Friday, January 10, 2014

Artikel Agama 1

Meluruskan Niat

Pernahkah Anda mengimpikan anak Anda menjadi orang sukses? Sebagai orang tua yang normal pasti pernah memimpikannya? Barangkali Anda berpimpi anak Anda menjadi seorang konglomerat, Artis, Seorang Jendral, atau mungkin seorang presiden. Saya kira itu sah-sah saja, karena bermimpi itu tidak dilarang, dan dengan mimpi kita dapat berubah menjadi apa saja.


Tetapi, kadang-kadang orang tua lupa, mereka kerapkali mendewakan kebendaan sehingga tidak jarang setelah mimpinya menjadi kenyataan menyesal. Barangkali, dulu mereka mengimpikan anaknya menjadi seorang pejabat, dan akhirnya mimpinya itu menjadi kenyataan. Tetapi hatinya sangat kecewa karena anak menjadi pejabat yang korup. Menggarong uang rakyat untuk kepentingan pribadi! Karena tidak makan dari uang halal, kehidupannya menjadi tidak bahagia, selalu terlibat konflik baik dengan keluarga maupun dengan lingkungannya.

Siapa yang salah? Sudah menjadi watak dasar manusia bahwa mereka suka mencari kambing hitam. Karena mereka tidak mau disalahkan. Jika mereka tertimpa kesialan, biasanya mereka menyalahkan lingkungannya, yang lebih ekstrim lagi menyalahkan Tuhan! Nau’dzubilahi min dzalik!

Berani-beraninya mereka menyalahkan Tuhan! Menganggap Tuhan itu tidak adil, tidak memberikan kenikmatan seperti yang mereka impi-impikan Padahal, Tuhan itu (Allah) adalah Maha Pengasih dan Penyayang, kenikmatan yang diberikan kepada makhluk-Nya tidak dapat dihitung, meskipun pohon-pohon di dunia ini dijadikan pena dan lautan dijadikan tintanya.

Mereka tidak sadar bahwa doanya agar menjadikan anaknya menjadi pejabat sudah terkabulkan. Sayang ketika berdoa dulu dia hanya meniatkan semata-mata demi kebendaan sehingga tidak salah jika anaknya menjadi seorang pemuja benda! Seorang teman penulis pernah bercerita tentang Sahabat Ali Bin Abi Thalib. Jika seseorang itu motivasinya Cuma semperti apa yang dia makan, demikian kata teman penulis mengutip penyataan sahabat Ali, maka kualitasnya nanti hanya seperti yang keluar dari bawah perut .

Oleh karena itu, jika berdoa untuk anaknya harap berhati-hati, iman dan ketakwaan harus tetap menjadi motivasi utama bukan semata-mata karena kebendaan. Jika menjadi seorang pengusaha, maka harus menjadi pengusaha yang beriman dan bertakwa kepada Allah. Jika menjadi pemimpin maka harus menjadi pemimpin yang beriman dan bertakwa kepada Allah.


Sesungguhnya setiap amal perbuatan itu ditinjau dari segi niat/tujuannya, dan setiap orang (berbuat) terserah pada tujuannya, maka barang siapa berhijrah kepada Allah dan RasulNya, berarti akan memperoleh keridlaan Allah dan Rasul-Nya, dan barangsiapa berhijrah demi menghimpun harta kekayaan dunia atau mengawini seorang wanita, yang ia sukai, berarti akan sia-sia hijrahnya karena hanya memperoleh harta dan wanita yang dituju. (HR. Bukhari-Muslim).

Pengertian hijrah di sini harus kita perluas wawasannya, bukan hanya hijrahnya Nabi dari Makkah ke Madinah. Tetapi berhijrah itu dapat juga dipahami berpindah dari hal-hal yang buruk (yang tidak diridloi oleh Allah) ke hal-hal yang baik (yang diridloi oleh Allah). Begitu juga dengan niat. Niat itu pada hakekatnya adalah hasil dari tanggapan ilmu, tidak muncul serta merta tanpa ada yang melatarbelakanginya.

Sebagi contoh, misalnya Anda berniat ingin membeli sayur di pasar. Saya yakin, pasti Anda tahu ilmu tentang pasar, atau paling tidak Anda tahu tentang pasar. Pasti Anda telah tahu bahwa di pasar itu tempatnya orang berjualan, termasuk sayur mayor yang Anda butuhkan. Jika Anda tidak tahu tentang pasar, saya yakin Anda tidak akan berniat membeli sayur-sayuran di pasar.

Jadi tanggapn ilmu itu yang melandasi niat kita. Jika Anda ingin memunculkan niat yang baik maka tanamkan ilmu yang baik, ilmu yang selalu menyertakan Sang Pencipta sebagai pemastinya. Jika Sang Pencipta di lupakan, Anda jangan menyesal jika outpun penuhanan terhadap kebendaan! Wallahu a’lam bishowab!