Hiruk pikuk perpolitikkan nasional
semakin ramai, seiring dengan semakin dekatnya Pemilihan Presiden yang
direncanakan pada tanggal 9 Juli nanti. Kampanye, baik yang putih maupun yang
hitam berseliweran menghiasi berbagai media, lebih-lebih media sosial. Bagi
yang tidak menggunakan akalnya, pasti mereka akan menelan mentah-mentah
informasi yang mereka dapatkan. Bahkan, dengan informasi yang masih samar itu,
mereka akan menularkan kepada orang lain, seolah-olah itu merupakan suatu
kebenaran. Bayangkan, jika mayoritas rakyat Indonesia melakukan itu, tidak
mustahil justru informasi negatiflah yang akan mendapatkan kemenangan dan
menjadi keyakinan publik. Yang salah dianggap benar, dan yang benar dianggap
salah. Yang hitam dianggap putih, dan yang putih dianggap hitam.
Kami tidak perlu memberikan contoh-contoh
kampanye hitam di sini, baik dalam bentuk tulisan atau gambar-gambar, apalagi
video agar tidak menimbulkan salah paham. Kita tidak tahu persis, apakah
kampanye hitam itu sengaja disebarkan oleh pendukung capres tertentu untuk
menjatuhkan lawannya, atau justru disebarkan sendiri untuk mendongkrak
popularitas dan meningkatkan elektabilitas, Wallahu a’lam! Yang jelas,
kadang-kadang kampanye hitam dapat menaikkan elektabilitas seorang calon.
Karena yang diserang kampanye hitam seolah-olah terdzalimi dan teraniaya
sehingga mendapatkan simpati public. Dan, pelaku kampanye hitam, tidak akan
mendapatkan simpati public karena mereka telah mempraktikkan kampanya yang
tidak beradab.
Mungkin ada yang menganggap pendapat ini
mengada-ada. Tetapi, kalau kita renungkan, pertanyaan-pertanyaan dan
pandangan-pandangan seperti ini akan terus muncul dan berkembang selama pelaku
kampanye hitam yang sebenarnya tidak ditangkap. Ataukah, mereka sengaja
dibiarkan? Mudah-mudahan tidak. Mudah-mudahan Bawaslu masih menguber para
pelaku kampanye hitam tersebut. Harapkan kami, para pelaku itu akan tertangkap
dan dipersilahkan untuk mempertanggungjawabkan ulah mereka. Kalau tidak, jangan
salahkan kalau ada yang berpendapat bahwa kampanye hitam itu sengaja dibiarkan
untuk menaikkan elektabilitas seorang calon. Atau berpendapat apa saja, karena
toh pelakunya ghaib, tidak tertangkap, tidak kasat mata, abdsurd!
Sebagai warga negara yang memiliki
kamampuan terbatas, kami hanya bisa mengajak teman-teman untuk berhati-hati
dalam menghadapi informasi yang simpang siur. Kita tidak boleh menelan
mentah-mentah setiap informasi yang kita dapatkan, harus kita cerna dan
renungkan secara mendalam sebelum informasi tersebut menjadi keyakinan kita.
Allah mengajarkan kepada kita bagaimana cara menyikapi infomasi yang kita
dapatkan, maksud saya informasi yang simpang siur dan tidak jelas.
“Hai orang-orang
yang beriman, jika datang kepadamu orang Fasik membawa suatu berita, Maka periksalah
dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa
mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu“.
(QS. Al Hujurat: 6).
Ayat ini
dinyatakan oleh Allah kepada orang-orang yang beriman agar mereka berhati-hati
ketika ada orang fasik membawa berita kepadanya; agar mereka memeriksanya dan
tidak menelannya mentah-mentah (Yâ ayyuhâ al-ladzîna âmanû in jâ’akum fâsiqun binaba’in fatabayyanû). Kita
harus melakukan tabayyun ketika kita menerima informasi, tidak boleh menelan
mentah-mentah informasi yang kita dapatkan.
Tabayyun secara bahasa memiliki arti mencari
kejelasan tentang sesuatu hingga jelas benar keadaannya. Sedangkan secara
istilah adalah meneliti dan meyeleksi berita, tidak tergesa-gesa dalam
memutuskan masalah baik dalam hal hukum, kebijakan dan sebagainya hingga jelas
benar permasalahannya.
Tabayyun adalah akhlaq mulia yang merupakan
prinsip penting dalam menjaga kemurnian ajaran Islam dan keharmonisan dalam
pergaulan. Hadits-hadits Rasulullaah saw dapat diteliti keshahihannnya antara
lain karena para ulama menerapkan prinsip tabayyun ini. Begitu pula dalam
kehidupan sosial masyarakat, seseorang akan selamat dari salah faham atau
permusuhan bahkan pertumpahan darah antar sesamanya karena ia melakukan
tabayyun dengan baik. Oleh karena itu, pantaslah Allaah swt memerintahkan
kepada orang yang beriman agar selalu tabayyun dalam menghadapi berita yang disampaikan
kepadanya agar tidak meyesal di kemudian hari,” Hai orang-orang yang beriman,
jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan
teliti (tabayyun), agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum
tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatan itu”.
Dalam perkara apa saja kita memerlukan
tabayyun? Dalam ayat tersebut “nabain” adalah isim nakiroh, jadi kita
perlu bertabayyun dalam hal apa saja, termasuk dalam menyikapi gencarnya
kampanye Pilpres 2014 saat ini, apalagi terhadap kampanye hitam yang makin
marak. Issu teroris yang menimpa umat islam. Berita-berita yang menimbulkan
perpecahan antar kelompok beragama dan antar komponen bangsa. Jika kita
mengabaikannya, pasti kita akan menyesal, karena apa yang menjadi keyakinan
kita boleh jadi salah, sehingga kita menentukan kebijakan salah yang merugikan
orang banyak! Fenomena sosial berbeda dengan pasti alam, inilah yang harus kita
camkan. Fenomena sosial, jika kita salah interpretasi, salah menentukan
kebijakan dan pilihan, mungkin akan memakan korban satu generasi, atau mungkin
beberapa generasi. Wallahu a’lam! Mudah-mudahan bangsa Indonesia mendapatkan
pemimpin yang amanah, yang mampu mengantarkan rakyatnya menuju kehidupan yang
adil, makmur, tata titi tentrem karta raharja! Amiin!