BERCERMIN PADA KARAKTER BAYI
Kita sering mendengar julukan
anak jadah yang dialamatkan pada bayi-bayi yang lahir diluar pernikahan.
Benarkah mereka itu terlahir dalam keadaan berdosa akibat perbuatan orang
tuanya? Tidakkah yang jadah itu adalah orang tuanya? Padahal, menurut pandangan
dan penilaian Al Quran bayi itu lahir dalam kondisi tidak tahu apa-apa.
dan Allah mengeluarkan kamu dari
perut ibumu dalam Keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu
pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur (Nahl : 78).
Pada ayat di atas jelas dikatakan
bawah anak yang lahir ke dunia ini dalam kondisi tidak tahu apa-apa mereka
dibekali oleh allah pendengaran, penglihatan dan hati agar mereka mau
bersyukur.
Jadi tidak ada alasan untuk mengatakan
bahwa bayi itu memiliki dosa turunan. Bahkan kita sering mendengar pada hari
raya, orang-orang yang benar-benar melakukan shaum ramadhan nantinya akan
kembali fitrah seperti jabang bayi yang lahir dari perut ibunya. Tentu saja hal
itu hanyalah satu metafor yang dapat kita gali hubungan persamaannya untuk kita
jadikan cermin bagi kehidupan kita. Kalau kita analisis secara filosofis, menurut
K.H. Anwar Sanusi dalam bukunya yang berjudul Jalan Kebahagiaan, paling tidak
karakter bayi itu ada lima.
1. Bayi tidak Pernah Sombong
Dosa yang sangat dimurkai oleh Allah
adalah syirik, sedang akhlak yang sangat dibenci oleh Rasul adalah sombong.
Orang mukmin tidak boleh sombong dalam kehidupan. Sombong karena kekayaan, sombong
karena ilmu yang tinggi, sombong karena kekuasaan, sombong karena popularitas. Seluruh bentuk
kesombongan tersebut dicela oleh agama. Rasulullah ketika menceritakan kisah
Fir’aun kepada para sahabatnya, beliau tutup dengan sebuah hadits,
“Tidak akan masuk dalam surga,
orang-orang yang bertakhta penyakit sombong dalam hatinya, walaupun
kesombongannya hanya sebesar biji sawi.”
2. Bayi tidak Pernah Dengki
Dengki adalah penyakit tidak suka
melihat orang lain mendapat nikmat. Hidupnya hanya menghitung-hitung kelebihan
dan kebahagiaan orang lain. Oleh karena itu, Allah memberi tuntunan bagaimana
cara kita berinteraksi terhadap sesama kita dalam firman-Nya,
“Hai orang-orang yang beriman,
jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagaian prasangka itu adalah
dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah
sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain. Sukakah salah seorang di antara
kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati. Maka tentulah kamu merasa jijik
kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima tobat
lagi Maha Penyayang.” (Al-Hujurat: 12).
Dalam ayat ini, Allah memberi tuntunan
kepada kita tentang bagaimana cara memproteksi persatuan dan kesatuan. Seluruh
sikap yang mengantarkan kepada perpecahan dicela oleh agama.Disebutkan ada tiga
sikap anatara lain:
-
Menjauhi Sikap Buruk Sangka (Negative Thinking)
Berapa banyak saudara berpisah
dengan saudara justru berawal dari sikap ini. Sebuah masalah yang terkadang
belum terlihat ujung pangkalnya, selalu kita tebarkan tuduhan yang tidak
proporsional. Betapa jeleknya sifat ini, sehingga Rasullah dalam sebuah
haditsnya mengatakan, “Jika orang memiliki watak ini, seluruh nilai kebaikannya
akan hancur seper api memakan kayu bakar.”
-
Jangan Menceritakan Kesalahan Orang Lain
Saat ini kita belum mengalami
banjir sebesar banjirnya Nani Nuh, tapi banjir yang dihadapi sekarang adalah
banjir fitnah, banjir dengki, banjir dekadensi moral, banjir kemaksiatan, dll.
Untuk apa kita menyibukkan diri dengan menjelekkan orang lain, sedangkan
kejelekan sendiri di pelupuk mata, kita pura-pura tidak melihatnya.
Bisakah kita menyediakan sebagian
dari bilik hati ini untuk menyadari bahwa yang bersalah bukan hanya dia, tetapi
juga kita. Sanggupkah kita (jangan sebagian) setitik saja bilik hati ini untuk
merenungkan bahwa yang berdosa bukan hanya mereka, tetapi juga kita. Untuk
kemudian kita lebih arif dan bijaksana dalam menilai sesama kita. Bukan dengan
cara-cara yang tengah kita kembangkan, baik dalam kehidupan kita sebagai umat
maupun sebagai bangsa.
-
Jangan Saling Menggunjing Sesama Kita
Rasulullah suatu hari bertemu dengan
dua orang sahabat yang tengah menggunjing temannya. Beliau bertanya,”Kenapa
kamu gunjingkan sesama kamu?”Salah seorang sahabatnya berkata,”Yang kami
gunjingkan ini adalah kenyataan.” Rasulullah menjawab,”Ini namanya menggunjing,
sebab kalau yang digunjingkan itu salah, namanya adalah bahtan (kebohongan
besar).”
Yang menjadi pertanyaan adalah,”Mengapa
Allah melarang ketiga sifat tersebut?”Allah menjawab dengan pertanyaan
retorika. “Apakah kamu senang memakan daging bangkai saudaramu yang telah mati?”
Artinya, kalau kita melaksanakan
tiga sifat ini, sama dengan memakan daging bangkai saudara kita sendiri.
Menepuk air di dulang terpercik muka sendiri. Efeknya akan kembali kepada kita
sebagi umat. Ukhuwah tidak tumbuh, persaudaraan tidak akan terbangun, umat
menjadi lemah. Dalam kondisi seperti ini, kita tidak bisa menelurkan prestasi
yang signifikan, sementara umat yang lain sudah jauh meninggalkan kita.
3. Bayi Tidak Pernah Dendam
Sikap ini lahir dari keinginan diri
untuk tidak mau memaafkan kesalahan orang lain. Cahaya Ilahi tidak akan
terpantul dari hati dengan penuh dendam. Cahaya Rabbani tidak akan terpantul
dari hati yang penuh dengan dendam kesumat. Cahaya Ilahi, Nur Rabbani hanya bisa
terpantul dari hati yang penuh keikhlasan.
4. Bayi Selalu Ikhlas
Seorang yang mau berbuat hanya
untuk mencari keridhaan Allah. Terjemahan dalam kehidupan kita sebagai bangsa
adalah keinginan untuk mau berbuat untuk dan atas nama bangsa dan agama yang
mulia ini. Dia tidak mengharapkan pujian dan sanjungan, yang diharapkan adalah
keridhaan Allah semata-mata. Seluruh pengorbanan yang dipersembahkan kepada
bangsa akan mendapatkan apresiasi yang setimpal dari Allah. Kalaupun mati, akan
mati syahid. Kita saksikan darah rakyat
dan sebagian prajurit TNI menggenang di bumi Serambi Mekah, di Papua, di Ambon,
dan di tempat-tempat lain. Kita doakan agar mendapat pahala syahid di sisi-Nya.
5. Bayi Tidak Pernah Serakah
Sikap ini lahir karena adanya
keengganan diri untuk mensyukuri seluruh yang diberikan Allah. Secara jujur
kita harus akui bahwa yang tengah terpuruk ekonomi dan politiknya ini
disebabkan oleh penyakit serakah.
Kalau kelima karakter bayi ini kita
amalkan, persatuan dan kesatuan bangsa akan terwujud. Kitapun akan menggulirkan
seluruh agenda reformasi dengan sebaik-baiknya.
Semoga Allah memberikan kekuatan
iman dan Islam kepada kita agar kita bersama dapat mengawal bangsa ini untuk
merasakan secara sungguh-sungguh keadilan dalam kemakmuran dan kemakmuran dalam
keadilan di bawah naungan ridha Allah swt. Amiin!