Saturday, June 14, 2014

Menghadapi Kampanye Hitam


Hiruk pikuk perpolitikkan nasional semakin ramai, seiring dengan semakin dekatnya Pemilihan Presiden yang direncanakan pada tanggal 9 Juli nanti. Kampanye, baik yang putih maupun yang hitam berseliweran menghiasi berbagai media, lebih-lebih media sosial. Bagi yang tidak menggunakan akalnya, pasti mereka akan menelan mentah-mentah informasi yang mereka dapatkan. Bahkan, dengan informasi yang masih samar itu, mereka akan menularkan kepada orang lain, seolah-olah itu merupakan suatu kebenaran. Bayangkan, jika mayoritas rakyat Indonesia melakukan itu, tidak mustahil justru informasi negatiflah yang akan mendapatkan kemenangan dan menjadi keyakinan publik. Yang salah dianggap benar, dan yang benar dianggap salah. Yang hitam dianggap putih, dan yang putih dianggap hitam.

Kami tidak perlu memberikan contoh-contoh kampanye hitam di sini, baik dalam bentuk tulisan atau gambar-gambar, apalagi video agar tidak menimbulkan salah paham. Kita tidak tahu persis, apakah kampanye hitam itu sengaja disebarkan oleh pendukung capres tertentu untuk menjatuhkan lawannya, atau justru disebarkan sendiri untuk mendongkrak popularitas dan meningkatkan elektabilitas, Wallahu a’lam! Yang jelas, kadang-kadang kampanye hitam dapat menaikkan elektabilitas seorang calon. Karena yang diserang kampanye hitam seolah-olah terdzalimi dan teraniaya sehingga mendapatkan simpati public. Dan, pelaku kampanye hitam, tidak akan mendapatkan simpati public karena mereka telah mempraktikkan kampanya yang tidak beradab.



Mungkin ada yang menganggap pendapat ini mengada-ada. Tetapi, kalau kita renungkan, pertanyaan-pertanyaan dan pandangan-pandangan seperti ini akan terus muncul dan berkembang selama pelaku kampanye hitam yang sebenarnya tidak ditangkap. Ataukah, mereka sengaja dibiarkan? Mudah-mudahan tidak. Mudah-mudahan Bawaslu masih menguber para pelaku kampanye hitam tersebut. Harapkan kami, para pelaku itu akan tertangkap dan dipersilahkan untuk mempertanggungjawabkan ulah mereka. Kalau tidak, jangan salahkan kalau ada yang berpendapat bahwa kampanye hitam itu sengaja dibiarkan untuk menaikkan elektabilitas seorang calon. Atau berpendapat apa saja, karena toh pelakunya ghaib, tidak tertangkap, tidak kasat mata, abdsurd!

Sebagai warga negara yang memiliki kamampuan terbatas, kami hanya bisa mengajak teman-teman untuk berhati-hati dalam menghadapi informasi yang simpang siur. Kita tidak boleh menelan mentah-mentah setiap informasi yang kita dapatkan, harus kita cerna dan renungkan secara mendalam sebelum informasi tersebut menjadi keyakinan kita. Allah mengajarkan kepada kita bagaimana cara menyikapi infomasi yang kita dapatkan, maksud saya informasi yang simpang siur dan tidak jelas.

Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang Fasik membawa suatu berita, Maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu“. (QS. Al Hujurat: 6).

Ayat ini dinyatakan oleh Allah kepada orang-orang yang beriman agar mereka berhati-hati ketika ada orang fasik membawa berita kepadanya; agar mereka memeriksanya dan tidak menelannya mentah-mentah (Yâ ayyuhâ al-ladzîna âmanû in jâ’akum fâsiqun binaba’in fatabayyanû). Kita harus melakukan tabayyun ketika kita menerima informasi, tidak boleh menelan mentah-mentah informasi yang kita dapatkan.

Tabayyun secara bahasa memiliki arti mencari kejelasan tentang sesuatu hingga jelas benar keadaannya. Sedangkan secara istilah adalah meneliti dan meyeleksi berita, tidak tergesa-gesa dalam memutuskan masalah baik dalam hal hukum, kebijakan dan sebagainya hingga jelas benar permasalahannya.

Tabayyun adalah akhlaq mulia yang merupakan prinsip penting dalam menjaga kemurnian ajaran Islam dan keharmonisan dalam pergaulan. Hadits-hadits Rasulullaah saw dapat diteliti keshahihannnya antara lain karena para ulama menerapkan prinsip tabayyun ini. Begitu pula dalam kehidupan sosial masyarakat, seseorang akan selamat dari salah faham atau permusuhan bahkan pertumpahan darah antar sesamanya karena ia melakukan tabayyun dengan baik. Oleh karena itu, pantaslah Allaah swt memerintahkan kepada orang yang beriman agar selalu tabayyun dalam menghadapi berita yang disampaikan kepadanya agar tidak meyesal di kemudian hari,” Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti (tabayyun), agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatan itu”.

Dalam perkara apa saja kita memerlukan tabayyun? Dalam ayat tersebut “nabain” adalah isim nakiroh, jadi kita perlu bertabayyun dalam hal apa saja, termasuk dalam menyikapi gencarnya kampanye Pilpres 2014 saat ini, apalagi terhadap kampanye hitam yang makin marak. Issu teroris yang menimpa umat islam. Berita-berita yang menimbulkan perpecahan antar kelompok beragama dan antar komponen bangsa. Jika kita mengabaikannya, pasti kita akan menyesal, karena apa yang menjadi keyakinan kita boleh jadi salah, sehingga kita menentukan kebijakan salah yang merugikan orang banyak! Fenomena sosial berbeda dengan pasti alam, inilah yang harus kita camkan. Fenomena sosial, jika kita salah interpretasi, salah menentukan kebijakan dan pilihan, mungkin akan memakan korban satu generasi, atau mungkin beberapa generasi. Wallahu a’lam! Mudah-mudahan bangsa Indonesia mendapatkan pemimpin yang amanah, yang mampu mengantarkan rakyatnya menuju kehidupan yang adil, makmur, tata titi tentrem karta raharja! Amiin!





Saturday, June 7, 2014

Kampanye Hitam



Warna hitam selalu dinisbahkan dengan kejahatan. Hitam adalah kegelapan. Di dalam cerita-cerita ada istilah pangeran kegelapan, orang-orang yang dijadikan tumpuan kesalahan disebut kambing hitam, di dalam cerita-cerita silat yang marak pada tahun delapan puluhan, ada istilah golongan hitam. Artinya golongan yang menghambakan diri pada kejahatan. Ketika kran politik dibuka selebar-lebarnya, tepatnya setelah reformasi, istilah kampanye hitam sering muncul. Hal ini jarang terjadi pada zaman ORDEBARU. Maklumlah, pada saat itu kebebasan politik sangat terbatas, sehingga rakyat tidak bisa bebas mengeluarkan aspirasinya. Merekapun ketakutan, jika terlalu vokal mengeritik rezim yang sedang berkuasa akan dicap subversif! Berbeda dengan zaman sekarang, kebebasan politik sudah dibuka seluas-luasnya. Tetapi kadang-kadang kebebasan itu justu kebablasan, meskipun suara-suara itu acapkali dianggap anjing menggonggong dan kafilahpun tetap berlalu.



Lihat saja ketika kita sedang mengadakan perhelatan demokrasi, baik pada level pemilihan ketua RT, RW, dukuh, lurah, camat, bupati, gubernur sampai pada tingkat presiden kampanye hitam sering muncul. Kampanye hitam ditempuh dalam rangka mendiskriditkan lawan politik untuk mendongkrak golonganya sendiri. Caranya halus tetapi sungguh keji! Kenapa keji? Kampanye hitam sangat akrab dengan fitnah, ingat fitnah itu lebih kejam dari pembunuhan!

Para pelaku kampanye hitam biasanya menghalalkan segala cara sehingga mereka tak segan-segan menggunakan isu negatif yang tidak berdasar. Dan, sekarang, dengan makin canggihnya teknologi informasi, perilaku seperti itu sangat mudah dilakukan, tentu saja kalau berkantong tebal. Ciri-ciri kampanye hitam adalah, lebih banyak omong kosongnya daripada fakta. Atau, kondisi fakta yang minim kemudian “dipelintir’ dicampur opini pribadi atau kelompoknya sehingga hasilnya “miring” atau negatif di masyarakat.

Sebagai warga negara yang baik, tentu saja kita tidak boleh tinggal diam menghadapi situasi seperti itu. Tentu saja disesuaikan dengan kapasitas masing-masing. Jika kita cuma akar rumput, tentu saja kapasitas kita hanya tingkatan keluarga sendiri, warung kopi, tetangga, atau sahabat-sahabat dekat kita. Masyarakat kita sekarang memang sudah semakin cerdas, lebih melek politik dibandingkan dulu, tetapi tidak ada salahnya kita saling nasehatmenasehati di dalam kebenaran dan kesabaran. Motivasi inilah yang harus kita tanamkan di dalam hati. Kuncinya adalah pencerdasan sehingga masyarakat paham mana isu, kampanye hitam dan mana kebenaran. Alhasil, dengan semakin cerdasnya masyarakat, kampanye hitam semakin kurang ditanggapi. Masyarakat akan tahu, orang yang suka menjelek-jelekan orang lain itu, biasanya justru kelakuannya jauh lebih jelek lagi.

Ada satu resep yang barangkali dapat menangkal evektifitas kampanya hitam. Perlakukanlah kampanye hitam itu sama dengan isu, sehingga dalam menanggapinya kita tidak perlu emosi. Isu kok ditanggapi! Sebaliknya, kalau kita tanggapi, maka menang dan senanglah dia (si pembuat kampanye hitam), karena dia memang tidak jelas. Kita diam, dia  akan hilang ditelan  waktu.  Sebaliknya, akan semakin ramai, bila kita menanggapinya dengan serius plus emosi. Kalaupun kita mau menanggapinya, bawalah ke suasana santai, guyonan yang cerdas. Bila perlu sampaikan terima kasih karena pihak lawan yang peduli mau menjadi cerminan kita, sehingga mendorong kinerja lebih baik lagi kepada masyarakat.

Bagi masyarakat pemilih, jelas harus berpikir positif menanggapi isu yang menyudutkan seseorang calon pemimpin. Kenapa calon pemimpin itu disudutkan? Dijelek-jelekan? Benarkah dia layak disudutkan karena kejelekannya? Lebih bijak bila kita mengenali calon pemimpin itu dari kinerjanya selama ini. Apa saja yang telah dia perbuat sehingga mensejahterakan masyarakat atau justru menyengsarakan rakyat?

Sebenarnya, kampanye hitam itu sendiri juga memunculkan data dan fakta yang terbaik bagi pemilih mengenai rekam jejak si calon pemimpin yang akan dipilihnya. Inilah sisi positif yang harus kita perhatikan. Karena segala sesuatu itu tidak ada yang sia-sia jika dilihat dengan kaca mata positif. Dan kita juga harus yakin bahwa kebenaran mutlak itu hanya ada pada Tuhan Yang Maha Kuasa. Kita manusia hanya berikhtiar dalam mencari kebenaran. Manusia itu tempat salah dan dosa! Namun sebagai bangsa yang beradab dan bermartabat, kejujuran  pada  diri sendiri adalah harta yang paling berharga. Bangsa Indonesia akan mundur bila praktek ketidakjujuran, seperti tindakan kampanye hitam masih berlaku, dan kita diamkan!  









Thursday, June 5, 2014

Memilih Calon Presiden Indonesia 2014


Hari gini, kalau belum ngongin PILPRES rasanya kurang afdol. Meskipun bukan pakar politik, rasanya tidak ada masalah kita ngomongin PILPRES, sebab sering juga yang mengaku atau memang pakar itu salah dalam melakukan analisa. Lagi pula saat ini tema tersebut sudah merambah ke dalam obrolan-obrolan warung kopi. Siapa yang akan jadi presiden nanti? Siapa yang pantas memimpin bangsa ini? Dan siapa yang mampu mengatasi keterpurukan bangsa ini, sehingga benar-benar menjadi bangsa besar dan bermartabat?


Tentu saja perbedaan pendapatpun terjadi. Acapkali kampanye hitampun terjadi, ternyata kampanye hitam itu tidak hanya monopoli kalangan elit, tetapi kalangan akar rumputpun kadang-kadang tidak dapat menghindari kampanye hitam. Tentu saja temanya menjiplak dari kampanye hitam di kalangan elite yang tersebar di massmedia.

Kali ini kita tidak akan membahas masalah kampanye hitam. Dan kali ini kitapun tidak akan mengelaborasi isu-isu yang berkembang. Apalagi menghujat dan memfitnah orang-orang yang berpandangan politik bersebarangan dengan kita. Apa untungnya menfitnah. Ingat, fitnah itu lebih kejam dari pembunuhan. Biarlah kompetisi ini berjalan dengan mulus!

Pada kesempatan kali ini, setelah beberapa saat tidak mengupdate blog ini, kami mengajak saudara-saudara yang mencintai bangsa ini, dan saudara-saudara yang ingin memilih pada PILPRES nanti untuk menggunakan mata batin kita dalam memilih calon presiden nanti. Salah satu caranya adalah dengan berdoa, memohon pada Yang Maha Kuasa agar diberi petunjuk dalam melakukan pilihan. Tidak ada salahnya pemerintah menganjurkan rakyatnya untuk melakukan pendekatan batin dalam memilih sesuatu yang sangat penting, yang akan sangat berpengaruh terhadap bangsa yang kita cintai ini.

Kadang-kadang untuk masalah biasa yang bersifat pribadi, misalnya menjelang EBTANAS, para wali, guru,  dan murid sibuk melakukan doa bersama agar nilai EBTANASnya memuaskan dan dapat diterima di sekolah favorite, kenapa untuk PILPRES kita tidak melakukan itu? Padahal, kita tahu, PILPRES akan sangat menentukan kemajuan bangsa ini. Apabila kita menggapinya dengan cuek tanpa melakukan ikhtiar batin, maka jangan salahkan jika yang terpilih nanti tidak sesuai dengan yang kita inginkan.

Ihtiar lahir telah dilakukan dengan maksimal. Misalnya yang dilakkan para calon sendiri. Tenaga, pikiran, dan duit telah mereka keluarkan. Sekarang tiba saatnya untuk melakukan ikhtiar batin. Tidak ada salahnya pemerintah memerintahkan kepada rakyatnya untuk bersama-sama melakukan ikhtiar batin! Menurut agama dan kepercayaan masing-masing! Hentikan fitnah memfitnah, hujat menghujat dan kampanya hitam yang hanya akan merugikan diri kita sendiri. Sudah saatnya kita bersikap dewasa dan menyerahkan kepada rakyat siapa yang akan diberi amanah untuk mempimpin negeri ini. Kampanya tidak dilarang selama hal itu positif dan memberi pendidikan politik bagi rakyat.

Jika perlu, sebelum diadakan PILPRES nanti dilakukan tobat nasional. Tobat itu tidak hanya memohon ampun atas kesalahan kita kepada Tuhan dengan hanya dilisankan. Lebih tepatnya, tobat itu memohon ampun dan mau kembali ke jalan kehidupan yang diridloi oleh Tuan. Hal ini saya kira tidak terlalu berlebihan, karena kalau kita tengok PANCASILA pada sila pertama yang berbunyi “Ketuhanan Yang Maha Esa”  itu berarti bahwa suara kita harus dijiwai dengan suara Tuhan. Suara Tuhan harus menjiwai bangsa ini. Lawannya adalah kesetanan, dimana suara setanlah yang menjiwai. Suara setanlah yang ditaati!

Tetapi, bagimanapun juga, semua itu terpulang pada diri kita sendiri. Apakah kita memilih Suara Tuhan atau suara setan, itu terserah pada diri kita sendiri. Hanya saja, konsekuensinya tergantang pada pilihan kita. Jika kita memilih suara setan, maka kehancuranlah yang akan kita dapatkan. Sebaliknya, jika memilih suara Tuhan, Insya Allah, tujuan terbentuknya negara ini, yang telah dituangkan dalam pembukaan UUD 45 akan terwujud. Amiin!