Meluruskan Niat
Pernahkah Anda mengimpikan anak
Anda menjadi orang sukses? Sebagai orang tua yang normal pasti pernah
memimpikannya? Barangkali Anda berpimpi anak Anda menjadi seorang konglomerat,
Artis, Seorang Jendral, atau mungkin seorang presiden. Saya kira itu sah-sah
saja, karena bermimpi itu tidak dilarang, dan dengan mimpi kita dapat berubah
menjadi apa saja.
Tetapi, kadang-kadang orang tua
lupa, mereka kerapkali mendewakan kebendaan sehingga tidak jarang setelah
mimpinya menjadi kenyataan menyesal. Barangkali, dulu mereka mengimpikan
anaknya menjadi seorang pejabat, dan akhirnya mimpinya itu menjadi kenyataan.
Tetapi hatinya sangat kecewa karena anak menjadi pejabat yang korup. Menggarong
uang rakyat untuk kepentingan pribadi! Karena tidak makan dari uang halal,
kehidupannya menjadi tidak bahagia, selalu terlibat konflik baik dengan
keluarga maupun dengan lingkungannya.
Siapa yang salah? Sudah menjadi
watak dasar manusia bahwa mereka suka mencari kambing hitam. Karena mereka
tidak mau disalahkan. Jika mereka tertimpa kesialan, biasanya mereka
menyalahkan lingkungannya, yang lebih ekstrim lagi menyalahkan Tuhan! Nau’dzubilahi
min dzalik!
Berani-beraninya mereka
menyalahkan Tuhan! Menganggap Tuhan itu tidak adil, tidak memberikan kenikmatan
seperti yang mereka impi-impikan Padahal, Tuhan itu (Allah) adalah Maha
Pengasih dan Penyayang, kenikmatan yang diberikan kepada makhluk-Nya tidak
dapat dihitung, meskipun pohon-pohon di dunia ini dijadikan pena dan lautan
dijadikan tintanya.
Mereka tidak sadar bahwa doanya
agar menjadikan anaknya menjadi pejabat sudah terkabulkan. Sayang ketika berdoa
dulu dia hanya meniatkan semata-mata demi kebendaan sehingga tidak salah jika
anaknya menjadi seorang pemuja benda! Seorang teman penulis pernah bercerita
tentang Sahabat Ali Bin Abi Thalib. Jika seseorang itu motivasinya Cuma semperti
apa yang dia makan, demikian kata teman penulis mengutip penyataan sahabat Ali,
maka kualitasnya nanti hanya seperti yang keluar dari bawah perut .
Oleh karena itu, jika berdoa
untuk anaknya harap berhati-hati, iman dan ketakwaan harus tetap menjadi
motivasi utama bukan semata-mata karena kebendaan. Jika menjadi seorang
pengusaha, maka harus menjadi pengusaha yang beriman dan bertakwa kepada Allah.
Jika menjadi pemimpin maka harus menjadi pemimpin yang beriman dan bertakwa
kepada Allah.
Sesungguhnya setiap amal
perbuatan itu ditinjau dari segi niat/tujuannya, dan setiap orang (berbuat)
terserah pada tujuannya, maka barang siapa berhijrah kepada Allah dan RasulNya,
berarti akan memperoleh keridlaan Allah dan Rasul-Nya, dan barangsiapa
berhijrah demi menghimpun harta kekayaan dunia atau mengawini seorang wanita,
yang ia sukai, berarti akan sia-sia hijrahnya karena hanya memperoleh harta dan
wanita yang dituju. (HR. Bukhari-Muslim).
Pengertian hijrah di sini harus
kita perluas wawasannya, bukan hanya hijrahnya Nabi dari Makkah ke Madinah.
Tetapi berhijrah itu dapat juga dipahami berpindah dari hal-hal yang buruk (yang
tidak diridloi oleh Allah) ke hal-hal yang baik (yang diridloi oleh Allah).
Begitu juga dengan niat. Niat itu pada hakekatnya adalah hasil dari tanggapan
ilmu, tidak muncul serta merta tanpa ada yang melatarbelakanginya.
Sebagi contoh, misalnya Anda berniat
ingin membeli sayur di pasar. Saya yakin, pasti Anda tahu ilmu tentang pasar,
atau paling tidak Anda tahu tentang pasar. Pasti Anda telah tahu bahwa di pasar
itu tempatnya orang berjualan, termasuk sayur mayor yang Anda butuhkan. Jika
Anda tidak tahu tentang pasar, saya yakin Anda tidak akan berniat membeli
sayur-sayuran di pasar.