Meskipun bukan pakar politik,
agaknya kurang afdol kalau tidak membincangkan politik disaat pesta demokrasi,
seperti pada PEMILU 2014 ini. Para pakar politik, biasanya akan melakukan
prediksi perolehan suara, calon kuat yang akan memimpin bangsa dan segala
tetekbengek tentang perpolitikan. Biarlah itu menjadi garapan mereka. Tidak ada
jeleknya kalau kita melakukan kilas balik ketika parpol-parpol peserta PEMILU
tengah mempersiapkan dirinya menjadi pemenang, yaitu ketika mereka sedang
melakukan kampanye untuk menarik masa. Ada satu kebiasaan yang belum berubah,
sejak penulis masih kecil sampai sekarang, ketika usia penulis hampir setangah
abad, yaitu pengerahan masa ketika berkampanye.
Bagi para politikus yang
mendambakan kekuasaan, biasanya berpikiran bahwa unjuk taring itu perlu. Dengan
show of force citra sebagai partai yang kuat akan terpatri di hati rakyat
sehingga diharapkan mereka akan berbondong-bondong memilihnya. Salahkah mereka?
Politik memang akrab dengan pencitraan jadi perilaku seperti itu sebenarnya
sah-sah saja. Tetapi, yang menjadi masalah adalah ketika show of force yang
mereka lakukan kadang-kadang kebablasan sehingga justru mengganggu lingkungan. Kadang-kadang
perilaku mereka tidak mendidik dan menyulut emosi warga.
Kadang-kadang ketika mereka
beraksi, melakukan kampanye untuk partainya, mereka tidak sadar bahwa aksi
mereka ditonton oleh orang banyak, bahkan oleh anak-anak kecil seperti terlihat
pada gambar di atas. Dengan santainya mereka bernyanyi sambil berjoget erotis
melakukan gerakan orang bersenggama. Adegan nungging tembak dari belakang, gaya
ngebor, dll. Ketika mereka menuju dan pulang dari lokasi kampanye biasanya
didahului konvoi kendaraan dengan knalpot blombongan yang memekakkan telinga.
Bahkan ada yang bertindak ekstrim yaitu menuntun kendaraannya sembari menggembar-gemborkan
mesinnya. Nah, inilah yang sering menyulut emosi warga! Inikah pendidikan
politik?
Barangkali pelajar-pelajar pada
gambar di atas sedang meniru kampanye parpol ketika sedang merayakan
kelulusannya. Mereka berkonvoi sembari menggembar-gemborkan kendaraannya dengan
baju dicorat-coret dengan pilox. Agaknya kita perlu menanmkan kesadaran bahwa
apa yang kita lakukan itu di ruang publik. Ditonton orang banyak. Oleh orang
tua, para ABG, bahkan oleh anak-anak. Jadi, secara tidak disadari mereka lakukan
telah mengajari hal-hal yang tidak baik kepada orang lain. Usia penulis saat
ini hampir setengah abad. Dari dulu sewaktu penulis masih kecil sampai sekarang
model kampanye parpol mengalami perubahan yang signifikan. Bagaimana dengan
hasil PEMILUnya? Bagaimana dengan hasil pemilu 2014 ini? Apakah akan mengalami
perubahan kearah yang lebih baik?
Bagaimana dengan para CALEG-nya?
Apakah mereka menghalalkan segala cara untuk meraup suara? Lihat saja di lingkungan
sekitar Anda, apakah ada CALEG yang bagi-bagi duit? Apakah masih ada serangan
fajar, bagi-bagi duit menjelang pencoblosan? Dan, bagaimana dengan calon presidennya?
Silahkan dilihat dan disimpulkan sendiri! Kalau jawabanya “Ya” kita patut
mengelus dada. Apakah pemimpin-pemimpin seperti itu akan mampu mengantarkan
rakyat Indonesia seperti yang diamanatkan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar
1945?
Tetapi kita tidak perlu putus
asa! Agaknya inilah yang menjadi senjata ampuh untuk pertahanan kita. Karena
Tuhan tidak membolehkan kita putus asa. Dalam perputaran sejarah kehidupan
suata bangsa memang pernah mengalami pasang-surut. Roda itu berputar, kadang di
atas kadang di bawah, tetapi bannya jangan sampai kempes sehingga kita akan
berada di bawah terus. Perubahan itu akan terjadi jika kita sendiri yang
mengubahnya.Ini adalah wajah kita. Apakah kulitnya mulus atau bopeng-bopeng ini
adalah wajah kita! Jangan sampai kita membenci diri kita sendiri.
Meskipun ini termasuk
level yang paling lemah, jika kita tidak berdaya, minimal kita tidak
ikut-ikutan dan selalu berdoa kepada Tuhan bagi negeri kita tercinta ini agar
cita-cita para leluhur kita benar-benar menjadi kenyataan.
Barangkali mulai saat ini kita perlu menanamkan kesadaran bahwa Politik harus tetap dipahami sebagai bagian dari kebudayaan
manusia untuk membangun peradaban. Makna politik jangan justru dipersempit
menjadi sekadar alat untuk meraih kekuasaan. Dalam konteks ini, kampanye yang
berbudaya bisa menjadi tawaran yang menarik untuk mengenalkan, menawarkan
program-program perjuangan parpol agar publik jatuh simpati dan memilihnya saat
pencoblosan.
Publik tidak menyukai penampilan
parpol yang garang, misalnya dengan kampanye berkonvoi yang ‘intimidatif’. Cara
macam ini hanya memuaskan nafsu politik pendukung parpol. Namun sesungguhnya
justru kontraproduktif terhadap pencapaian parpol terkait dengan dukungan suara
publik. Kesantunan, perilaku etis menjadi tuntutan publik.
Kampanye berbudaya merupakan
kampanye yang berbasis pada etika dan estetika. Secara etis, kampanye tersebut
tidak menabrak nilai-nilai, norma, moral dan hukum (baca: tertib sosial).
Secara estetis, kampanye tersebut menampilkan keindahan yang mampu menyentuh
emosi publik untuk simpati.
Kreativitas
menjadi ukuran dari mutu kampanye berbudaya. Kreativitas meliputi pengolahan
ide dan bentuk ekspresi. Ide kampanye berbudaya bisa berangkat dari tema besar
yang dipilih sesuai orientasi nilai parpol; misalnya tema kerakyatan, keadilan,
kemakmuran, kejujuran, ketinggian ahlaq dan lainnya. Adapun bentuk ekspresinya
bisa berupa pawai alegoris yang tertib dan santun; karnaval dengan
mengeksplorasi berbagai simbol budaya; eksposisi (pasar seni, pasar murah);
pementasan musik/teater modern atau tradisional/tari; pemutaran film,
forum-forum dialog, aksi sosial, festival seni/non seni dan lainnya.
Kampanye berbasis budaya memberi
publik (1) inspirasi, di mana publik mengalami pencerahan secara kreatif, (2)
hiburan berkualitas, (3) referensi baik berupa ilmu-pengetahuan maupun berbagai
pencapaian yang sifatnya material dan non-material dan (4) penyadaran terkait
dengan politik sebagai bagian dari membangun kebudayaan dan peradaban. Cara
macam ini sejatinya merupakan pendidikan politik yang bermartabat. Parpol
memang tidak harus tampil garang,namun bisa juga tampil ramah,santun, cerdas,
kreatif dan elegan. Selamat memilih calon-calon pemimpin bangsa!