“ Sesungguhnya Aku ini adalah
Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah
shalat untuk mengingat Aku. “ ( At Thoha 14 )
Dalam ayat tersebut Allah berfirman bahwa
shalat merupakan sarana untuk berdzikir kepada Allah. Dalam surat An-Nisaa’
ayat 103, kita diperintahkan untuk berdzikir atau hidup sadar dengan ajaran
Allah dalam segala situasi dan kondisi :
103. Maka apabila kamu telah
menyelesaikan shalat(mu), ingatlah Allah di waktu berdiri, di waktu duduk dan
di waktu berbaring. kemudian apabila kamu telah merasa aman, Maka dirikanlah
shalat itu (sebagaimana biasa). Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang
ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.
Kita seringkali mendengar istilah dzikir,
dan memang dzikir itu merupakan bagian dari yang diperintahkan oleh Allah pada
kita. Hanya, masalahnya apa dzikir itu? Karena banyak yang memahami bahwa
dzikir itu wirid. Misalnya membaca, tasbih, tahmid, takbir atau tahlil. Sebenarnya
hal itu tidak salah tetapi masih kurang lengkap, maknanya tidak sesempit itu.
Karena yang namanya dzikir itu, substansinya adalah mengingat Allah atas dasar
cinta dan rindu! Seperti kerinduan kita pada sang kekasih yang kita cintai.
Adakah dzikir lain, dimana bukan Allah yang menjadi ingatan kita?
Ingat itu memang macam-macam. Misalnya, Ingat
karena punya pengalaman pahit, ada yang ingat karena harus bayar hutang,
artinya ingat itu macam-macam. Yang indah itu adalah ingat karena cinta dan
rindu! Yang namanya dzikir itu adalah ingat kepada Allah karena kerinduan.
Makanya, kalau kita mengingat Allah karena rindu, karena cinta, maka dzikir
yang kita ucapkan itu akan muncul dari hati. Pasti akan melibatkan hati dan
fikir kita sehingga dzikir kita akan lebih sempurna!
Misalnya kita membaca subhanallah! Jika
landasannya adalah cinta dan rindu, maka ucapan subhanallah itu akan betul-betul
mewarnai jiwa kita dan akan sangat berpengaruh terhadap pandangan dan sikap
hidup kita.
Berbicara masalah dzikir, menurut ustadz
Aam Amiruddin, ada penelitian di bidang kedokteran, katanya kalau orang sedang
sakit, lalu dia berdzikir mengingat Allah setiap sakitnya menyengat dia
berdzikir tubuh kita akan mengeluarkan hormon, namanya hormon indorphin, salah
satu fungsi hormon tersebut adalah mengurangi rasa sakit dan meningkatkan daya
tahan. Hormon indhorpon juga membuat
tubuh kita merasa nyaman.
Itulah sebabnya jika kita menengok orang
sakit kita juga harus mengingatkan si sakit agar semakin mendekatkan diri
kepada Allah, banyak berdizikir kepada Allah, mengucapkan kalimah-kalimah
thoyibah. Sebab, dengan melakukan itu, akan menyebabkan tubuh sisakit
memproduksi hormon indhorphin. Bukan malah sebaliknya, menakut-nakuti!
Para ahli mengatakan, dzikir itu ada 3 macam: Pertama dzikir bil amal : berdzikir
dengan perbuatan. Misalnya, ada seorang ayah, dia keluar rumah untuk mencari
nafkah datang ke pekerjaan mencari rizki yang halal, dia sedang berdzikir bil
amal. Seorang ibu, pagi-pagi bangun menyusui, memasak untuk anak dan suaminya,
memandikan anaknya, mengantar ke sekolah, dll. Itu namnya dzikir bil amal. Dan
termasuk kita, yang sedang menyelenggarakan majlis taklim. Sedang dzikir bil
amal. Segala perbuatan, perilaku yang diridloi oleh Allah itu namanya dzikir
bil amal. Tentu saja semua itu harus dilandasi niat semata-mata untuk
mendapatkan ridlo Allah.
Kedua, dzikir bil Qalby : kita mencoba
menyadari kuasa dan keagungan Allah. Misalnya kita sedang melihat orang yang
sedang sakit, kita katakan Alhamdulillah ya Allah saya masih diberi kesehatan
dan kenikmatan, kami masih bisa cari rizki. Contoh lain, jika kita melihat
sesuatu yang menganggumkan kita hubungkan dan kaitkan dengan kekuasaan dan
keagungan Allah.
Ketiga, dzikir bil lisan : Inilah yang sering kita lakukan dan banyak
dipahami orang. Dzikir yang diucapkan, misalnya mengucapkan tasbih, tahmid,
takbir, tahlil, dll.
Demikianlah, kira-kira pengertian dzikir
yang sering kita dengar sejak kecil dulu. Berdasarkan pokok-pokok pikiran tersebut,
tentu saja yang dimaksud asholatu li dzikri pada surat Thaha ayat 14 di
atas tidak sekedar dzikir bil lisan, tetapi cakupan maknanya lebih luas
lagi. Yaitu meliputi dzikir hati, lisan dan perbuatan.
Ingat, bahwa keimanan seseorang itu tidak
hanya satu kepercayaan di dalam hati, tetapi meliputi hati, lisan dan
perbuatan. Jadi ketiga komponen itu harus ada pada diri kita!