa tawakal kepada Allah merupakan kebutuhan pasti bagi setiap manusia. Ilmuwan dan pekerja, laki-laki dan perempuan, hakim dan yang diadili, besar dan kecil, semuanya membutuhkan belaian tangan  kuat, lagi mesra, yang dapat memberikan pertolongan bilamana ditimpa penderitaan hidup. Dan yang dapat menyembuhkan dan menyapu penyakit mereka ketika sewaktu-waktu datang menyergap.

Friday, February 8, 2013

Pemimpin Bergitar



Sejak kecil penulis sudah mendengar istilah Satrio Piningit. Konon, katanya Satrio tersebut ditunggu oleh orang-orang, teruma orang Jawa yang akrab dengan ramalan tersebut. Kenapa mereka menunggu-nunggu Ksatria tersebut? Menurut cerita yang beredear, konon katanya Ksatria tersebut akan mampu mengatasi berbagai krisis bangsa kita. Bahkan akan mampu menaikkan derajat dan martabat bangsa kita di mata dunia.


Terlepas cerita itu benar atau salah, saya kira setiap orang pasti merindukan kehadirannya jika satrio piningit benar-benar ada. Siapa sih yang tidak senang jika bangsa kita menjadi bangsa yang besar, di seganai oleh bangsa lain, mampu memakmurkan seluruh rakyat? Hanya orang gila yang tidak suka itu?


Kita sudah lama terpuruk. Tiga setengah abad dijajah oleh Belanda, kemudian dilanjutkan oleh Jepang. Setelah proklamasipun kita masih disibukan oleh perang  saudara yang melelahkan dan memakan banyak korban (G 30 SPKI). Gonjang-ganjing politik yang menyusahkan rakyat kecil, ditambah lagi dengan kejahatan-kejahatan yang marak dilakukan akibat patologi sosial. Korupsipun belum hengkang dari negeri ini. Padahal telah dibentuk lembaga-lembaga pemberantas korupsi yang sangat diharapkan perannya dalam menangi masalah korupsi di negeri ini.


Berita yang menyedihkan silih berganti menghiasi media kita. Kabar terakhir beberapa pejabat politik terjerat korupsi, artis terjerat narkoba, tawuran pelajar yang memakan korban, peristiwa lampung berdarah, dsb. Peristiwa tersebut paling tidak menggambarkan bahwa negeri kita belum mampu mewujud cita-cita bangsa yang telah di tetapkan dalam pemukaan UUD 45. Tetapi, apapun yang terjadi di negeri ini, sebagai warga negara yang baik kita tidak boleh putus asa! Semua bangsa pernah mengalami sejarah kelam, tetapi bangsa yang besar tidak pernah putus asa dengan masalah-masalah yang menimpa mereka, kesabaran yang mereka miliki akan mampu mengantar mereka pada impian mereka. Sabar bukan berarti bersikap pasif, tetapi kesabaran adalah sikap teguh bertahan dalam menghadapi segala tantangan. Ibaratnya seperti orang yang mengendarai mobil, kita kadang-kadang perlu ngerem, tetapi jika diperlukan kita juga harus tancap gas!


Dalam kondisi seperti ini, tidak mengherankan jika orang merindukan kehadiran satrio piningit. Masing-masing bangsa mempunyai pahlawannya sendiri. Istilah Satrio Piningit telah dikenal sejak dulu, entah itu benar atau tidak, yang jelas sampai saat ini belum muncul ke permukaan. Yang muncul justru Satria Bergitar bang haji Rhoma Irama yang diisukan bakal meramaikan bursa calon presiden pada tahun 2014. Banyak yang mencibir, tetapi banyak juga yang mendukung kiprahnya di dunia politik. Banyak pula yang mempertanyakan apakah mampu dia menjadi presiden?



Pertanyaan itu sebenarnya tidak mudah dijawab, karena sampai saat ini sosok-sosok yang bergelut di dunia politik juga belum menampakkan hasilnya secara signifikan. Kadang-kadang kita tertipu dengan janji-janji manis ketika kampanye, karena banyak janji-janji mereka yang belum ditepati. Menurut pendapat penulis, figur apapun, jika niat mereka melenceng dapat dipastikan mereka akan gagal mengantarkan bangsa ini ke pantai cita-cita. Dimaksud dengan niat melenceng adalah niat mereka dalam mencalonkan diri menjadi presiden tidak tulus ikhlas untuk mengabdi kepada nusa dan bangsa, meskipun ketika sumpah jabatan mereka menyatakan diri akan mengabdi kepada nusa dan bangsa. Kalau kita tukikkan lebih dalam lagi, pengabdian yang sesungguhnya pada hakekatnya hanyalah kepada Tuhan Yang Maha Esa!


Sebanarnya orang lain, bukan hanya bang haji, sah-sah saja mencalonkan diri menjadi presiden. Yang terpenting mereka harus berniat tulus ikhlas untuk mengabdi kepada bangsa, tentu saja berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa! Tetapi kita juga harus tahu diri bahwa menjadi presiden itu memerlukan biaya yang banyak selain ketenaran.


Bagaimana dengan Satria Bergitar? Untuk masalah biaya dia dapat bekerjasama dengan orang-orang berduit, atau barangkali ada lembaga atau tokoh-tokoh berduit yang meminangnya. Dan, bagamaina dengan ketenaran? Untuk masalah ketenaran saya kira Bang Haji lebih unggul dari calon-calon yang lain. Siapa yang tidak tahu fansnya banyak! Banyak pecinta dangdut di negeri ini. Sebelum saya kenal dengan SBY, ABR, Surya Paloh, Megawati, Machfud MD, Jokowi, saya sudah terlebih dahulu mengenal lagu penasaran dan begadangnya bang haji. Pada waktu itu sosok-sosok tersebut masih asing.


Jadi, kita tidak usah menyepelekan orang lain, siapapun itu orangnya. Mari sama-sama kita sukseskan PEMILU 2014 nanti. Jangan lupa mulai saat ini Anda harus merenungkan, siapa sesungguhnya calon presiden yang baik itu, agar pada tahun 2014 nanti Anda tidak salah pilih! Merdeka!