Pernahkah Anda nyetir mobil? Mungkin
hanya kalangan tertentu saja yang biasa nyetir mobil. Karena tidak semua rakyat
Indonesia mampu beli mobil. Atau, pernahkah Anda mengendarai sepeda motor? Nah,
kalau sepeda motor saya kira mayoritas penduduk Indonesia pernah
mengendarainya. Maklumlah, sepeda motor lebih murah dari harga mobil. Sehingga
dapat Anda saksikan sekarang ini sepeda motor di jalan melimpah ruah saking
banyaknya orang berkendaraan. Namun Anda jangan salah paham, saya kali ini
tidak sedang membicarakan harga mobil maupun sepeda motor, saya juga tidak akan
membicarakan ruwetnya lalu lintas, polusi kendaraan, atau kecelakaan yang
sering terjadi di jalan raya akibat pengendara yang kurang disiplin, atau
sekarang yang lagi poluler, pengendara mobil yang mengonsumsi narkoba sehingga
mencelakakan pengguna jalan yang lainnya.
Bukan itu yang ingin saya
bicarakan. Tetapi saya hanya ingin mengajak Anda merasakan, merenungkan,
bagaimana di saat kita sedang asyik dengan kendaraan kita. Ha ha ha! Mungkin
Anda menganggap ini adalah konyol, lo wong berkendaraan koq disuruh
merenungkan, apa maksudnya ini? Jangan banyak protes dulu! Coba kita rasakan
dan renungkan bersama-sama.
Pertama, jika kondisi jalanan
mulus, kita sangat enjoy mengendarai mobil atau motor kita. Apalagi kalau
jalannya adalah jalan tol satu arah. Dengan bebasnya kita tancap gas memacu
mobil kita. Tetapi, meskipun demikian, kita juga tetap harus hati-hati, kalau
kita lengah atau ngantuk, kita bisa lepas kendali. Bisa jadi kita menabrak
trotoir sehingga mengakibatkan kita mengalami kecelakaan yang fatal. Mendingan
kalau yang menjadi korban diri sendiri, kalau orang lain? Kan konyol, menjadi
penyebab bencana orang lain!
Ketika jalan licin, kitapun harus
mengurangi kecepatan kendaraan kita agar tidak terpeleset, atau terguling.
Bagaimana kalau jalan menanjak dan bekelok-kelok ketika kita melewati
pegunungan? Jangan lupa, Anda harus menyiapkan rem Anda dan mengurangi
kecepatan agar tidak terguling di tebing, giginyapun harus Anda kurangi agar
mesin kuat menempuh tanjakan.
Yang paling memusingkan adalah
jika jalan ruwet dan macet. Kita bisa menungu berjam-jam. Bahkan kalau pas hari
raya ada yang menunggu sampai tiga hari! Situasi seperti ini sangat menjemukan
dan menjenuhkan. Bisa-bisa kita stress! Tetapi agar sampai ke tempat tujuan,
kita harus rela ngantri apapun yang terjadi!
Saya yakin, situasi seperti ini
sudah sangat femiliar bagi Anda, apalagi berkendaraan di Indonesia. Mudah-mudah
tidak lama lagi kita semakin nyaman dalam berkendaraan. Agar kalian tidak
penasaran, terus terang saja, saya hanya ingin mengajak Anda untuk membicarakan
masalah kesabaran. Ilustrasi di atas dapat Anda gunakan untuk memahami
kesabaran. Sebab, tidak jarang, sabar sering dipahami pasip tanpa ada upaya
yang maksimal untuk mewujudkan keinginan kita.
Disaat bangsa kita masih berada
dalam kesulitan karena berbagai masalah yang ada, kesabaran menjadi suatu yang
niscaya dan sangat diperlukan. Sabar merupakan senjata utama demi suksesnya
usaha yang kita lakukan. Sabar dapat dimaknai dalam konteks yang berbeda-beda.
Berdasar konteks inilah sabar dapat terwujud dalam perilaku yang berbeda-beda
pula. Suatu ketika sabar terlihat dalam bentuk pasrah menerima nasib karena
ditimpa musibah yang bertubi-tubi. Dalam bentuk yang lain sabar justru terlihat
dalam bentuk aktivitas aktif, misalnya dalam peperangan, dalam mencegah
kemungkaran, dan semisalnya. Dengan demikian, sabar tidak seperti yang selama
ini dipahami oleh kebanyakan orang, yakni menerma apa adanya tanpa upaya aktif.
Sabar merupkan sifat sekaligus sipat yang harus terwujud bersamaan dengan
bentuk perilaku yang dilakukan.
Pengertian Sabar
Sabar dapat berarti tahan
menghadapi cobaan, tidak lekas marah, tidak lekas putus asa, dan tidak lekas
patah hati. Sabar dapat juga berarti tenang, tidak tergesa-gesa, tidak terburu
nafsu. Orang yang sabar adalah orang yang tabah dan tahan dalam menghadapi
berbagai cobaan yang menimpanya serta tidak mudah putus asa. Orang yang sabar
adalah orang yang dapat menahan kepahitan hidup tanpa mengeluh, menyiksa diri,
dan mengkambing hitamkan orang lain.
Esensi (intisari) sabar menurut
Imam al-Ghazali adalah keteguhan yang mendorong hidup beragama dalam menghadapi
dorongan hawa nafsu. Jika dorongan agama lebih kuat dalam menghadapi dorongan
hawa nafsu berarti telah mencapai tingkat sabar. Sabar akan terwujud ketika
terjadi perang antara ke dua dorongan tersebut. Karena itulah sabar sangat erat
kaitannya dengan iman seseorang.
Dalam menjalani hidup tidak
selamanya kita berada dalam kesenangan dan kesuksesan. Adakalanya kita
dihadapkan pada kegagalan dan kesusahan. Karena itulah Allah mengajarkan kepada
kita agar selalu sabar dalam menghadapi kegagalan dan kesusahan. Allah
memberikan keteladanan kepada kita dalam bersikap sabar dengan mencontoh
kesabaran para rasul yang bergelar Ulul Azmi, yakni para rasul yang memiliki
ketabahan dan kesabaran yang tinggi dalam menghadapi semua cobaan yang menimpa
mereka.
35. Maka bersabarlah kamu seperti orang-orang yang
mempunyai keteguhan hati dari Rasul-rasul telah bersabar dan janganlah kamu
meminta disegerakan (azab) bagi mereka….. (QS. Al Ahqaf : 35)
***