Thursday, December 11, 2014

CERMIN KELUARGA


Ada yang mengatakan bahwa lakukarya kita di dalam menapaki kehidupan ini merupakan cermin dari keluarga kita. Dengan alasan, keluarga adalah dasar pembentukan kepribadian kita. Saya kira kita sulit menolak pendapat ini, meskipun sejatinya banyak faktor lain yang mempengaruhi pandangan dan sikap hidup seseorang. Namun demikian, siapa sih yang menyangkal bahwa keluarga merupakan lembaga pendidikan yang pertama dan utama dalam masyarakat? Saya kira hal tersebut tidak berlebihan, karena di keluargalah kita dilahirkan, berkembang menjadi dewasa sehingga sangat mungkin bentuk dan cara pendidikan di dalam keluarga akan sangat berpengaruh terhadap tumbuh dan berkembangnya watak kita, budi pekerti dan kepribadian tiap-tiap manusia. Boleh dikatakan tugas dan tanggung jawab orang tua dalam keluarga terhadap pendidikan anak-anaknya lebih bersifat pembentukan watak dan budi pekerti, latihan keterampilan dan pendidikan kesosialan.



Dalam pandangan Islam, pembentukan kepribadian dan sosial anak memerlukan waktu dan tahapan yang relatif panjang, dimulai sejak dalam kandungan. Pembentukan kepribadian berkait erat dengan pembinaan iman dan akhlak. Para ahli psikologi secara umum berpendapat bahwa kepribadian adalah suatu mekanisme yang mengendalikan dan mengarahkan sikap dan perilaku seseorang.



Apabila kepribadian anak kuat dan memiliki sikap tegas, tidak akan mudah terpengaruh faktor-faktor negatif yang datang dari luar, serta ia memilik tanggungjawab penuh terhadap ucapan dan perbuatannya. Sebaliknya, apabila kepribadian seorang anak lemah, dia akan mudah terkontaminasi berbagai faktor negatif.


Apabila norma agama banyak berperan di dalam pembentukan kepribadian anak, tingkah lakunya tentu saja sesuai dengan norma-norma agama. Di sinilah pentingnya pengalaman dan pendidikan agama pada masa-masa pertumbuhan dan perkembangan kepribadian seorang anak.

“Hai anakku, sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasinya). Sesungguhnya Allah Mahahalus lagi Maha Mengetahui.” (Luqman:16).

Demikianlah pendidikan Luqman terhadap anaknya yang patut kita contoh, mulai dari penampilan pribadi Luqman yang beriman, beramal saleh, besyukur kepada Allah, dan bijaksana dalam segala hal. Luqman juga menanamkan secara khusus kesadaran dan pengawasan Allah, sebagaimana tersirat dalam firman-Nya tersebut di atas.




Monday, November 17, 2014

Tari Badui pada Karnaval Budaya Selendang Sutera


Paguyuban Seni Tari Badui Sabilul Muslimin, yang beralamatkan di Nglengis Banyurejo Tempel Sleman ikut menyemarakkan Karnaval Budaya Selendang Sutera yang digelar pada tanggal 9 Nopember 2014. Karnaval tersebut dimulai dari kepatihan dan finish di Puropakualaman Yogyakarta.



Para penari Badui tengah bersiap-siap melakukan pawai. Meskipun sinar matahari menyengat tubuh mereka, semangat tetap menyala-nyala. Para penontonpun tidak mau kalah. Mereka sangat antusias menyaksikan Karnaval Budaya Selendang Sutera. Maklumlah, setelah mereka besitegang dalam pemilihan presiden, dan kecemasan mendengar kabar BBM mau naik, mereka menghibur diri untuk menentramkan hati. Mudah-mudahan mereka benar-benar  terhibur sehingga dapat sejenak melupakan kepenatan hidup mereka.



Mobil yang berisi para pemusik berserta pembowo (vokalis) semangat mereka tidak kalah dengan para penari. Untuk mencapai penampilan terbaik memang dibutuhkan kekompakan. Inilah kesenian, apapun macamnya, butuh keserasian dan keindahan.



Inilah kiprah para penari badui pada karnaval budaya selendang sutera. Tarian mereka energik, memadukan antara kekompakan dan kekuatan. Karena sejatinya Tari Badui adalah tarian rakyat yang menggambarkan suatu adegan peperangan atau serombongan prajurit yang sedang melakukan suatu latihan perang. Jika dilihat dari cara penyampaian tarian ini, tarian ini termasuk tarian kelompok berpasangan.

Komposisi yang digunakan berbentuk barisan, bisa dalam bentuk 2 barisan, ataupun dengan bentuk barisan melingkar berhadapan. Fungsi dari kesenian ini di samping sebagai alat dakwah agama Islam juga merupakan tontonan yang eksotik bagi masyarakat. Kesenian ini pun bisa menarik perhatian para wisatawan yang datang, karena tarian ini begitu menarik.


Seni tari Badui hingga kini masih hidup di tengah masayarakat di daerah kabupaten Sleman yang kebanyakan berasal dari daerah Kedu, sedang di daerah Kedu sendiri juga merupakan kesenian rakyat yang semula dibawa oleh seseorang dari tanah Arab". Seni tari badui saat ini masih eksis di dusun Nglengis, Banyurejo, Tempel, Sleman. 


Seni Badui yang sekarang ini telah banyak mengalami perkembangan terutama di dalam lagu dan syairnya". Jumlah para pendukung pementasan kesenian Badui tidak tentu, Biasanya sekitar 40 orang dengan perincian 10 orang sebagai pemegang instrumen musik dan vokalis, sedangkan yang 30 orang sebagai penarinya.


Instrumen yang dipergunakan adalah genderang (tambur) satu buah, terbang genjreng 3 buah dan satu jedor. Kadang-kadang ditambah sebuah peluit yang berfungsi untuk memberi aba-aba akan dimulainya pementasan, pergantian posisi, maupun berhenti / selesainya pertunjukan.


***









Friday, October 31, 2014

Inovasi


Salah satu sifat yang harus dimiliki oleh pemimpin adalah sifat inovasi. Menurut KBBI inovasi adalah, 1 pemasukan atau pengenalan hal-hal yg baru; pembaharuan 2 penemu-an baru yg berbeda dr yg sudah ada atau yg sudah dikenal sebelumnya (gagasan, metode, atau alat). Dengan kata lain, seorang pemimpin harus suka dengan pembaruan, tentu saja dimaksud pembaruan di sini adalah dalam hal-hal yang posisitf, untuk kemajuan visi dan misi yang telah ditetapkan bersama.



Dalam hal ini, ada nasehat dari Rasulullah yang perlu direnungkan : Barang siapa hari ini sama dengan hari kemarin, maka mereka termasuk orang-orang yang rugi. Barang siapa hari ini lebih buruk dengan hari kemarin, maka mereka adalah orang-orang yang terlaknat. Dan barang siapa hari ini lebih baik dengan hari kemarin, maka mereka termasuk orang-orang yang beruntung.

Nah, berdasarkan nasehat tersebut, bagi umat islam tidak ada alasan untuk bermalas-malasan dan cepat berpuas diri. Karena, pada hakekatnya setiap hari kita harus melakukan pembaharuan ke arah yang lebih baik. Bukankah jika hari ini sama dengan hari kemarin kita termasuk orang yang rugi? Apalagi jika hari ini lebih buruk dari hari kemarin!



Orang yang tidak suka melakukan inovasi boleh dikatakan sulit untuk mencapai puncak kesuksesan, sehingga mengakibatkan keterampilan yang rendah dan wawasan yang sempit. Biasanya orang yang berwawasan sempit hidup dalam dunia yang sangat kecil. Pandangnya terhadap hidup dan kehidupanpun cenderung simplistik. Perhatian dan minatnya biasanya sekedar tertuju pada hal-hal secara langsung menyentuh diri dan kepentingannya. Perubahan dan tantangan barupun kurang diminatinya.



Menurut, Prof. Dr.Sondang P. Siagianm, M.P.A dalam bukunya yang berjudul Patologi Birokrasi, sifat seperti ini tergolong sebagai patologi birokrasi karena didalam mengemban misinya, birokrasi pemerintahan pasti akan menghadapi berbagai tantangan baru, baik karena tuntutan masyarakat semakin meningkat, maupun karena berbagai terobosan ilmu pengetahuan dan teknologi, yang bukan saja harus di antisipasi, akan tetapi dimanfaatkan demi peningkatan mutu hidup seluruh masyarakat.

Salah satu upaya untuk mengatasi masalah tersebut maka seseorang yang suka berinovasi. Tentu saja sebagai syarat untuk menjadi manusia yang inovasif, maka kita harus senantiasi meningkatkan keterampilan dan ilmu pengetahuan. Dalam dunia birokrasi, hal ini dapat dikiyaskan dengan bidang yang lain, rendahnya produktivitas kerja dan mutu pelayanan tidak semata-mata disebabkan oleh tindakan dan perilaku yang disfungsional, akan tetapi sangat mungkin, karena tingkat pengetahuan dan keterampilan yang tidak sesuai dengan tuntutan tugas yang diemban.

Sunday, October 26, 2014

Ayat-Ayat Korupsi


Dimaksud dengan ayat di sini adalah tanda-tanda, bukan ayat yang terdapat di dalam kitab suci. Semua itu ada ayat-ayatnya, cintapun ada ayat-ayatnya, tentu saja kalau kita peka dalam melihat sesuatu. Seperti korupsi misalnya. Apakah Anda sudah tahu ayat-ayat korupsi? Mungkin ada yang cuek melihat ayat-ayat yang terpampang jelas di depan mata karena mereka enggan merasa didzolimi dan tertipu. Ada juga yang menghibur diri dengan memaksakan diri meyakini paham jabariyah yang beranggapan bahwa manusia diciptakan di dunia ini seperti wayang yang hanya menurut saja sama sang dalang tanpa bisa mengubah diri menurut keiinginannya. Nah, kalau begitu kan sudah selesai, tidak perlu meratapi nasib. Semua kan sudah ada yang ngatur! Silahkan beranggapan seperti itu jika Anda ingin menderita seumur-umur!



Allah memerintahkan kita untuk melakukan iqra’ terhadap apa yang kita hadapi. Membaca dalam arti yang seluas-luasnya, tidak sekedar melafalkan huruf-huruf yang kita baca. Termasuk di dalamnya membaca kenyataan alam, baik organis-biologis maupun budaya. Jadi, kalau kita memakai kaca mata Tuhan sebenarnya tidak ada alasan bagi kita bersikap cuek atau masa bodoh terhadap kenyataan yang kita hadapi, paling tidak kita harus berusaha mengetahuinya agar kita termotivasi untuk menyingkirkan segala tantangan dan rintangan yang kita hadapi.

Jika kita merujuk pada omongan para pakar di media maupun orang-orang awam di warung-warung angkringan, konon negeri kita yang tercinta ini tengah dilanda virus korupsi yang sangat parah. Nah, oleh karena itu, tidak ada salahnya bagi kita untuk mengenali ayat-ayat korupsi agar kita tahu bahwa diri kita ini sakit atau tidak! Berikut ini akan saya sampaikan satu ayat korupsi yang tidak kentara sehingga orang-orang mengabaikannya, mudah-mudahan bermanfaat.

Pengaburan Masalah
Nah, inilah yang jarang diperhatikan, terutama oleh orang-orang awam. Seperti telah kita ketahui bersama bahwa dalam satu kehidupan, baik keluarga bahkan negara pasti memiliki permasalahan. Faktor penyebabnya beraneka ragam. Berbagai permasalahan itu dapat bersifat politis, ekonomi, hukum, budaya, administratif, atau teknikal.

Kadang-kadang terjadi bahwa para pejabat pimpinan mengaburkan bentuk dan sifat permasalahan, karena dengan pengaburan itu, penyelesaiannya dapat direkayasa sedemikian rupa sehingga menguntungkan pejabat yang bersangkutan dalam arti kedudukannya, karirnya, statusnya maupun penghasilannya. Segi negatif lainnya dari pengaburan masalah adalah membuat interpretasi sedemikian rupa, sehingga permasalahan yang sebenarnya sederhana, dibuat menjadi sangat rumit. Akibatnya, tindakan penyelesaian menjadi berbelit-belit dan menyita tenaga, waktu, pikiran dan perasaan. Tindakan demikian dapat terjadi karena dua hal, yaitu pertama sebagai kamuflase untuk menutup-nutupi kekurangmampuan pejabat yang bersangkutan mendifinisikan situasi problematik secara tepat, atau kedua  sebagai cara untuk memperoleh sesuatu di luar ketentuan yang berlaku. Mudah-mudahan bermanfaat!

Thursday, October 9, 2014

Penyakit Hati


Pernahkah Anda merasa bahwa diri Anda adalah orang hebat yang tidak memerlukan orang lain? Pernahkan Anda merasakan hati Anda sakit ketika melihat orang lain mendapatkan kenikmatan? Atau Anda ingin berpenampilan lain dari pada yang lain agar Anda dipuji oleh orang lain? Barangkali Anda ingin melakukan pencitraan, atau bahkan Anda telah melakukan pencitraan! Kalau hal itu terjadi pada diri Anda, itu artinya Anda harus waspada. Atau lampu kuning, artinya Anda harus hati-hati dan segera melakukan instropeksi. Periksalah hati Anda, karena indikator tersebut menandakan penyakit-penyakit hati telah mulai melakukan serangan. Jika hal tersebut dibiarkan, niscaya penyakit itu akan menggerogoti jiwa Anda, dan akhirnya Anda akan rugi dunia akherat. Jika hati kita dibiarkan membusuk, maka diri kitapun akan ikut busuk. Karena hati adalah panglima yang menentukan baik buruknya seseorang. Seperti sabda Rasulullah:

 وَإِنَّ فِي الْجَسَدِ مُضْغَةً إذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ، وَإذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ، أَلَا وَهِيَ الْقَلْبُ". 
[رَوَاهُ الْبُخَارِيُّوَمُسْلِمٌ[

 Ketahuilah bahwa dalam diri ini terdapat segumpal daging, jika dia baik maka baiklah seluruh tubuh ini dan jika dia buruk, maka buruklah seluruh tubuh; ketahuilah bahwa dia adalah hati “.
(Riwayat Bukhori dan Muslim)


Dalam hadits tersebut salah satu pelajaran yang dapat kita ambil adalah, perilaku  kita adalah cerminan hati kita. Atau, kalau kita balik, hati akan sangat berpengaruh pada perilaku kita. Jika hati kita baik maka perilaku kitapun akan baik pula. Sifat sombong ,riya, iri-dengki, seperti yang kami kemukakan di atas adalah penyakit hati. Jika kita telah merasakan sifat-sifat tersebut, maka itu adalah lampu kuning, atau bahkan lampu merah! Kita harus melakukan instropeksi, kemudian membuang jauh-jauh penyakit-penyakit tersebut agar kita tidak semakin terjerumus. Berikut ini akan kami kemukakan beberapa penyakit hati yang perlu diwaspadai agar kita dapat merenungkannya, apakah penyakit-penyakit tersebut sudah menjangkiti hati kita atau belum. Dengan harapan, dengan mengenalinya, kita akan lebih berhati-hati, sehingga selamat dalam menapaki kehidupan ini. Amiin!

Ananiah (egois)

Sifat egois adalah perbuatan atau tingkah laku yang hanya mementingkan diri sendiri tanpa memerhatikan lingkungan sekelilingnya, dan kepentingan bersama. Perbuatan tersebut bertentangan dengan ajaran Islam dimana Islam menganjurkan kepada umatnya untuk memerhatikan dan saling tolong-menolong antara satu dengan yang lain dalam hal kebaikan dan takwa.

"Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan". Bertakwalah kepada Allah, sungguh Allah sangat berat siksaan-Nya (Q.S. al-Maidah : 2)




Sifat egois bila dibiarkan akan menjadi sifat sombong, kikir,dan takabur. Semua sifat tersebut dilarang oleh Allah swt. Dalam sejarah umat manusia, tidak ada manusia yang bisa hidup sendiri tanpa orang lain. Bahkan kesempurnaan hidup seseorang terletak pada kesanggupan hidup bersama orang lain.

Sifat egois tumbuh dan berkembang dari bujukan nafsu setan dan pengaruh orang yang bersikap egois. Benih tumbuhnya sifat egois adalah perasaan mampu hidup tanpa bantuan orang lain atau merasa dirinya lebih tinggi dari orang lain.


Gadab (marah)

Orang yang mempunyai sifat pemarah cenderung mengedepankan emosi. Orang dengan sifat pemarah biasanya akan mengalami penyesalan di waktu kemudian.

Manusia marah terhadap manusia lain adalah wajar. Akan tetapi kemarahan yang berlarut-larut melanggar ajaran agama Islam. Islam mengajarkan apabila seorang muslim berselisih dengan sesamanya, tidak boleh lebih dari 3 hari. Bukankah dengan kesalahan orang lain, berarti kita dapat belajar dari kesalahan tersebut?

"Tidak ada seorang muslim mendiamkan saudaranya (sesama muslim) lebih dari tiga hari." (H.R. al-Bukhari Muslim, Abu Dawud, at-Tirmidzi, Muatha dan Ahmad).

 "Haram hukumnya bagi seorang muslim untuk bermarahan dengan saudara muslimnya lebih dari tiga hari, dan bila dua orang muslim bertemu, mereka saling berolok-olok dan saling menantang, dan yang terbaik antara keduanya adalah yang memulai dengan salam."
(H.R. al-Bukhari, Muslim, Abu Dawud, at-Tirmidzi, Muatha dan Ahmad).


Kita harus menjauhi rasa amarah. Apabila sesuatu terjadi dan membuat kita marah, maka diamlah sesaat, tarik nafas dan berdoa kepada Allah swt. agar diberi kekuatan dan kesabaran. Orang yang kuat sesungguhnya bukanlah orang yang perkasa dan gagah jasmaninya, tapi orang yang bisa mengendalikan rasa amarahnya. Jadi, sebelum terlambat dan kemudian menyesal, bijaksanalah dalam mengelola hati dan perasaan.


Hasad (dengki/iri)

Hasad artinya perasaan tidak senang yang terus menerus terhadap nasib baik/keberuntungan/kesenangan orang lain. Setiap muslim tidak boleh memperlihatkan sifat iri dan dengki terhadap saudara-saudaranya. Sebaliknya, ia harus bersikap senang, bila seseorang mendapatkan apa yang juga menjadi harapannya. Sabda Rasulullah saw.:

"Tidak sempurna iman seseorang di antara kamu, sampai ia merasa senang dengan kesenangan yang didapat oleh saudaranya, sesuai dengan harapan hal itu terjadi pada dirinya." (H.R. al-Bukhari dan Muslim).


Atau perumpamaan sebagai berikut :



"Seorang mu'min terhadap mu'min lainnya bagai suatu bangunan yang menopang satu bagian dengan bagian lainnya." (H.R. al-Bukhari dan Muslim)


Sifat dengki berakibat buruk bagi pribadi seseorang. Sifat dengki juga dapat merusak tatanan hidup yang rukun dan harmonis di masyarakat. Oleh karenanya, sifat dengki dicela dalam Islam. Bahkan Rasulullah saw. menegaskan kalau dengki merupakan duri dalam kehidupan bermasyarakat dan berbangsa, serta racun dalam kehidupan beragama.



"Jauhkan dirimu dari dengki karena dengki itu memakan kebaikan, tak ubahnya sebagaimana api membakar kayu kering." (H.R. Abu Dawud)

Gibah (menggunjing)

Gibah artinya menceritakan sesuatu yang tidak disukainya kepada orang lain. Mendengarkan orang yang sedang ghibah dengan sikap kagum dan menyetujui apa yang dikatakannya,maka hukumnya adalah sama dengan gibah.


12. Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang. (Al-Hujurat : 12)

Tentu sangat menjijikkan makan daging bangkai, terutama bangkai manusia, terlebih lagi saudara kita sendiri. Gibah sangat menjijikkan sehingga sudah sepantasnya untuk dijauhi dan ditinggalkan. Balasan bagi orang-orang yang suka gibah, seperti diceritakan oleh Rasulullah saw., adalah di akhirat nanti mereka akan menjadi kaum yang mencakar wajah dan dada mereka sendiri dengan kuku mereka yang terbuat dari tembaga. Akan tetapi, dengan alasan tertentu, ada gibah yang diperbolehkan. Gibah yang diperbolehkan antara lain:

  • Orang yang dizalimi boleh menceritakan kepada hakim tentang kezaliman yang dilakukan terhadapnya.

  • Meminta pertolongan untuk mengubah kemungkaran dengan menceritakan kepada orang yang mampu mengubah

  • Bercerita kepada seorang mufti/ahli untuk meminta fatwa.

  • Memperingatkan kaum muslimin dari kejahatan seseorang.


Apabila kita menggunjing harus segera bertaubat. Cara bertaubat dari gibah sebagai berikut.

  • Dengan cara menyesali perbuatan tersebut dan bertekad untuk tidak lagi mengulanginya.

  • Bila gibah telah terdengar pada orang yang bersangkutan, maka dia harus mengemukakan alasan dan meminta maaf.


Namimah (adu domba / provokasi)

Namimah mengandung arti mengadu domba antara pihak satu dengan pihak yang lain. Orang yang mempunyi penyakit hati namimah suka sekali menyebarkan berita yang menimbulkan kekacauan antar manusia. Namimah termasuk dosa besar yang diharamkan.

Namimah juga dapat berbentuk provokasi atau memanasmanasi situasi agar terjadi perselisihan. Perilaku mengadukan ucapan seseorang kepada orang lain dengan tujuan merusak dan menciptakan perselisihan agar putus ikatan persaudaraan atau persahabatan.

Allah berfirman dalam surat Al-Qalam :


"Dan janganlah engkau patuhi setiap orang yang suka bersumpah dan suka menghina, suka mencela, yang kian ke mari menyebarkan fitnah." (Q.S. al-Qalam/68: 10-11)

Dalam sebuah hadits disebutkan :


"Diriwayatkan Huzaifah: Saya mendengar Rasulullah bersabda; Tidak akan masuk surga tukang adu domba." (H.R. al-Bukhari dan Muslim)



Demikianlah beberapa penyakit hati yang patut kita waspadai. Sebelum melumpuhkan kesadaran kita, ada baiknya kita melakukan tindakan preventif agar kita selamat dunia akherat. Amiin!







Friday, September 12, 2014

Kesalehan Individu dan Kesalehan Sosial


Saya yakin kata saleh atau sering juga ditulis shaleh sudah sangat akrab di telinga Anda, khususnya umat islam. Jika kita mendengar kata tersebut asosiasi kita akan langsung tertuju pada seseorang yang berperangai baik. Kata saleh secara etimologi berasal dari kata shalaha yang merupakan lawan dari fasada (kerusakan).
Kesalehan individu berarti berkumpulnya sifat-sifat kebaikan pada diri seseorang sehingga menyebabkan dirinya terpelihara dari kemudharatan dan kemungkaran. Sedangkan kesalehan sosial adalah berkumpulnya nilai kebaikan yang sudah dimanifestasikan dalam bentuk sikap dan perbuatan secara merata dalam lingkungan sosial dan kemasyarakatan.


Kedua kesalehan ini saling berkaitan. Artinya, ketika seseorang saleh secara individu, ada tuntutan untuk mewarnai lingkungannya sehingga diapun saleh secara sosial. Seseorang disebut saleh secara individu jika dalam beribadah yang dikejar adalah individual. Dirinya menjadi pribadi yang shalatnya tekun, bukan saja yang wajib tetapi juga yang sunnah. Pada malam harinya dirinyapun mampu bangun malam untuk shalat tahujud atau mungkin melakukan studi yang mendalam kitab Al-Quran untuk merevolusikan pandangan dan sikap hidupnya. Tetapi pada saat yang bersamaan, dia menjadi masa bodoh dengan lingkungan sekitarnya, ada tetangga yang tidur dalam keadaan lapar, ada anak yang terpaksa putus sekolah hanya karena kekurangan biaya hatinya tidak tersentuh sama sekali.


Puasanyapun rajin. Ramadhannya sangat tekun. Malamnya dihiasi dengan shalat tarawih, witir, zikir, membaca Al-Quran, dan istigfar. Tetapi apabila diperintahkan menyisihkan sebagian rezekinya untuk menyantuni fakir miskin dan menghapus air mata sang yatim piatu dengan bantuannya, dia menjadi marah dan bersikap tidak acuh. Padahal, dalam surat Al-Ma’uun jelas-jelas dikatakan bahwa orang-orang yang bersikap demikian termasuk golongan orang-orang yang mendustakan agama.

Banyak kisah berhikmah yang menjadi cerminan seseorang yang hidupnya hanya mementingkan diri sendiri dengan mengabaikan kebersamaan dan kesediaan untuk membantu dan meringankan kehidupan orang lain. Melalui hadits yang tingkatannya sahih, ada seorang perempuan yang salehah menurut ukuran yang parsial (sempit). Shalat malam sebagai kebiasaannya, puasa senin-kamis sebagai tradisinya. Jangan bicara amalan-amalan wajib, pasti ditunaikan. Namun, dia mempunyai seekor kucing, diikat dan tidak diberi makan. Kucingnya kelaparan dan mati. Berita ini sampai ke telinga Rasulullah kemudian beliau menjawab pendek,”Tempat yang paling pantas untuk perempuan itu adalah neraka!”

Di sisi lain, ada seorang perempuan yang mempunyai masa lalu yang sangat kelam. Dalam riwayat disebutkan bahwa dia adalah pelacur. Sampai pada titik tertentu muncul kesadaran untuk meninggalkan pekerjaan yang tercela tersebut. Diapun bertobat dengan sungguh-sungguh. Untuk menjaga keistiqomahan tobatnya, dia berencana berhijrah dari tempat atau daerah yang membuatnya terjerumus. Dengan melintasi gurun pasir yang tandus dan panas yang luar biasa, dia bertemu dengan seekor anjing yang sedang kehausan. Anjing itu menjulurkan lidahnya keluaar sebagai tanda haus yang tidak tertahan.

Datang rasa iba untuk menolong anjing dari kehausannya. Di sampingnya ada sumur, tanpa timba. Dia menggunakan ujung sepatunya untuk mengambil air. Dengan susah payah turun ke dasar sumur dan dengan susah payah juga dia naik ke atas lalu diberikan minum kepada anjing. Usai melakukan perbuatan mulia yang dapat menyelamatkan anjing dari bahaya kematian, diapun meninggal. Rasulullah membari komentar singkat,”Perempuan itu surgalah tempatnya.”

Coba Anda bayangkan, seorang yang tidak peduli kepada binatang, menzaliminya dengan tidak memberi makan, konsekuensi ekstremnya di akherat adalah neraka. Bayangkan juga seorang yang menolong dan peduli kepada anjing, yang secara fiqih binatang najis dapat menuntun dirinya masuk ke dalam kebahagiaan yang tiada tara berupa surga. Kalau kepada binatang saja memiliki resiko yang tidak ringan, apalagi terhadap sesama manusia. Walupun dengan dalih karena sudah saleh secara individu, tetap saja menjadi perbuatan yang sangat dicela oleh Allah dan Rasul-Nya.

Di sisi lain, setiap bentuk ibadah individu atau sering lebih popular disebut ibadah ritual atau formal dampaknya menyentuh langsung dalam kehidupan social. Artinya, bentuk ibadahnya formal tetapi berkaitan langsung bahkan menjadi ukuran diterima atau tidaknya ibadah tersebut oleh Allah swt. Sebut saja shalat, bukan dijamin oleh Rasulullah tetapi langsung dari Allah. Allah berfirman,

Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab (Al Quran) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan- perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan. (Al-Ankabut : 45)


Terhindarnya diri dari perbuatan keji dan munkar pasti bersinggungan secara langsung dengan kehidupan social kemasyarakatan. Paling tidak dalam keluarga yang oleh Max Webber disebut sebagai Negara dalam sector mini.

Ibadah puasa jika dilaksanakan dengan niat lurus semata-mata hanya mengharapkan keridhaan Allah akan menjadi benteng bagai pelaksanaannya dari kemaksiatan dan kemunkaran. Nabi menjamin,

“As Shiyamu junnatun.”

Puasa merupakan perisai yang mampu menghindarkan dirimu dari kemungkinan hidup paling keji dan buruk.
Zakat dan sedekah pasti bersinggungan langsung dengan kehidupan bersama. Serta kemabruran haji bukan dilihat pada saat melakukan ritual thawaf, sa’i, tahallul, wukuf, dll. Tetapi sejauh mana ajaran haji itu diwujudkan secara aplikatif di kampung halaman dan lingkungan kita masing-masing. Kemabruran haji hanya menjadi cita-cita belaka jika sekembalinya dari tanah suci tidak ada peningkatan grafik amal yang menyentuh langsung dalam kehidupan bersama.

Bahkan ukuran tobat seseorang diterima atau ditolah bergantung dari sejauh mana tobat atau penyesalan tersebut diiringi dengan perubahan sikap dan perbuatan atau tidak. Jadi, dalam tobat ada dinamika, berupa tekad dari dalam hati untuk mau memperbaiki diri ke arah kesempurnaan amal. Dia tidak statis, apatis, dan tanpa inovasi.

Kesempurnaan dan keseimbangan amal memungkinkah diterima oleh Allah jika sudah  diwujudkan dalam kehidupan social. Jadi, kesalehan individu tanpa diiringi kesalehan social akan menjadi sia-sia.

Sumber bacaan: K.H. Anwar Sanusi, Jalan Kebahagiaan

Wednesday, August 20, 2014

SYAWALAN


Bulan ramadhan telah berlalu. Kini, bulan syawal belum berlalu. Mudah-mudahan kesadaran iman kita masih kental, sekental nasgitel, karena ibarat batarey yang baru saja di ces pada bulan ramadhan. Cahayanya masih terang sehingga mampu menyinari kehidupan kita sehingga tidak tersesat ke jalan-jalan yang tidak diridloi oleh Allah.


Kita sering mendengar bahwa bulan syawal adalah bulan peningkatan. Alasannya, selama sebulan penuh pada bulan ramadhan kita telah digembleng. Kalau dalam istilah pewayangan seperti raden Gatot Kaca yang dimasukkan ke dalam kawah Candradimuka oleh para dewa agar menjadi sakti mandraguna. Tentu saja kita tidak menginginkan kesaktian seperti cerita-cerita wayang tersebut.


Kesaktian yang kita inginkan  adalah kemampuan kita mengendalikan hawa nafsu sehingga kita tidak terjebak seperti kehidupan binatang, apalagi seperti setan dan iblis! Ibadah puasa memang tidak hanya menahan diri dari makan minum dan hubungan sex dengan istri di siang hari, tetapi pada hakekatnya adalah menahan diri dalam arti yang seluas-luasnya. Jika hal tersebut dapat dilakukan secara berjamaah pasti bangsa kita akan menjadi aman, tenteram, damai, sehingga bangsa ini mampu mengoptimalkan energinya untuk hal-hal yang positif!



Secara etimologi arti syaala - yasyuulu adalah irtafa’a, naik menjadi tinggi, dan bulan syawal memang moment yang tepat untuk meningkatkan diri bagi umat Islam. Meskipun, sebenarnya, peningkatan itu menurut Rasulullah tidak harus menunggu bulan syawal. Ingat sabdanya : Barang siapa hari ini sama dengan kemarin, maka dia termasuk orang yang rugi, barang siapa hari ini lebih buruk dari kemarin maka dia adalah orang yang terlaknat, dan barang siapa hari ini lebih baik dari kemarin maka dialah orang yang beruntung. Nah, bukankah kita diperintahkan untuk senantiasa meningkatkan kualitas hidup kita, tidak harus menunggu bulan syawal. Cuma, bulan syawal memang jatuh setelah bulan ramadhan sehingga seharusnya setelah umat islam menjalankan ibadah puasa dengan benar kualitas hidupnya akan meningkat. Seperti tujuan utama berpuasa, yaitu agar menjadi orang-orang yang bertakwa.

Kebetulan bulan syawal kali ini bertepatan dengan bulan agustus. Bulan di mana bangsa kita memproklamirkan kemerdekaannya. Dan ada kebetulan yang lain, bangsa kita punya hajatan memilih pemimpin yang kebetulan tepat pada bulan ramadhan, dimana pemilihan presiden tersebut sampai saat ini, pada tanggal 20 Agustus 2014 jam setengah sebelas lewat dua menit saat saya masih menulis artikel ini, belum beres. Kubu Prabowo-Hatta menganggap PEMILU kali ini curang sehinga mereka mereka menggugat ke MK. Komentarpun seperti pelor di dalam peperangan, dan kita tidak usah membahasnya karena masing-masing pihak mempunyai pembenar untuk menguatkan pendapatnya.

Dan besok, pada tanggal 21 Agustus 2014 hasil gugatan di MK akan diumumkan. Kita tentu harap-harap cemas. Bagi yang mencintai bangsa ini pasti terselip kekhawatiran di hati mereka akan terjadinya peristiwa yang tidak diinginkan. Mudah-mudahan tidak terjadi apa-apa dengan bangsa ini, marilah kita sama-sama berdoa. Jika terjadi apa-apa, mudah-mudah endingnya baik, membawa kemaslahatan bersama. Seperti jabang bayi yang sudah saatnya lahir di dunia ini, pasti terjadi kontraksi, dan itu menyakitkan! Dan setelah jabang bayi terlahir ke dunia, semua tersenyum, semua tertawa, semua berbahagia.












Tuesday, July 29, 2014

Idul Fitri 1435 H


Assalamu'alikum Wr.Wb. Alhamdulillah pada kesempatan yang berbahagia ini kita masih dipertemukan oleh Allah. Mudah-mudahan pertemuan kita kali ini dan selanjutnya bermanfaat bagi kehidupan kita. Tidak lupa kami ucapkan selamat hari raya Idul Fitri, mudah-mudahan kita benar-benar menjadi orang yang menang setelah sebulan berjihad menahan hawa nafsu. Dan, selepas bulan ramadhan kita benar-benar menjadi manusia baru yang mampu mengendalikan diri sehingga kita tidak diperbudak oleh hawa nafsu kita.

تَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَ مِنْكُمْ

جَعَلَنَا اللهُ وَ اِيَّاكُمْ مِّنَ العَائِدِيْنَ وَاْلفَائِزِيْنَ

كُلَّ عَامٍ وَّ اَنْتُمْ بِخَيْرِ

“Semoga Allah menerima amal ibadah kita (ibadah puasa dan lainnya) semua. Dan semoga Allah menjadikan kita termasuk bagian orang-orang yang kembali (pada ajaran Allah) dan menjadi golongan orang-orang yang mencapai kemenangan. Mudah-mudahan Anda setiap tahun selalu dalam kebaikan.”


Inilah ucapan selamat yang sering kita ucapkan pada hari raya Idul Fitri. Tetapi sering kita saksikan ucapan selamat hari raya itu diterjemahkan lain, atau bahkan tidak diterjemahkan, dibuat seperti pantun ala melayu. Minal ‘aidiin wal faaidzin mohon maaf lahir dan batin. Meskipun kedengaran enak ditelinga, jika kita perhatikan makna itu bukan terjemahan dari minal 'aidiin wal faa'idzin karena kalimat tersebut artinya bukan mohon maaf lahir dan batin. Orang yang kembali dan menang itu adalah, orang yang kembali hidup secara fitrah (mau hidup berpedoman dengan ajaran Allah), itulah orang yang patut disebut mendapatkan kemenangan. 'Aidiin adalah isim fail yang artinya yang kembali / orang-orang yang kembali. Kembali ke mana?

Dikatakan kembali, berarti bahwa sesuatu yang kembali pada mulanya berada pada suatu keadaan atau tempat, kemudian meninggalkan tempat atau keadaan itu, lalu kembali dalam arti ke tempat dan keadaan semula.

Hal ini dijelaskan oleh kata fithr, yang antara lain berarti asal kejadian, agama yang benar atau kesucian. Dalam pandangan Al-Quran, asal kejadian manusia bebas dari dosa dan suci, sehingga 'Idul Fithr antara lain berarti kembalinya manusia kepada keadaan sucinya, atau keterbebasannya dari segala dosa dan noda, sehingga dengan demikian mereka berada dalam kesucian. (Wawasan Al-Quran, M. Quraish Shihab hal. 328)

Dari para dai kita sering mendengar pada hari raya Idul Fitri kita kembali ke fitrah, lebur dosa-dosanya, diibaratkan seperti jabang bayi yang terlahir dari perut ibunya. Sebenarnya, jika kita menggunakan bahasa sastra, makna tersebut dapat kita perdalam lagi sehingga dapat lebih menghujam lagi ke dalam kesadaran kita seperti yang dijelaskan oleh K.H. Anwar Sanusi dalam bukunya yang berjudul Jalan Kebahagiaan. Kenapa bayi itu dijadikan metafor kesucian?



1. Bayi Tidak Pernah Sombong
Dosa yang sangat dimurkai oleh Allah adalah syirik sedang akhlak yang sangat dibenci oleh Rasulullah adalah sombong. Seorang mukmin yang berpuasa tidak boleh sombong dalam kehidupan. Sombong karena kekayaan, sombong karena ilmu yang tinggi, sombong karena kekuasaan, sombong karena popularitas. Seluruh bentuk kesombongan tersebut dicela oleh agama.  

2. Bayi tidak pernah dengki
Dengki adalah penyakit tidak suka melihat orang lain mendapat nikmat. Allah memberikan tuntutan dan tuntunan bagaimana cara kita berinteraksi terhadap sesama kita, seperti firman Allah dalam surat al-Hujuraat ayat 12 :

“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian dari prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebagaian kamu menggunjing sebagian yang lain. Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati. Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.”

Dalam ayat ini, Allah memberi tuntunan kepada kita tentang bagaimana cara memproteksi persatuan dan kesatuan. Seluruh sikap yang mengantarkan kepada perpecahan dicela oleh agama. Disebutkan ada tiga sikap, antara lain,

Jangan menceritakan kesalahan orang lain

Jika kita cermati, sekarang ini sudah terjadi banjir bandang yang luar biasa, tetapi Anda jangan membayangkan banjir bandang seperti yang terjadi dizaman Nabi Nuh. Banjir yang dihadapi sekarang adalah banjir fitnah, banjir dengki, banjir dekadensi moral, banjir kemaksiatan, dll. Untuk apa kita menyibukkan diri dengan menjelek-jelekkan orang lain, sementara kejelekan sendiri berada di pelupuk mata, tetapi kita pura-pura tidak melihatnya.
Dapatkah kita menyediakan sebagian bilik hati ini untuk menyadari bahwa yang bersalah bukan hanya dia, tetapi juga kita. Sanggupkah kita (jangan sebagian) setitik saja dalam bilik hati ini untuk merenungkan bahwa yang berdosa bukan hanya mereka, tetapi juga kita. Untuk kemudian kita lebih arif dan bijaksana dalam menilai sesama kita. Bukan dengan cara-cara yang tengah kita kembangkan, baik dalam kehidupan kita sebagai umat maupun sebagai bangsa.
  • Jangan Saling menggunjing Sesama Kita
    Rasulullah saw. Suatu hari bertemu dengan dua orang sahabat yang tengah menggunjing temannya. Beliau bertanya,”Kenapa kamu gunjingkan sesama kamu?”Salah seorang sahabatanya berkata,”Yang kami gunjingkan ini adalah kenyataan.” Rasulullah menjawab,”Ini namanya menggunjing, sebab kalau yang digunjingkan itu salah, namanya adalah bahtan (kebohongan besar).”
    Yang menjadi pertanyaan adalah,”Mengapa Allah melarang ketiga sifat tersebut?”Allah menjawab dengan pertanyaan retorika,”Apakah kamu senang memakan daging bangkai saudaramu yang telah mati?”
    Artinya, kalau kita melaksanakan tiga sifat ini, sama dengan memakan daging bangkai saudara kita sendiri. Menepuk air di dulang terpercik muka sendiri. Efeknya akan kembali kepada kita sebagai umat. Ukhuwah tidak tumbuh, persaudaraan tidak terbangun, umat menjadi lemah. Dalam kondisi seperti ini, kita tidak bisa menelurkan prestasi yang signifikan, sementara umat yang lain sudah jauh meninggalkan kita.

    3. Bayi Tidak Pernah Dendam
    Sikap ini lahir dari keinginan diri untuk tidak mau memaafkan kesalahan orang lain. Cahanya Ilahi tidak akan terpantul dari hati penuh dengan dendam. Cahaya Rabbani tidak akan terpantul dari hati yang penuh dengan dendam kesumat. Cahaya Ilahi, Nur Rabbani hanya bisa terpantul dari hati yang penuh dengan keikhlasan.
    4. Bayi Selalu Ikhlas
    Seseorang yang berbuat hanya untuk mencari keridhaan Allah. Terjemahan dalam kehidupan kita sebagai bangsa adalah keinginan untuk mau berbuat untuk dan atas nama bangsa dan agama yang mulia ini. Dia tidak mengharapkan pujian dan sanjungan, yang diharapkan adalah keridhaan Allah semata-mata. Seluruh pengorbanan yang dipersembahkan kepada bangsa akan mendapatkan apresiasi yang setimpal dari Allah. Kalaupun mati, akan mati syahid. Kita masih saksikan darah rakyat dan sebagian prajurit TNI menggenang di bumi Serambi Mekah, di Papua, di Ambon, dan di tempat-tempat lain. Kita doakan agar mendapat pahala syahid di sisi-Nya.
    5. Bayi Tidak Pernah Serakah
    Sikap ini lahir karena adanya keengganan diri untuk mensyukuri seluruh yang diberikan oleh Allah. Secara jujur harus kita akui bahwa bangsa yang tengah terpuruk ekonomi dan politiknya ini disebabkan oleh penyakit serakah.
    Kalau kelima karakter bayi ini kita amalkan, persatuan dan kesatuan bangsa akan terwujud. Kita pun akan menggulirkan seluruh agenda reformasi dengan sebaik-baiknya.
    Semoga Allah memberikan kekuatan iman dan Islam kepada kita agar kita bersama dapat mengawal bangsa ini untuk merasakan secara sungguh-sungguh keadilan dalam kemakmuran dan kemakmuran dalam keadilan di bawah naungan ridha Allah swt. Amiin!

















Sunday, July 20, 2014

Ilmu Dalam Perspektif Islam


Sejatinya, manusia itu terlahir di dunia ini tidak memiliki ilmu apapun. Inilah kondisi asli manusia ketika mereka dilahirkan di dunia ini.

وَاللَّهُ أَخْرَجَكُم مِّن بُطُونِ أُمَّهَاتِكُمْ لَا تَعْلَمُونَ شَيْئًا وَجَعَلَ لَكُمُ السَّمْعَ وَالْأَبْصَارَ وَالْأَفْئِدَةَ ۙ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ

Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui apa-apa, dan Dia memberikan kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur.” (16:78)

Dengan pendengaran, penglihatan dan akal, manusia dapat memperoleh pengetahuan, dapat mengamati seluk beluk alam raya, sehingga mengetahui rahasia-rahasia alam dan memanfaatkan pemberian Allah yang begitu banyaknya. Dengan perlengkapan tersebut manusia dapat mengoptimalkan sesuai dengan selera mereka. Tentu saja masing-masing pilihan itu akan membawa konsekuensi masing-masing. Yang jelas, Orang yang tidak mendayagunakan alat-alat pemberian Allah itu, berarti dia melepaskan diri dari sifat-sifat kemanusiaannya. Mereka tidak berbeda dengan hewan, karena mereka tidak memiliki ilmu pengetahuan sebagai benteng kepribadiannya.

وَلَقَدْ ذَرَأْنَا لِجَهَنَّمَ كَثِيرًا مِّنَ الْجِنِّ وَالْإِنسِ ۖ لَهُمْ قُلُوبٌ لَّا يَفْقَهُونَ بِهَا وَلَهُمْ أَعْيُنٌ لَّا يُبْصِرُونَ بِهَا وَلَهُمْ آذَانٌ لَّا يَسْمَعُونَ بِهَا ۚ أُولَٰئِكَ كَالْأَنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ ۚ أُولَٰئِكَ هُمُ الْغَافِلُونَ


Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai. (7:179)

Dalam ayat lain, Allah menggugah kesadaran kita untuk senantiasa mempergunakan nikmat yang telah diberikan oleh Allah, yaitu akal pikiran agar selalu dioptimalkan untuk mencapai kemanusiaan sejati. Contohnya adalah surat Ali ‘Imran ayat 190 – 191, didamana Allah memberitahu tanda-tandanya orang yang menggunakan akal mereka. Yaitu orang-orang yang selalu hidup sadar dalam segala situasi dan kondisi, dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi.

إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَاخْتِلَافِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ لَآيَاتٍ لِّأُولِي الْأَلْبَابِ

190. Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal,

الَّذِينَ يَذْكُرُونَ اللَّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَىٰ جُنُوبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُونَ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَٰذَا بَاطِلًا سُبْحَانَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ


191. (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan Kami, Tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha suci Engkau, Maka peliharalah Kami dari siksa neraka.  (3:190-191)



Bila kita amati, sesungguhnya ayat ini telah membuka pintu selebar-lebarnya bagi kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Supaya kemajuan tersebut tidak menyingkirkan aspek-aspek spiritual atau malah meniadakan Allah di dalam keteraturan alam yang dipandang atau diteliti, Allah memberikan tuntunan-Nya agar pada saat melakukan harus tetap dalam keadaan dzikir kepada Allah SWT. Ketika mata memandang hamparan alam raya, birunya lautan yang seakan tidak bertepi. Lautan yang berisi ikan dengan aneka bentuk dan warna, mutiara-mutiara yang menampakkan cahaya di dasar lautan, dsb. Jika mata memandang tetapi hati jauh dari Allah, yang dilihat hanya fenomenanya saja hingga sulit menjangkau hakikat yang ada dibalik fenomena tersebut. Dari perhatian yang sungguh-sungguh terhadap alam, lahirlah ilmu pengetahuan dan teknologi.


Ilmu Allah terhampar di seluruh penjuru langit dan bumi. Bahkan langit dan bumi itu sendiri merupakan realitas ilmu Allah. Hamparan ilmu Allah itulah yang kemudian dipelajari oleh manusia dalam bentuk saint dan teknologi. Sains adalah penguasaan teoritis, sedangkan teknologi adalah praktis.

Manusia tidak pernah menciptakan ilmu. Kita hanya merumuskan kenyataan. Ya, sekedar memformulasikan realitas. Kemudian memanfaatkan rumusan itu untuk membuat alat-alat yang bermanfaat buat kehidupan manusia.

Newton yang dikenal sebagai penemu gravitasi bumi, misalnya, bukanlah pencipta gravitasi bumi. Allahlah yang menciptakan gaya gravitasi untuk mengendalikan gerakan benda-benda di alam semesta ini. Sedangkan Newton adalah sekedar menemukan dan kemudian merumuskan.

Maka, jika kita sombong atas ilmu pengetahuan yang kita miliki, itu namanya melampaui batas. Manusia yang   tidak tahu diri. Dan sifat sombong itu pada gilirannya akan membawa kerusakan di muka bumi ini. Wallahu a'lam!













Tuesday, July 15, 2014

Hikmah Puasa


Dalam setiap ajaran yang diperintahkan Allah pada manusia pasti mengandung suatu hikmah yang sangat berguna bagi orang yang menjalankan perintah tersebut. Demikian pula dengan Syaum di bulan Ramadhan yang dikenal dengan ibadah Puasa, banyak hikmah atau ajaran-ajaran yang dapat kita petik untuk meningkatkan nilai-nilai kemanusian dan mem­pertinggi mutunya. Hikmah pertama dan paling utama adalah seperti tujuan diperintahkannya syiam pada bulan Ramadhan seperti firman Allah dalam surat Al Baqarah ayat 183 :

183. Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa,

Dari ayat di atas kita tahu bahwa tujuan berpuasa adalah agar kita menjadi orang yang bertakwa. Takwa adalah modal kita untuk mendapatkan kebahagian baik di dunia maupun diakherat. Inilah hikmah paling utama yang akan didapatkan jika kita puasa hanya semata-mata mengharap ridhlo Allah. Orang-orang yang bertakwa adalah orang yang mampu mengendalikan hawa nafsu mereka dan mau mentaati perintah Allah dan menjauhi segala larangannya. Selain itu masih banyak hikmah yang akan didapatkan oleh orang yang mau berpuasa di bulan Ramdhan, hikmah-hikmah tersebut antara lain :

·    Melatih manusia memiliki sifat khasyyah (takut) kepada Allah, baik secara rahasia, maupun terang-terangan, karena tiada yang mengawasi orang yang berpuasa itu kecuali Allah. Ia meninggalkan syahwatnya terhadap makanan yang lezat, minuman yang segar dan lain-lain sebagainya, karena semata- mata melaksanakan perintah Allah, dan tunduk kepada petunjuk agamanya, untuk berpuasa sebulan lamanya.
·    menjinakkan syahwat. Syahwat atau yang biasa kita sebut hawa nafsu, keinginan-keingan diri harus dikendalikan. Jika keberadaannya tidak dikendalikan akan menimbulkan ekses negatif yang cepat atau lambat akan menghancurkan segalanya.
·       Memupuk solidaritas sosial, karena ketika kita sedang berpuasa perut kita lapar sehingga kita dapat merasakan penderitaan fakir-miskin. Hal ini akan melatih diri bersifat kasih sayang, sehingga mendorong kita untuk melakukan perbuatan sosial, seperti memberikan sedekah kepada fakir miskin. Memberi bantuan kepada orang-orang yang tertimpa bencana, karena ia ketika merasakan kelaparan, teringat kepada orang-orang yang menderita kelaparan, atau orang-orang yang tertimpa musibah. 
·    Menimbulkan rasa cinta kepada keadilan, dan persamaan derajat umat manusia, dalam menjalankan kewajiban dan memperoleh hak. Dalam pelaksanaan ibadah puasa ini, terlihat persamaan antara orang-orang kaya dengan fakir miskin, dan antara penguasa dengan rakyat jelata, dalam melaksanakan satu kewajiban agama.
·      Membiasakan umat untuk hidup teratur dan bersatu, menghindari sifat sombong dan iri hati. Mereka memulai ibadah puasanya di dalam satu waktu, dan mereka berbuka dalam satu waktu pula. Mereka sama-sama menunggu waktu dengan kesabaran, dan tidak seorang pun mendahului orang lain di dalam berbuka itu.
·     Bagi kesehatan, puasa dapat membersihkan usus atau alat pencerna, daripada zat-zat yang berbahaya dalam perut, seperti zat lemak dan sebagainya; dan menghilangkan zat-zat yang mengendap di dalam tubuh, mengeringkan kelembabannya, dan menghancurkan lemak yang dapat berbahaya terhadap jantung

Demikianlah beberapa hikmah dibalik ibadah puasa, tentu saja masih banyak hikmah yang tidak kita ketahui, sebab pada hakekatnya setiap perintah Allah pasti akan membawa kebaikan bagi umat manusia. Dan Allahlah yang Maha Mengetahui Segalanya.
Yang jelas, jika kita benar-benar menjalankan ibadah puasa dengan dilandasi iman dan takwa kepada Allah, maka pada hari raya Id nanti kita akan kembali kepada kesucian. Sebab orang-orang yang berpuasa akan mampu mengendalikan hawa nafsunya sehingga mereka tidak akan melakukan kerusakan di muka bumi ini.
Oleh karena itu, marilah kita pergunakan kehadiran bulan ramadhan kali ini dengan sungguh-sungguh agar dapat mengantarkan rohani kita seperti bayi yang dilahirkan oleh ibunya. Bersih sebersih kapas, putih seputih salju, bening sebening embun diwaktu malam.


Selama sebulan penuh kita dilatih oleh Allah untuk mengendalikan hawa nafsu. Jika hawa nafsu tidak dikendalikan kita akan menjadi liar, tidak terkendali. Wallahu A'lam!