Monday, December 21, 2015

HATI SEBAGAI PANGLIMA KEHIDUPAN

Kalau kita berbicara baik buruknya seseorang tidak bisa lepas dari masalah hati. Orang sering berkata, orang itu baik karena hatinya baik. Ada kesinambungan antara hati dan perilaku seseorang. Rasulullah bersabda, di dalam diri manusia itu ada segumpal daging, jika dia baik maka seluruh tubuh akan menjadi baik, sebalik jika dia buruk maka seluruh tubuh akan menjadi buruk. Yang demikian itu adalah hati.

أَلَا وَإِنَّ فِي الْجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ، أَلاَ وَهِيَ الْقَلْبُ. 

"Ketahuilah bahwa di dalam tubuh itu terdapat sugumpal darah, apabila ia baik maka seluruh tubuh akan baik, dan apabila rusak maka seluruh tubuh akan rusak. Ketahuilah ia adalah hati." (HR. Bukhari dan Muslim)

Hati di dalam pengertian bahasa Indonesia, di dalam Al-Quran disebut dengan tiga istilah. Pertama, Kaabidun, artinya adalah hati dalam pengertian sebuah organ tubuh, fisik. Ini yang sering disebut lever. Organ ini mempunyai fungsi biologis dalam tubuh kita. Itu namanya Kabid, dalam bahasa Indonesia namanya hati. 

Ke dua, Qolbu, dalam bahasa Indonesia juga dikatakan hati. Dalam bahasa Al-Quran Qolbu itu diambil dari kata Qolaba, bolak-balik. Qolbu artinya yang membolak-balikkan persaan kita. Ada saat benci, ada saat senang, ada saat bahagia, ada saat sedih, ini adalah Qolbu. Dan Qolbu ini bisa menjadi pendorong kebaikan dan pendorong keburukan. Dia di tengah-tengah kadang baik dan kadang buruk, sifatnya abstrak berbeda dengan kabidun yang memiliki arti dalam pengertian kongkrit, lever.

Ke tiga, Fuad, adalah hati dalam pengertian abstrak yang dominannya baik. Orang itu mempunyai dorongan baik dan dorongan buruk. Dan Fuad adalah yang dominan hatinya baik.   Seperti seseorang yang memiliki akhlak yang baik, bukan berarti dia tidak memiliki dorongan hati yang buruk tetapi dorongan buruk tersebut mampu dia redam sehingga dia menonjolkan dorongan-dorongan baiknya.

Bagaimana dengan orang-orang jahat, seperti perampok, tukang fitnah, dan koruptor? Apakah Qolbunya sama dengan orang-orang shaleh? Awalnya kondisi qolbunya sama. Modalnya sama antara orang yang menghalalkan segala cara dengan orang-orang yang memperhatikan ajaran Allah …. Dalam hadits dikatakan apakah nanti dia menjadi Nasrani, Yahudi atau Majuzi … lingkungan sangat berperan. Pendidikan, pembiasaan, itu yang membuat kualitas qolbu seseorang menjadi berbeda-beda. Ketika manusia itu dilahirkan dari rahim seorang ibu Qolbunya sama yang membedakan kualitas intelektual. Namun karena salah asuh, lingkungan yang tidak kondusif, salah pembiasan itu yang membuat mereka berbeda. Qolbu itu jika sering diasah untuk melakukan kebaikan-kebaikan akan memunculkan perilaku yang baik pula.  Sebaliknya jika qolbunya jarang diasah dengan kebaikan yang akan terlahir adalah keburukan-keburukan.

Manusia itu oleh Allah memang diberikan plus minus, namun demikian baik dan tidaknya seseorang ditentukan oleh Qolbunya bukan oleh intelektualnya. Barangkali ini kabar gembira bagi orang-orang yang tidak cerdas. Tanpa cerdaspun bisa sholeh. Jadi tidak ada alasan bagi orang yang tidak cerdas untuk tidak sholeh. Sholeh dan tidaknya seseorang itu tidak semata-mata ditentukan oleh kecerdasan intelektual seseorang. Hal itu berkaitan dengan kesucian Qolbu. Dan yang menarik adalah ketika Allah menciptakan manusia, Allah ciptakan kadar intelektualitas manusia memiliki kemampuan berbeda-beda.

Menurut para ahli, kecerdasan intelektual kita dipengaruhi oleh tiga faktor. Kesatu, genetik (turunan), kecerdasan dipengaruhi oleh unsur gizi (dalam ajaran agama Islam wanita hamil diberi keringanan untuk tidak berpuasa, cukup bayar fidyah, karena wanita hamil boleh jadi dia kuat tetapi nutrisi untuk janin belum tentu terpenuhi) ketiga adalah stimulus (rangsangan),  itu sebabnya kata para ahli pada usia 120 hari pendengaran janin sudah berfungsi. Bahkan ketika ibunya mandi suara air itu terdengar oleh janin. Makanya disarankan kalau dibarat itu sering diperdengarkan musik-musik klasik, kalau kita umat islam sebaiknya diperdengarkan ayat-ayat Al-Quran (bukan berarti tidak boleh mendengar musik-musik klasik) ini juga mempengaruhi kecerdasan seseorang, genetiknya beda, stimulusnya beda, gizinya beda.

Kalau kita cermati manusia itu terdiri dari tiga unsur. Pertama unsur jasad, unsur jasad ini yang paling bisa diukur. Kedua, unsur akal, kemampuan berpikir manusia. Yang ketiga adalah qolbu. Seperti telah dikemukakan di atas soleh dan tidaknya seseorang itu bukan ditentukan oleh cerdasnya akal tetapi ditentukan oleh bersihnya hati. Ini isyarat bahwa penentu kesolehan seseorang itu bukan pada kecerdasan akalnya tetapi ada pada kesucian qolbunya. Disinilah pentingnya kita memahami kualitas-kualitas hati sehingga kita bisa mengetahui kapan hati kita sehat dan kapan hati kita sakit, dan bagaimana kita mengobati dan menjaga hati kita. Biasanya kalau kita merasakan gejala sakit pada tubuh, kita ada keinginan untuk berobat, tapi seringkali lupa mendeteksi kualitas hati kita sehingga kita lupa untuk mengobati hati dan jiwa kita. 

Kualitas hati manusia itu ada tiga :

Qolbun Mayitun : Hati yang mati. Adalah hati yang tidak bisa disentuh dengan nasehat. Hati yang sudah tidak mau mendengar nilai-nilai kebajikan. Di dalam Al Quran ‘Aandzartahum anlam tundzirhum layu;minuun ………… kamu kasih peringatan atau tidak sama saja. Dapatkah orang yang hatinya mati hidup kembali? Apa yang harus kita lakukan jika menghadapi orang yang hatinya mati? Pertama, kita harus mendoakannya. Karena Allah yang punya kuasa membolakbalikkan hati, Allah memiliki hak prerogatif merubah hambanya! Kita tidak boleh lelah mengajak kebaikan. Kita harus memperlakukannya dengan santun, semoga dengan perlakuan kita yang demikian membuat dia sadar diri.

Qolbun Maridzun : Hati yang sakit. Ketika kita sakit ada gejala-gejalanya. Seperti sakit fisik kita. Ketika qolbu kita sakit itu juga ada gejala-gejalanya. Tidak merasa nikmat kalau beribadah, serasa hambar, serasa beban. Orang yang hatinya sakit itu biasanya pesimis dalam berdoa. Tidak merasa salah kalau berbuat dosa, tidak sensitif dengan kesalahan. Sulit memaafkan kesalahan orang lain. Kalau kita sulit memaafkan orang lain, itu adalah ciri bahwa hati kita sakit. Sering mengalami kegelisahan, keluh kesah, dll.

Qolbun Salimun : Hati yang sehat. Indikatornya adalah, wajilat qulubuhum …. Hatinya sering merasakan kerinduan kepada Allah. Konsekuensinya karena dia rindu kepada Allah, dia merasa nikmat dalam beribadah. Shalat merasa nikmat, datang ke majelis taklim merasa nikmat, jadi ada kenikmatan tersendiri dalam beribadah. Sangat terbuka dengan nasehat, kalau diberi masukan dia dengar dengan sepenuh hati, dia ikuti mana petunjuk-petunjuk hidup yang akan menjadi kebaikan hidup bagi dirinya. Orang yang hatinya sehat itu memiliki jiwa tawakal. Orang yang memiliki jiwa maafnya sangat luas, dia bukan tipe pendendam. Sensitif terhadap dosa, artinya dia selalu berusa bertaubat jika melakukan kesalahan atau dosa. Suka membalas keburukan yang dilakukan orang lain dengan kebaikan, dll.

Kenapa ada orang yang hatinya sakit atau mati ?

Diantara penyebab hati itu sakit karena tidak pernah dirawat. Apapun kalau tidak dirawat hasilnya akan buruk, seperti tanaman yang tidak dirawat. Kurang nutrisi. Seperti halnya fisik kita, kalau gizi kita jelek daya tahan tubuh kita akan jelek. Seseroang yang jiwanya tidak pernah diberi nutrisi, nutrisi ilmu, nutrisi doa, nutrisi amal shaleh, memungkin orang mengalami penurunan kualitas hatinya. Kualitas hati kita buruk karena perbuatan dosa dan maksiat. Karena dosa itu seperti virus dia terus saja menggerogoti tubuh kita. Ini merujuk pada hadits nabi :

Sesungguhnya seorang hamba apabila dia melakukan suatu dosa akan tercemar hatinya dengan noda-noda. Jika dia berhenti igstifar bertobat, maka hatinya akan bersih lagi. Tetapi kalau dia mengulangi … mengulangi … mengulangi … nanti makin banyak nodanya. Misalnya pakain putih, jika ada noda harus cepat-cepat dibersihkan … jika tidak … dan dia biarkan terus ternoda maka akan berubah menjadi hitam. Qolbu manusia akan tercemar dengan dosa yang sering dia ulang-ulang sampai pada satu titik nanti dia tidak merasa berdosa lagi. 

Ciri-Ciri Hati Yang sakit atau mati

Ini hanyalah beberapa contoh, untuk contoh-contoh lain dapat anda cari sendiri. Orang yang memiliki hati yang kotor dan mati, sakit, akan memunculkan akhlak yang tidak baik seperti seperti berikut :

1.   Ananiyyah

 Ana-niyyah berakar dari kata ana yang berarti aku atau saya. Dengan akar kata tersebut, ana-niyyah berarti sikap mengutamakan atau menonjolkan rasa keakuan saat bersikap. Dalam bahasa yang lebih umum kita menyebutnya egois atau selfish. Sikap ana-niyyah atau egois ini merupakan sikap dasar manusia sebagai pribadi yang memiliki ego atau sikap diri.

Dalam ukuran wajar, sikap ana-niyyah ini sangat diperlukan karena akan membentuk karakter seseorang yang memiliki ciri khusus bagi dirinya. Dengan sikap ana-niyyah yang wajar ia dapat bersikap dan berpendirian yang tegas terhadap sesuatu. Orang yang memiliki sikap ananiyah yang terlalu rendah akan sangat mudah terpengaruh dan terombang-ambing pada pendapat orang lain. Ia merasa minder di hadapan orang lain. Sebaliknya, saat sikap ana-niyyah ini terlalu kuat ia dapat terjerumus pada sikap tidak peduli pada orang lain.

Sikap ana-niyyah yang terlalu besar membuat seseorang mengabaikan orang lain. Ia tidak lagi memandang penting hadirnya orang lain dalam pandangan hidupnya. Dengan pandangan seperti ini, ia akan mengukur segalanya dari sudut pandang pendapat dan kepentingannya pribadi. Sikap egois yang berlebihan membuat hubungan sosial pelaku dengan orang lain bermasalah. Hal inilah yang tidak baik untuk dilakukan.

Di dalam ilmu jiwa, ananiah dikenal dengan istilah egoistis, yaitu mementingkan diri sendiri dan mengingkari keberadaan orang lain. Ananiah termasuk akhlak tercela karena ia kurang menyadari bahwa semua yang dimiliki itu berasal dari Allah dan tidak abadi. Menurut Al-Ghazali, ananiah itu terjadi karena, antara lain kecantikan, kekayaan, kepandaian, kedudukan yang tinggi, dan jasa yang pernah diberikan. Orang yang egois biasanya membangga-banggakan diri sendiri, menganggap orang lain hina dan rendah. Padahal Allah swt. dengan tegas tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membanggakan diri.

Penyakit ini jika dibiarkan berlarut-larut akan bermetamorfose menjadi bentuk sikap negatif yang beragam :

1.    Selalu ingin menang sendiri.

Sikap ini adalah sikap khas ana-niyyah. Rasa keakuan yang besar membuat seseorang tidak pernah bersedia mengalah dari orang lain. Ia selalu ingin menang dalam semua keinginannya.

2.    Tidak peduli pada orang lain.

Sikap lanjutan dari ingin menang sendiri adalah tidak peduli pada orang lain. Saat mengejar keinginannya, ia tidak mempedulikan keadaan, keinginan, dan kebutuhan orang lain. Hal terpenting baginya adalah terpenuhinya keinginan diri sendiri.

3.    Meremehkan orang lain.

Keakuan yang besar akan membuat orang tersebut merasa dirinya adalah pusat dunia. Ia merasa yang paling pandai, paling tampan, dan paling penting dari semua yang ada. Dengan perasaan seperti itu, ia akan dengan mudah meremehkan orang lain.

4.    Tidak mendengar saran dan kritikan orang lain.

Setelah merasa dirinya serba paling, ia merasa orang lain tidak lebih baik dari dirinya. Dengan demikian, pendapat orang lain pun tidak lebih baik dari pendapatnya sendiri. Keadaan ini membuat ia tidak mau mendengarkan saran orang lain.

2.   Gadab

Gadab adalah marah. Seperti ana-niyyah, gadab merupakan tabiat wajar manusia selaku makhluk yang dikaruniai perasaan. Dalam keadaan tertentu marah merupakan keharusan. Misal saat Allah Swt. dan rasul-Nya dihina oleh seseorang. Akan menjadi aneh jika seorang muslim tidak marah saat Allah Swt. dihina di hadapannya. Marah juga dipandang wajar saat seseorang mendapat perlakuan yang keterlaluan. Dalam keadaan ini ia berhak marah. Akan tetapi ada kalanya kemarahan itu demikian besar hingga melampaui batas. Marah seperti ini dapat berubah menjadi tidak terkendali. Marah seperti inilah yang kita maksudkan

Sikap marah yang berlebihan dapat kita saksikan dalam beragam ekspresinya. Beberapa contoh ekspresi sikap marah yang berlebihan adalah sebagai berikut :
  •  Bertindak kasar. Orang yang marah berlebihan cenderung melampiaskan marahnya dengan berlaku kasar, seperti memukul, menendang, menghajar, hingga membunuh.
  • Berkata-kata kasar. Selain bertindak kasar orang yang sedang marah dapat melampiaskan kemarahannya dengan ucapan kasar. Misal, mengumpat, menyumpah, menghardik, atau meludah.
  • Memutuskan hubungan. Memutuskan hubungan dengan orang yang ia marahi merupakan bentuk marah yang berlebihan. Saat kemarahan merasuk hati, ia tidak mau lagi bertemu, berhubungan, menerima telepon, atau menerima kunjungan orang yang ia marahi.
  • Tidak peduli. Kemarahan yang sangat membuat seseorang berusaha menjauhkan hal-hal yang berhubungan dengan orang yang ia marahi dari dirinya. Hal ini membuat ia tidak peduli dengan orang yang ia marahi.
Setiap yang berlebihan akan membawa dampak yang tidak baik. Demikian pula kemarahan yang berlebihan. Beberapa akibat yang dapat munculkan akibat kemarahan yang berlebihan antara lain sebagai berikut :

Pertama, dijauhi orang lain.

Orang yang sering marah berlebihan akan ditinggalkan teman-temannya. Bisa jadi karena takut berbuat kesalahan yang berbuntut dipukuli. Bisa juga karena tidak suka dengan kebiasaan marah tersebut. 

Kedua, Kehilangan kesempatan.

Saat orang lain menjauhi, kesempatan yang datang bersama mereka pun ikut pergi. Kesempatan kerja, bisnis, informasi, atau silaturahmi pun hilang seiring menjauhnya teman-teman dari sisi. Demikian pula saat orang yang marah memutuskan hubungan dengan orang lain. Ia dapat kehilangan kesempatan yang ada pada orang tersebut.

Ketiga, diabaikan orang lain.

Orang yang mudah marah, kemarahannya akan dipandang biasa oleh orang lain. Kemarahan itu tidak lagi memiliki wibawa. Dengan demikian, saat ia marah, kemarahannya tersebut tidak dipedulikan orang lain.

Akibat seperti ini tentu bukanlah sesuatu yang pantas diharapkan. Tidak ada seorang pun ingin dijauhi orang lain. Demikian pula tidak ingin kehilangan kesempatan atau diabaikan orang lain. Oleh karena itulah sebagai muslim yang baik, kita harus berusaha mengendalikan diri saat marah. Bukankah Rasulullah saw. menyatakan bahwa orang yang kuat adalah orang yang mampu mengendalikan dirinya saat marah.

عَنْ اَبِى هُرَيْرَةَ رَضِىَ اللهُ عَنْهُ اَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : لَيْسَ الشَّدِيْدُ بِالصُّرْعَةِ، اِنَّمَا الشَّدِيْدُ الَّذِى يَمْلِكُ نَفْسَهُ عِنْدَ الْغَضَبِ (متفغ عليه)

Artinya:
Dari Abu Hurairah r.a., bahwasanya Rasulullah saw. bersabda: ”Bukanlah orang kuat itu orang yang kuat dalam bergulat. Orang kuat yang sebenarnya adalah orang yang mampu mengendalikan dirinya. (H.R. Muttafaq alaihi)

3.   Hasad

Hasad berasal dari kata bahasa Arab yang berarti rasa iri atau dengki. Hasad adalah rasa tidak suka yang bersemayam dalam hati saat mengetahui orang lain mendapat nikmat atau keberhasilan. Perasaan dengki sebenarnya berasal dari sikap tamak seseorang pada dirinya sendiri. Artinya, ia merasa bahwa dirinya ada dan penting. Hal ini membuatnya tanpa sadar berharap orang lain tidak sepenting dirinya. Dengan keadaan itu, ia ada kalanya tanpa sadar tidak suka saat orang lain mendapat perhatian lebih dengan keberhasilan atau nikmat yang orang itu dapatkan.

Sikap hasad termasuk sikap tercela. Sikap hasad yang tidak terkendali dapat menimbulkan permusuhan antarsesama. Saat rasa dengki itu begitu menguasai hati, seseorang dapat berbuat jahat untuk melampiaskan rasa dengkinya. Ia dapat menghembuskan isu, gosip, atau bahkan fitnah untuk menjatuhkan harga diri orang yang ia dengki. Tidak hanya itu, rasa dengki juga dapat mendorong seseorang berbuat yang merusak tatanan kehidupan seperti memukul, mencelakai, hingga membunuh.

Akibat sikap hasad ini tidak hanya berakibat buruk bagi korbannya tetapi juga kepada diri pelakunya sendiri. Bagi pelaku, sikap hasad itu merusak jiwanya. Ia tidak suka saat orang lain mendapat nikmat. Ia lebih tidak suka lagi saat orang lain mendapat nikmat yang lebih baik. Hatinya menangis. Saat orang lain mendapat nikmat yang lebih banyak lagi, ia semakin sakit.

1.    4. Gibah

Gibah adalah gosip atau menggunjing, yaitu membicarakan atau menampakkan sesuatu yang tidak disukai oleh orang yang dibicarakan. Sesuatu yang menjadi obyek gibah dapat beraneka ragam mulai cara bicara, keadaan, aib, rahasia, ketidaksengajaan berpakaian, atau hal lain yang memalukan atau tidak ingin diketahui orang lain.

1.    5. Namimah

Namimah artinya mengadu domba, yaitu tindakan mengadu dua orang atau lebih agar bermusuhan atau berselisih. Tindakan ini dapat berupa menyebarkan isu atau provokasi (pancingan) pada dua orang agar timbul masalah. Selanjutnya, timbul perselisihan antara kedua orang atau dua kelompok itu.

Mengadu domba sangat efektif untuk melemahkan suatu masyarakat atau komunitas. Sebagai contoh adalah strategi mengadu domba yang dilakukan oleh penjajah Belanda kepada masyarakat Indonesia. Untuk melemahkan perjuangan bangsa Indonesia, penjajah menggunakan taktik devide et impera, mengadu domba dan menguasai. Isu, iming-iming jabatan, uang dan tawaran menggiurkan lain diberikan agar sesama warga bangsa berselisih. Setelah berselisih dengan mudah dikuasai oleh penjajah.

Hal inilah yang diingatkan Allah Swt. dalam Surah al-Hujurat [49] ayat 6 sebagai berikut :

Wahai orang-orang yang beriman! Jika seseorang yang fasik datang kepadamu membawa suatu berita, maka telitilah kebenarannya, agar kamu tidak mencelakakan suatu kaum karena kebodohan (kecerobohan), yang akhirnya kamu menyesali perbuatanmu itu.

Tindakan mengadu domba tidak berakibat lain selain permusuhan dan kekacauan. Ketenteraman dan kenyamanan hidup bersama akan terganggu saat silaturahmi antaranggota masyarakat dibakar provokasi. Persahabatan dua sahabat dekat akan retak saat keduanya berhadapan sebagai pihak yang saling menjatuhkan.

Bagi pengadu domba, perilaku ini membuat jiwanya semakin sakit. Ia bersikap pengecut karena tidak secara jantan berhadapan sendiri. Ia menggunakan tangan orang lain untuk mendapatkan keinginannya. Pada zaman sekarang teknik adu domba sudah semakin canggih dengan makin canggihnya teknologi informasi. Penemuan-penemuan tersebut menjadi berkah yang luar biasa bagi manusia, tetapi sekaligus menjadi malapetaka yang luarbiasa pula jika disalahgunakan untuk berbuat kejahatan. Umat islam merasakan ini. Stikma teroris dialamatkan kepada umat islam, dimana media sangat berperan dalam pembentukan stikma tersebut.

Kita semua tahu, betapa buruknya akibat adu domba, baik dalam skala kecil maupun besar. Oleh karena itulah, Allah Swt. dan rasul-Nya senantiasa mengingatkan kita untuk menjauhi sikap tercela ini.


Wednesday, December 2, 2015

IJTIHAD SUATU KEGIATAN ILMIAH

Kata ijtihad mempunyai konotasi dengan kata-kata jihad, juhud dan lain-lain, artinya bersungguh-sungguh, atau berusaha dengan sekuat usaha. Segala bentuk kegiatan yang dilakukan dengan sungguh-sungguh termasuk dalam kategori kegiatan ijtihad, atau jihad. Alquran surat  Al ‘ankabut ayat 69  menyatakan bahwa orang-orang yang bersungguh-sungguh (berjihad) menurut Allah pasti akan Allah tunjukkan petunjuk-NYA. Dengan demikian maka pada ayat itu penekanan dari ijtihad atau jihad adalah kesungguhan dalam rangka memahami petunjuk yang diberikan oleh Allah.
69. dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar- benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan kami. dan Sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik.
Dalam hubungannya dengan sektor keilmuan maka seorang yang mengadakan kegiatan di bidang ilmiah amat patut disebut Mujtahid atau Mujahid. Kalau ilmu yang dipelajari adalah ilmu Allah yakni Alquran menurut Sunnah Rasul maka ia adalah termasuk mujahidiin fi sabiilillah, sebaliknya apabila yang dipelajari adalah ilmu Allah, bidang kebendaan, berarti mujahidiin kebendaan.
Dalam surat Ali Imran ayat 190-191 Allah menyatakan bahwa dalam silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal:
190. Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal,
191. (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan Kami, Tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha suci Engkau, Maka peliharalah Kami dari siksa neraka.



Dalam kaitannya dengan ijtihad, kegiatan yang paling berat adalah kegiatan dalam memerangi alam pikiran. Karena pantaslah kalau Rasulullah mengatakan bahwa kegiatan yang paling khair ( indah) dan bernilai ·positif adalah "balajar dan mengajar Alquran”. 
جَيْرُكُمْ مَنْ تَعَلَّمَ الْقُرْآنَ وَعَلَّمَهُ (رواه البخارى)
"Sebaik-baik kamu ialah orang yang suka belajar Al-Qur'an dan mendidiknya kepada manusia." (HR. Bukhari: Tarjamah Riadhus Shalihin hlm. 554)
Objek dalam belajar dan mengajar yang paling pertama adalah untuk mengajar diri. Belajar Alquran berarti mengajarkan kepada diri sendiri dan orang lain agar mengenal nilai-nilai yang objektif dari Allah, baik yang bernilai nur maupun yang bernilai dzulumat. Tahap kedua tentunya rnemerangi alam pikiran dzulumat dalam rangka membangun alam pikiran yang bernilai nur.
 Mahmud Syaltout mengemukakan bahwa salah satu wawasan yang menjadi fokus dalam kegiatan ijtihad adalah bagaimana usaha untuk memahami makna Alquran dan al Hadis sehingga kesimpulannya menjadi jelas. Seiring dengan itu Mohammad Abduh memandang perlunya peninjauan kembali (re-interpretasi) dalam memahami makna Alquran.

Ijtihada pada Masa Rasul
Pada masa hayat Rasulullah, ijtihad dilakukan oleh setiap kaum muslimin tanpa kecuali, orang tua maupun anak-anak, baik laki-laki maupun wanita. Ijtihad tersebut mereka lakukan dalam rangka memecahkan problem kemanusiaan seutuhnya, baik dalam bidang ekonomi, sosial, politik, hankam dan lain-lain. Ijtihad yang mereka lakukan adalah dalam memahami nilai-nilai , luhur yang diberikan oleh Allah. Mereka mempelajari Alquran sampai benar-benar mengerti, dan bahkan sampai menjadi hafal. Mereka dalam belajar Alquran melakukannya pada malam hari, sedangkan di siang hari mereka pergunakan untuk berusaha mencari nafkah. Bentuk pendidikannya bersifat nonformal dan informal, dengan membentuk kelompok-kelompok kecil di rumah-rumah atau di lingkungan keluarga. Bagi mereka yang mampu, mereka bertanggung jawab untuk menyampaikannya, sedang yang belum mampu, mereka sudi dan lapang dada untuk memperhatikannya, dengan tidak memandang usia, jabatan danI status.
Ijtihad yang diiakukan oleh Nabi Muhammad dan para pendukungnya, dilatarbelakangi oleh krisis nilai dan krisis sosial dalam berbagai segi. Mereka melakukan ijtihad dalam rangka membangun cita-cita yang didambakan oleh setiap insan Alam pikiran materialis, liberalis, ajaran nenek moyang (rasialis) dan hukum rimba, itulah tantangannya. Dengan ijtihad, setahap demi setahap mereka mampu mengubah alam pikiran klasik. Ayat demi ayat yang disampaikan oleh Malaikat Jibril, cukup membuat Nabi Muhammad dan para pendukungnya memutarbalikkan alam pikiran yang ada yang tidak sesuai dengan Alquran. Konfrontasi kognitif tersebut kadang-kadang membuat mereka menjadi bingung. Kenyataan pola berpikir yang ada, secara terus menerus diadakan penilaian. Ukuran dalam mengevaluasi ia dasarkan kepada wahyu (Alquran). Problem demi problem yang tidak mampu dipecahkan, Allah memberi  jawabannya. Atas dasar itulah maka Alquran diturunkan sebagai jawaban terhadap tantangan dan kasus yang terjadi pada masa itu.
Hambatan demi hambatan dan tantangan demi tantangan dengan sendirinya tidak dapat dihindarkan. Bujukan dan rayuan hasutan dan fitnahan yang selanjutnya berubah menjadi ancaman pembantaian, tidak menjadi penghalang bagi mereka yang berijtihad. Muhammad Rasulullah dalam berijtihad tak urung mehgalami tantangan seperti itu, demikian pula para mahasiswanya. Tantangan demi tantangan bahkan merupakan faksinasi bagi mereka dalam berijtihad, sehingga semakin meningkatnya ijtihad mereka untuk menekuni kegiatan yaitu mempelajari Alquran. Mereka senantiasa meminta penjelasan dari Nabi Muhammad apabila menemui permasalahan yang jawabnya masih belum jelas atau masih meragukan. Muhammad melayaninya dengan sungguh-sungguh sesuai dengan wahyu yang telah ada. Ia menjawabnya kalau memang mengetahui benar-benar, dan ia mengatakan tidak mengetahui kalau ia sendiri belum menerima wahyu. Pernah Muhammad didatangi oleh serombongan pemabuk dan penjudi, agar memberikan ketegasan 'hukumnya .. Muhammad menangguhkan jawabannya, dan ia meminta (berdoa) "Ya Allah terangkanlah kepada kami tentang khamar (minuman keras) dan judi."
Keterangan demi keterangan yang diberikan oleh Nabi Muhammad hanyalah atas dasar wahyu, baik wahyu yang redaksionalnya persis apa adanya(Quran),. maupun yang diberikan kebebasan kepada Nabi untuk menyussun redaksinya (Hadis). Dengan demikian maka ,ijtihad yang dilakukan oleh Nabi Muhammad dan para pendukungnya adalah kesungguhan dalam mempelajari dan memaharml Alquran berdasarkan penjelasan-penjelasan dari Sunnah Rasul.
Dengan ijtihad yang demikian ternyata Muhammad dan pera pendukungnya mampu merombak alam pikiran klasik, yang selanjutnya mampu memperbaiki kehidupan seumumnya. Bagaimana dengan ijtihad pada masa-masa selanjutnya? (bersambung)

Thursday, October 29, 2015

DZIKRUN

 “ Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku. “ ( At Thoha 14 )

Dalam ayat tersebut Allah berfirman bahwa shalat merupakan sarana untuk berdzikir kepada Allah. Dalam surat An-Nisaa’ ayat 103, kita diperintahkan untuk berdzikir atau hidup sadar dengan ajaran Allah dalam segala situasi dan kondisi :

103. Maka apabila kamu telah menyelesaikan shalat(mu), ingatlah Allah di waktu berdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaring. kemudian apabila kamu telah merasa aman, Maka dirikanlah shalat itu (sebagaimana biasa). Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.


Kita seringkali mendengar istilah dzikir, dan memang dzikir itu merupakan bagian dari yang diperintahkan oleh Allah pada kita. Hanya, masalahnya apa dzikir itu? Karena banyak yang memahami bahwa dzikir itu wirid. Misalnya membaca, tasbih, tahmid, takbir atau tahlil. Sebenarnya hal itu tidak salah tetapi masih kurang lengkap, maknanya tidak sesempit itu. Karena yang namanya dzikir itu, substansinya adalah mengingat Allah atas dasar cinta dan rindu! Seperti kerinduan kita pada sang kekasih yang kita cintai. Adakah dzikir lain, dimana bukan Allah yang menjadi ingatan kita?

Ingat itu memang macam-macam. Misalnya, Ingat karena punya pengalaman pahit, ada yang ingat karena harus bayar hutang, artinya ingat itu macam-macam. Yang indah itu adalah ingat karena cinta dan rindu! Yang namanya dzikir itu adalah ingat kepada Allah karena kerinduan. Makanya, kalau kita mengingat Allah karena rindu, karena cinta, maka dzikir yang kita ucapkan itu akan muncul dari hati. Pasti akan melibatkan hati dan fikir kita sehingga dzikir kita akan lebih sempurna!

Misalnya kita membaca subhanallah! Jika landasannya adalah cinta dan rindu, maka ucapan subhanallah itu akan betul-betul mewarnai jiwa kita dan akan sangat berpengaruh terhadap pandangan dan sikap hidup kita.

Berbicara masalah dzikir, menurut ustadz Aam Amiruddin, ada penelitian di bidang kedokteran, katanya kalau orang sedang sakit, lalu dia berdzikir mengingat Allah setiap sakitnya menyengat dia berdzikir tubuh kita akan mengeluarkan hormon, namanya hormon indorphin, salah satu fungsi hormon tersebut adalah mengurangi rasa sakit dan meningkatkan daya tahan.  Hormon indhorpon juga membuat tubuh kita merasa nyaman.
Itulah sebabnya jika kita menengok orang sakit kita juga harus mengingatkan si sakit agar semakin mendekatkan diri kepada Allah, banyak berdizikir kepada Allah, mengucapkan kalimah-kalimah thoyibah. Sebab, dengan melakukan itu, akan menyebabkan tubuh sisakit memproduksi hormon indhorphin. Bukan malah sebaliknya, menakut-nakuti!

Para ahli mengatakan, dzikir itu ada 3 macam: Pertama dzikir bil amal : berdzikir dengan perbuatan. Misalnya, ada seorang ayah, dia keluar rumah untuk mencari nafkah datang ke pekerjaan mencari rizki yang halal, dia sedang berdzikir bil amal. Seorang ibu, pagi-pagi bangun menyusui, memasak untuk anak dan suaminya, memandikan anaknya, mengantar ke sekolah, dll. Itu namnya dzikir bil amal. Dan termasuk kita, yang sedang menyelenggarakan majlis taklim. Sedang dzikir bil amal. Segala perbuatan, perilaku yang diridloi oleh Allah itu namanya dzikir bil amal. Tentu saja semua itu harus dilandasi niat semata-mata untuk mendapatkan ridlo Allah.

Kedua, dzikir bil Qalby : kita mencoba menyadari kuasa dan keagungan Allah. Misalnya kita sedang melihat orang yang sedang sakit, kita katakan Alhamdulillah ya Allah saya masih diberi kesehatan dan kenikmatan, kami masih bisa cari rizki. Contoh lain, jika kita melihat sesuatu yang menganggumkan kita hubungkan dan kaitkan dengan kekuasaan dan keagungan Allah.

Ketiga, dzikir bil lisan :  Inilah yang sering kita lakukan dan banyak dipahami orang. Dzikir yang diucapkan, misalnya mengucapkan tasbih, tahmid, takbir, tahlil, dll.
Demikianlah, kira-kira pengertian dzikir yang sering kita dengar sejak kecil dulu. Berdasarkan pokok-pokok pikiran tersebut, tentu saja yang dimaksud asholatu li dzikri pada surat Thaha ayat 14 di atas tidak sekedar dzikir bil lisan, tetapi cakupan maknanya lebih luas lagi. Yaitu meliputi dzikir hati, lisan dan perbuatan.


Ingat, bahwa keimanan seseorang itu tidak hanya satu kepercayaan di dalam hati, tetapi meliputi hati, lisan dan perbuatan. Jadi ketiga komponen itu harus ada pada diri kita!

Tuesday, October 20, 2015

THUMU'NINAH


Pernahkah Anda shalat seperti di kejar binatang buas? Terburu-buru, tidak tenang, bahkan tidak meresapi dan menghayati bacaan-bacaannya. Saya kira, orang seperti kita, dimana keimanannya belum mendarahdaging, pernah melakukan itu. Dan, saya kira hal itu manusiawi, sebab keimanan itu sifatnya jazid wa yanqus, naik turun, fluktuatif. Kita tidak perlu larut meratapinya, tetapi yang harus kita lakukan adalah terus-menerus berusaha memperbaikinya.

Rasulullah shalat tidak terburu-buru. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melakukan shalat dengan tuma’ninah (rileks), yaitu sikap tenang atau diam sejenak sehingga dapat menyempurnakan perbuatannya, dimana posisi tulang dan organ tubuh lainnya dapat berada pada tempatnya dengan sempurna, seperti yang digambarkan dalam hadits berikut:

فَإِذَا رَكَعْتَ فَضَعْ رَاحَتَيْكَ عَلَى رُكْبَتَيْكَ ثُمَّ فَرِّجْ اَصَابِعِكَ ثُمَّ امْكُثْ حَتَّى يَأْخُذُ كُلَّ عُضْوٍ مَأْخَذَهُ {رواه ابن خزيمة و ابن حبان}

“Apabila kamu rukuk letakkanlah ke dua telapak tanganmu pada lututmu, kemudian renggangkanlah jari-jarimu, lalu diamlah, sehingga setiap anggota badan (ruas tulang belakang) kembali pada tempatnya.(HR Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban).

عَنْ اَبِى هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ النَّبِى صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ دَخَلَ الْمَسْجِدَ فَقَالَ اِذَا هَمَمْتَ اِلَى الصَّلاَةِ فَكَبِّرْ ثُمَّ اقْرَءْ مَاتَيَسَّرَمَعَكَ مِنَ الْقُرْآنِ ثُمَّ ارْكَعْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ ثُمَّ ارْفَعْ حَتَّى تَعْتَدِلَ قَائِمًا ثُمَّ اسْجُدْ حَتَّى  تَطْمَئِنَّ سَاجِدًا ثُمَّ ارْفَعْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ جَالِسًا ثُمَّ اسْجُدْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ سَاجِدًا ثُمَّ افْعَلْ ذَالِكَ فِى صَلاَتِكَ كُلِّهَا
{رواه البخاري و مسلم }


Dari Abu Hurairah, sesungguhnya Nabi Shalallahu’alaihi wasallam pernah masuk masjid. Nabi bersabda:”Apabila kamu berdiri shalat bertakbirlah, lalu bacalah ayat yang mudah bagimu, kemudian rukuklah sehingga tuma’ninah dalam keadaan rukuk, kemudian bangkitlah sehingga I’tidal dalam keadaan berdiri, kemudian sujudlah sehingga tuma’ninah dalam keadaan sujud, kemudian bangkitlah sehingga tuma’ninah dalam keadaan duduk, kemudian sujudlah sehingga tuma’ninah dalam keadaan sujud, kemudian berbuatlah demikian dalam semua shalatmu.” (HR. Bukhari, Muslim dan Ahmad, tetapi dalam Muslim tidak terdapat sebutan sujud ke dua).



Dari Abu Hurairah, sesungguhnya Nabi Shalallahu’alaihi wasallam pernah masuk masjid. Nabi bersabda:”Apabila kamu berdiri shalat bertakbirlah, lalu bacalah ayat yang mudah bagimu, kemudian rukuklah sehingga tuma’ninah dalam keadaan rukuk, kemudian bangkitlah sehingga I’tidal dalam keadaan berdiri, kemudian sujudlah sehingga tuma’ninah dalam keadaan sujud, kemudian bangkitlah sehingga tuma’ninah dalam keadaan duduk, kemudian sujudlah sehingga tuma’ninah dalam keadaan sujud, kemudian berbuatlah demikian dalam semua shalatmu.” (HR. Bukhari, Muslim dan Ahmad, tetapi dalam Muslim tidak terdapat sebutan sujud ke dua).

Abu Sangkan, dalam bukunya yang berjudul Pelatihan Shalat Khusuk, menyatakan bahwa shalat itu berbeda dengan olah raga. Menurut dia,  shalat sepenuhnya bersifat terapi, baik fisik maupun jiwa. Gerakan tubuh pada saat shalat, tidak dilakukan dengan hentakan atau gerakan keras seperti halnya olah raga senam dalam peregangan otot, akan tetapi gerakan shalat dilakukan dengan rileks dan pengendoran tubuh secara alamiah, seperti gerakan orang ngulet saat bangun tidur. Orang tai chi pun melakukan meditasi dengan gerakan ngulet, yaitu gerakan yang telah dipola mengikuti alur tubuh secara alami. Di dalam tuma’ninah, aspek meditasi jelas sekali. Saat beridiri, benar-benar berdiri, tetapi berdirilah yang tenang dan kendor agar seluruh organ tubuh berada dalam posisinya secara alami. Tidak seperti Berdirinya orang dewasa yang terlihat kaku dan terpola oleh pikirannya, karena menganggap jika berdiri seharusnya seperti peragawan, tegap seperti militer, atau seperti berdirinya orang sedang memamerkan baju yang baru dibelinya dari Paris, arloji dari Swiss, serta sepatu kulit dari Italia. Postur orang dewasa seperti inilah yang membuat orang gampang merasa jenuh dan stress karena berdiri tidak secara alami. Banyak dokter terkemuka meyakini bahwa penyakit-penyakit modern dan penuaan dini antara lain disebabkan oleh ketidakmampuan orang dalam menghadapi stress.
Ada beberapa resep yang barangkali bermanfaat untuk membantu shalat kita agar thumu’ninah selain yang dikemukan Abu Sangkan di atas.

Upayakan memahami bacaan-bacaan shalat! Dengan memahami bacaannya, insya Allah kita akan semakin menikmati shalat. Jika kita dapat menikmati shalat pasti dalam shalat kita akan thumu’ninah. Untuk bacaan Al-Quran dapat Anda lakukan seperti yang diperintahkan dalam surat Al-Muzzammil. Dimana kita diperintahkan bangun malam untuk menstudi Al-Quran. Setengahnya, jika tidak mampu kurangi, dan jika Anda mampu tambahlah. Karena sesungguhnya dengan rattil Al-Quran itu Allah akan menancapkan nilai-nilai Al-Quran ke dalam dada Anda.
Dalam melakukan semua itu kita harus mencamkan di dalam kesadaran kita, bahwa semua itu adalah untuk kebutuhan kita. Allah memerintahkan beribadah adalah untuk kebutuhan kita bukan untuk kebutuhan Allah. Ini penting! Allah tidak butuh apa-apa dari makhluk-Nya. Dia Maha Kaya, Maha Kuasa dan Maha Segala-galanya sehingga tidak butuh apa-apa lagi. Justru makhluk-Nya lah yang membutuhkan Allah.

Oleh karena itu, Jadikanlah shalat sebagai kebutuhan selain kewajiban, bagaimana kita bisa thumu’ninah jika kita tidak merasa butuh? Bagaimana shalat kita akan berkwalitas jika shalat yang kita lakukan kita anggap sebagai beban? Mudah-mudahan bermanfaat! Wallahu a’lam bi showab!
















Friday, October 9, 2015

MENINGKATKAN KWALITAS SHALAT KITA


Shalat merupakan ibadah yang sangat penting di dalam ajaran Islam. Rasulullah menggambarkan bahwa islam itu diibaratkan sebuah bangunan yang saling menguatkan antara bagian yang satu dengan yang lainnya. 

حَدَّثَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ مُوسَى، قَالَ أَخْبَرَنَا حَنْظَلَةُ بْنُ أَبِي سُفْيَانَ، عَنْ عِكْرِمَةَ بْنِ خَالِدٍ، عَنِ ابْنِ عُمَرَ ـ رضى الله عنهما ـ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم ‏ "‏ بُنِيَ الإِسْلاَمُ عَلَى خَمْسٍ شَهَادَةِ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ، وَإِقَامِ الصَّلاَةِ، وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ، وَالْحَجِّ، وَصَوْمِ رَمَضَانَ ‏"‏‏.‏


Telah menceritakan kepada kami Ubaidullah bin Musa dia berkata, telah mengabarkan kepada kami Hanzhalah bin Abu Sufyan dari 'Ikrimah bin Khalid dari Ibnu Umar berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Islam dibangun diatas lima (landasan); persaksian tidak ada ilah selain Allah dan sesungguhnya Muhammad utusan Allah, mendirikan shalat, menunaikan zakat, haji dan puasa Ramadlan". (HR: Bukhari) 

Dalam bangunan tersebut, shalat digambarkan menduduki posisi sebagai tiang, siapapun tidak dapat menolak bahwa posisi tiang atau pilar dalam satu bangunan kedudukannya sangat penting. Satu bangunan jika tiang/pilarnya rapuh, dapat dipastikan bangunan tersebut akan runtuh, apalagi kalau tidak ada pilarnya, bangunan tersebut tidak akan bisa berdiri. Yang ada hanyalah onggokan-onggokan material yang tidak membentuk bangunan.

الصَّلاَةُ عِمَاَدُ الدِّيْنِ . فَمَنْ أَقَامَهَا فَقَدْ أَقَامَ الدِّيْنِ .  وَ مَنْ هَدَمَهَا فَقَدْ هَدَمَ الدِّيْنَ


“Shalat itu tiang agama. Barangsiapa mendirikan shalat, sungguh dia telah mendirikan agama; dan barangsiapa meruntuhkan shalat, sungguh ia telah meruntuhkan agama.” (H.R. Al-Baihaqy dari Umar r.a., Al-Ihya 2:9)


Bukan itu saja, dalam hadits yang lain Rasulullah bersabda bahwa shalat merupakan amalan seseorang yang mula-mula akan dihisab Allah pada hari kiamat nanti. Jika shalat seseorang baik, maka amalan-amalan yang lainpun akan baik.

Yang perlu kita garis bawahi di sini adalah, bagaimana agar shalat kita baik dan berkualitas, sehingga secara otomatis amalan-amalan yang lain ikut baik? Jika shalat kita masih kedodoran, bagaimana cara yang harus kita upayakan untuk memperbaiki kwalitas shalat kita? Apakah perasaan kita masih merasa berat untuk melakukan shalat? Apakah shalat yang kita lakukan selama ini masih sebatas menggugurkan kewajiban? Jika itu yang kita rasakan, maka kita harus cepat-cepat introspeksi, karena semua itu adalah indikator bahwa shalat kita masih perlu peningkatan.


Kwalitas shalat kita tidak dapat hanya dinilai dari kerajinan kita, atau ketepatan kita dalam melakukan gerakan-gerakan shalat, tetapi juga harus dinilai dari efek yang didapatkan setelah kita melakukan shalat. Salah satu fungsi shalat adalah agar kita mengingat Allah, seseorang yang ingat Allah tentunya mereka akan hidup menurut yang diingatnya, bukan justru menentangnya. Salah satu tujuan diperintahkannya kita shalat adalah agar kita tercegah dari perbuatan keji dan mungkar, apakah dalam menjalani hidup kita sudah jauh dari perbuatan keji dan munkar? Jika ada orang rajin shalat, tetapi mereka masih senang korupsi, maka kwalitas shalatnya perlu dipertanyakan? Jika orang rajin shalat tetapi mereka tidak mau berzakat, tidak memperdulikan nasib anak yatim dan selalu menghina orang-orang miskin maka shalat mereka belum sempurna. Bahkan dalam surat Al-Ma’uun diberi predikat orang-orang yang mendustakan agama! Mudah-mudahan kita dijauhkan dari semua itu!

Lantas, bagaimana cara kita memperbaiki kualitas shalat kita? Dalam hal ini saya tidak akan berbicara banyak karena keterbatasan ilmu saya. Saya hanya akan memberikan satu hal yang saya harapkan dapat membantu memperbaiki shalat kita. Untuk lainnya Anda bisa berusaha sendiri, berjihad sendiri untuk peningkatan kwalitas shalat Anda. Modal utama yang harus kita bawa adalah hati yang bersih, niat yang lurus dan usaha yang sungguh-sungguh. Dengan modal tersebut niscaya Allah akan membukakan jalan-jalannya.

Adapun satu hal yang ingin saya sharingkan adalah pelurusan sudut pandang yang barangkali selama ini masih kita pakai untuk menilai cara peribadatan kita. Selama ini banyak yang masih menganggap bahwa semua peribadatan kita adalah Allah yang membutuhkan. Seolah-olah Allah seperti dewa-dewa atau kekuata super dalam dunia animime yang membutuhkan sesaji-sesaji agar mereka tidak marah dan menimpakan malapetaka kepada kita. Padahal, sesungguhnya Allah itu maha kuasa dan maha segala-galanya sehingga Dia tidak butuh peribadatan dari makhluk-makhluk-Nya!

Sendainya saja seluruh manusia di planet bumi ini kafir dan berbuat maksiat, semua itu tidak akan mempengeruhi eksistensi Allah! Dia tetap Maha Kuasa dan Maha Segala-galanya. Dia tetap Maha Pengasih dan Penyayang yang senantiasa memberikan rahmat kepada seluruh makhluk-Nya. Sebaliknya, jika seluruh manusia di planet bumi ini bertakwa kepada Allah, semua itu tidak akan berpengaruh apa-apa bagi Allah.
Jadi, yang butuh ibadah itu manusia bukan Allah. Dia memerintahkan manusia untuk melakukan peribadatan, atau memerintahkan shalat, semata-mata hanya untuk kebutuhan manusia sendiri. Bukan untuk kebutuhan Allah. Karena Dia tidak butuh apa-apa, Dia sudah luarbiasa dan Maha Segala-galanya!

Kita melakukan shalat karena butuh, karena rasa terima kasih dan cinta. Inilah yang hebat! Jika kita melakukan peribadatan dengan motivasi seperti ini, pasti hasilnya akan berbeda. Ini merupakan langkah awal menuju shalat yang berkwalitas. Sebab, orang yang butuh dan cinta itu akan rela melakukan apa saja untuk meraih sesuatu yang diinginkannya. Jika Anda butuh uang, pasti Anda akan rela bekerja keras membanting tulang dan memeras keringat demi uang yang Anda cintai! Jika Anda mencintai seorang wanita/pria, pasti Anda akan berusaha dengan sekuat kemampuan Anda untuk mendapatkan pujaan hati Anda. Mudah-mudahan bermanfaat. Wallahu a’lam bi Showab!












Tuesday, September 22, 2015

Apakah Allah Membutuhkan Shalat Kita?


Bagaimanakah jika manusia tidak mau beribadah kepada Allah? Misalnya, manusia tidak mau melakukan shalat atau ibadah-ibadah lain? Apakah eksistensi Allah akan terpengaruh? Apakah Allah akan pensiun menjadi Penguasa? Atau, apakah Allah akan sedih?


Sebenarnya, Allah itu tidak butuh dengan kesalehan kita. Andai seluruh umat manusia yang ada di muka bumi ini menjadi ahli ibadah, menjadi orang takwa, maka itu tidak akan menambah kebesaran dan keagungan Allah. Keagungan dan kebesaran Allah itu sudah luar biasa, dan sudah di atas segala-galanya! Sebaliknya, jika yang ada di seluruh muka bumi ini menjadi ahli maksiat, kemaksiatan itu tidak akan mengurangi kebesaran dan keagungan Allah.



Lantas, kenapa kita harus shalat dan melakukan ibadah-ibadah yang lain? Padahal kalau kita shalat Allah tidak mendapatkan keuntungan apa-apa? Dan kalau tidak shalat Allah juga tidak rugi. Lantas, kenapa kita harus shalat?

Diwajibkannya kita shalat sebenarnya semata-mata untuk kemaslahatan kita. Allah itu nggak butuh dengan shalat kita, tetapi kita butuh dengan shalat. Sebagai manusia alternative, kita dibebaskan untuk memilih, apakah mau mentaati perintah Allah atau tidak. Masing-masing akan memiliki konsekuensi sendiri-sendiri. Jika kita tunduk dan taat dengan perintah-perintah Allah, maka kita akan diberikan kebahagiaan di dunia dan di akherat (fi dunya hasanah fil akhirati hasanah). Sebaliknya, jika kita menjadi penentang, azab yang pedih dunia akherat akan menimpa kita! Nah, kita dipersilahkan untuk melakukan pilihan!


Jika ditinjau dari motivasinya, orang shalat itu ada tiga tipe:

Orang melakukan shalat karena takut disiksa! Bolehkah orang melakukan shalat karena takut disiksa? Boleh dan sah-sah saja. Sebab, jika seseorang tidak melakakun shalat mereka akhirnya tidak tercegah dari perbuatan keji dan munkar. Orang yang tidak tercegah dari perbuatan keji dan munkar akan tersiksa hidupnya. Jika tidak cepat-cepat taubat, matinya akan suul khatimah, dan adzab akherat akan menantinya!

Orang yang shalat karena menginginkan Surga? Bolehkah orang shalat menginginkan surga? Boleh dan sah-sah saja! Sebab, shalat itu memang kunci surga.



Sunan Tirmidzi 4: telah menceritakan kepada kami Abu Bakr Muhammad bin Zanjawih Al Baghdadi dan tidak hanya satu, ia berkata; telah menceritakan kepada kami Husain bin Muhammad berkata, telah menceritakan kepada kami Sulaiman bin Qarn dari Abu Yahya Al Qattat dari Mujahid dari Jabir bin Abdullah Radliaallahu 'anhuma, ia berkata, Rasulullah Shallahu 'alaihi wa Sallam bersabda: " Kunci surga adalah shalat, sedang kunci shalat adalah wudlu."

Dimaksud surga di sini adalah, fi dunya hasanah fil akhirati hasanah, kebahagiaan di dunia maupun di akherat. Al Jannah yang biasa diterjemahkan surga adalah dambaan setiap orang. Rasulullah sendiri mengatakan baiti jannati (rumahku adalah surgaku) untuk menggambarkan kebahagiaan beliau di dunia. Tentu saja surga di dunia akan berlanjut surge di akherat. Sebab, dunia ini adalah ladangnya akherat, dunia ini adalah cerminan di akherat nanti!


Orang yang melakukan shalat karena membutuhkannya, cintanya, dan karena syukur kepada Allah. Inilah yang hebat! orang melakukan shalat karena  butuh, syukur dan karena cintanya kepada Allah. Kenapa kamu shalat? Aku ingin berterimakasih kepada Allah. Terlalu banyak nikmat yang aku rasakan dan jika aku menjadi orang yang bersyukur jiwa aku menjadi sehat. Karena butuh, syukur, dan cinta, itulah yang hebat!
Butuh, karena aku membutuhkan shalat. Shalat itu sebagai bahasa syukurku kepada Allah. Aku melakukannya dengan penuh kecintaan!

Shalat itu sebenarnya sarana yang Allah berikan kepada kita demi kebaikan kita. Oleh karena itu kita harus mengupayakan agar shalat kita baik. Sebab, shalat yang nanti akan dihisab pertama kali, dan menjadi penentu baik buruknya seseorang! Bagaimana shalat yang baik itu? Bagaimana dengan shalat kita?