Kalau kita berbicara baik buruknya seseorang
tidak bisa lepas dari masalah hati. Orang sering berkata, orang itu baik karena
hatinya baik. Ada kesinambungan antara hati dan perilaku seseorang. Rasulullah
bersabda, di dalam diri manusia itu ada segumpal daging, jika dia baik maka
seluruh tubuh akan menjadi baik, sebalik jika dia buruk maka seluruh tubuh akan
menjadi buruk. Yang demikian itu adalah hati.
أَلَا وَإِنَّ فِي
الْجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ وَإِذَا فَسَدَتْ
فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ، أَلاَ وَهِيَ الْقَلْبُ.
"Ketahuilah bahwa di dalam tubuh itu terdapat sugumpal darah, apabila ia baik maka seluruh tubuh akan baik, dan apabila rusak maka seluruh tubuh akan rusak. Ketahuilah ia adalah hati." (HR. Bukhari dan Muslim)
Hati di dalam pengertian bahasa Indonesia, di
dalam Al-Quran disebut dengan tiga istilah. Pertama, Kaabidun, artinya adalah
hati dalam pengertian sebuah organ tubuh, fisik. Ini yang sering disebut lever.
Organ ini mempunyai fungsi biologis dalam tubuh kita. Itu namanya Kabid, dalam
bahasa Indonesia namanya hati.
Ke dua, Qolbu, dalam bahasa Indonesia juga
dikatakan hati. Dalam bahasa Al-Quran Qolbu itu diambil dari kata Qolaba,
bolak-balik. Qolbu artinya yang membolak-balikkan persaan kita. Ada saat benci,
ada saat senang, ada saat bahagia, ada saat sedih, ini adalah Qolbu. Dan Qolbu
ini bisa menjadi pendorong kebaikan dan pendorong keburukan. Dia di
tengah-tengah kadang baik dan kadang buruk, sifatnya abstrak berbeda dengan kabidun
yang memiliki arti dalam pengertian kongkrit, lever.
Ke tiga, Fuad, adalah hati dalam
pengertian abstrak yang dominannya baik. Orang itu mempunyai dorongan baik dan
dorongan buruk. Dan Fuad adalah yang dominan hatinya baik. Seperti seseorang yang memiliki akhlak yang
baik, bukan berarti dia tidak memiliki dorongan hati yang buruk tetapi dorongan
buruk tersebut mampu dia redam sehingga dia menonjolkan dorongan-dorongan
baiknya.
Bagaimana dengan orang-orang jahat, seperti
perampok, tukang fitnah, dan koruptor? Apakah Qolbunya sama dengan orang-orang
shaleh? Awalnya kondisi qolbunya sama. Modalnya sama antara orang yang
menghalalkan segala cara dengan orang-orang yang memperhatikan ajaran Allah ….
Dalam hadits dikatakan apakah nanti dia menjadi Nasrani, Yahudi atau Majuzi …
lingkungan sangat berperan. Pendidikan, pembiasaan, itu yang membuat kualitas
qolbu seseorang menjadi berbeda-beda. Ketika manusia itu dilahirkan dari rahim
seorang ibu Qolbunya sama yang membedakan kualitas intelektual. Namun karena
salah asuh, lingkungan yang tidak kondusif, salah pembiasan itu yang membuat
mereka berbeda. Qolbu itu jika sering diasah untuk melakukan kebaikan-kebaikan akan
memunculkan perilaku yang baik pula. Sebaliknya jika qolbunya jarang diasah dengan
kebaikan yang akan terlahir adalah keburukan-keburukan.
Manusia itu oleh Allah memang diberikan plus
minus, namun demikian baik dan tidaknya seseorang ditentukan oleh Qolbunya
bukan oleh intelektualnya. Barangkali ini kabar gembira bagi orang-orang yang
tidak cerdas. Tanpa cerdaspun bisa sholeh. Jadi tidak ada alasan bagi orang
yang tidak cerdas untuk tidak sholeh. Sholeh dan tidaknya seseorang itu tidak
semata-mata ditentukan oleh kecerdasan intelektual seseorang. Hal itu berkaitan
dengan kesucian Qolbu. Dan yang menarik adalah ketika Allah menciptakan
manusia, Allah ciptakan kadar intelektualitas manusia memiliki kemampuan
berbeda-beda.
Menurut para ahli, kecerdasan intelektual kita
dipengaruhi oleh tiga faktor. Kesatu, genetik (turunan), kecerdasan dipengaruhi
oleh unsur gizi (dalam ajaran agama Islam wanita hamil diberi keringanan untuk
tidak berpuasa, cukup bayar fidyah, karena wanita hamil boleh jadi dia kuat
tetapi nutrisi untuk janin belum tentu terpenuhi) ketiga adalah stimulus
(rangsangan), itu sebabnya kata para
ahli pada usia 120 hari pendengaran janin sudah berfungsi. Bahkan ketika ibunya
mandi suara air itu terdengar oleh janin. Makanya disarankan kalau dibarat itu
sering diperdengarkan musik-musik klasik, kalau kita umat islam sebaiknya
diperdengarkan ayat-ayat Al-Quran (bukan berarti tidak boleh mendengar
musik-musik klasik) ini juga mempengaruhi kecerdasan seseorang, genetiknya
beda, stimulusnya beda, gizinya beda.
Kalau kita cermati manusia itu terdiri dari tiga
unsur. Pertama unsur jasad, unsur jasad ini yang paling bisa diukur. Kedua,
unsur akal, kemampuan berpikir manusia. Yang ketiga adalah qolbu. Seperti telah
dikemukakan di atas soleh dan tidaknya seseorang itu bukan ditentukan oleh
cerdasnya akal tetapi ditentukan oleh bersihnya hati. Ini isyarat bahwa penentu
kesolehan seseorang itu bukan pada kecerdasan akalnya tetapi ada pada kesucian
qolbunya. Disinilah pentingnya kita memahami kualitas-kualitas hati sehingga
kita bisa mengetahui kapan hati kita sehat dan kapan hati kita sakit, dan
bagaimana kita mengobati dan menjaga hati kita. Biasanya kalau kita merasakan
gejala sakit pada tubuh, kita ada keinginan untuk berobat, tapi seringkali lupa
mendeteksi kualitas hati kita sehingga kita lupa untuk mengobati hati dan jiwa
kita.
Kualitas hati manusia itu ada tiga :
Qolbun Mayitun : Hati yang mati. Adalah
hati yang tidak bisa disentuh dengan nasehat. Hati yang sudah tidak mau
mendengar nilai-nilai kebajikan. Di dalam Al Quran ‘Aandzartahum anlam tundzirhum layu;minuun …………
kamu kasih peringatan atau tidak sama saja. Dapatkah orang yang hatinya mati
hidup kembali? Apa yang harus kita lakukan jika menghadapi orang yang hatinya
mati? Pertama, kita harus mendoakannya. Karena Allah yang punya kuasa
membolakbalikkan hati, Allah memiliki hak prerogatif merubah hambanya! Kita
tidak boleh lelah mengajak kebaikan. Kita harus memperlakukannya dengan santun,
semoga dengan perlakuan kita yang demikian membuat dia sadar diri.
Qolbun Maridzun : Hati yang sakit. Ketika
kita sakit ada gejala-gejalanya. Seperti sakit fisik kita. Ketika qolbu kita
sakit itu juga ada gejala-gejalanya. Tidak merasa nikmat kalau beribadah,
serasa hambar, serasa beban. Orang yang hatinya sakit itu biasanya pesimis
dalam berdoa. Tidak merasa salah kalau berbuat dosa, tidak sensitif dengan
kesalahan. Sulit memaafkan kesalahan orang lain. Kalau kita sulit memaafkan
orang lain, itu adalah ciri bahwa hati kita sakit. Sering mengalami
kegelisahan, keluh kesah, dll.
Qolbun Salimun : Hati yang sehat.
Indikatornya adalah, wajilat qulubuhum …. Hatinya sering merasakan
kerinduan kepada Allah. Konsekuensinya karena dia rindu kepada Allah, dia
merasa nikmat dalam beribadah. Shalat merasa nikmat, datang ke majelis taklim
merasa nikmat, jadi ada kenikmatan tersendiri dalam beribadah. Sangat terbuka
dengan nasehat, kalau diberi masukan dia dengar dengan sepenuh hati, dia ikuti
mana petunjuk-petunjuk hidup yang akan menjadi kebaikan hidup bagi dirinya.
Orang yang hatinya sehat itu memiliki jiwa tawakal. Orang yang memiliki jiwa maafnya
sangat luas, dia bukan tipe pendendam. Sensitif terhadap dosa, artinya dia
selalu berusa bertaubat jika melakukan kesalahan atau dosa. Suka membalas
keburukan yang dilakukan orang lain dengan kebaikan, dll.
Kenapa ada orang yang hatinya sakit atau mati ?
Diantara penyebab hati itu sakit karena tidak
pernah dirawat. Apapun kalau tidak dirawat hasilnya akan buruk, seperti tanaman
yang tidak dirawat. Kurang nutrisi. Seperti halnya fisik kita, kalau gizi kita
jelek daya tahan tubuh kita akan jelek. Seseroang yang jiwanya tidak pernah
diberi nutrisi, nutrisi ilmu, nutrisi doa, nutrisi amal shaleh, memungkin orang
mengalami penurunan kualitas hatinya. Kualitas hati kita buruk karena perbuatan
dosa dan maksiat. Karena dosa itu seperti virus dia terus saja menggerogoti
tubuh kita. Ini merujuk pada hadits nabi :
Sesungguhnya seorang hamba
apabila dia melakukan suatu dosa akan tercemar hatinya dengan noda-noda. Jika
dia berhenti igstifar bertobat, maka hatinya akan bersih lagi. Tetapi kalau dia
mengulangi … mengulangi … mengulangi … nanti makin banyak nodanya. Misalnya
pakain putih, jika ada noda harus cepat-cepat dibersihkan … jika tidak … dan
dia biarkan terus ternoda maka akan berubah menjadi hitam. Qolbu manusia akan
tercemar dengan dosa yang sering dia ulang-ulang sampai pada satu titik nanti
dia tidak merasa berdosa lagi.
Ciri-Ciri Hati Yang sakit atau mati
Ini hanyalah beberapa contoh, untuk contoh-contoh
lain dapat anda cari sendiri. Orang yang memiliki hati yang kotor dan mati,
sakit, akan memunculkan akhlak yang tidak baik seperti seperti
berikut :
1.
Ananiyyah
Ana-niyyah berakar dari
kata ana yang berarti aku atau saya. Dengan akar kata tersebut,
ana-niyyah berarti sikap mengutamakan atau menonjolkan rasa keakuan saat
bersikap. Dalam bahasa yang lebih umum kita menyebutnya egois atau selfish.
Sikap ana-niyyah atau egois ini merupakan sikap dasar manusia sebagai pribadi
yang memiliki ego atau sikap diri.
Dalam ukuran wajar,
sikap ana-niyyah ini sangat diperlukan karena akan membentuk karakter seseorang
yang memiliki ciri khusus bagi dirinya. Dengan sikap ana-niyyah yang wajar ia
dapat bersikap dan berpendirian yang tegas terhadap sesuatu. Orang yang
memiliki sikap ananiyah yang terlalu rendah akan sangat mudah terpengaruh dan
terombang-ambing pada pendapat orang lain. Ia merasa minder di hadapan orang
lain. Sebaliknya, saat sikap ana-niyyah ini terlalu kuat ia dapat terjerumus
pada sikap tidak peduli pada orang lain.
Sikap ana-niyyah yang
terlalu besar membuat seseorang mengabaikan orang lain. Ia tidak lagi memandang
penting hadirnya orang lain dalam pandangan hidupnya. Dengan pandangan seperti ini, ia akan mengukur
segalanya dari sudut pandang pendapat dan kepentingannya pribadi. Sikap egois
yang berlebihan membuat hubungan sosial pelaku dengan orang lain bermasalah.
Hal inilah yang tidak baik untuk dilakukan.
Di dalam ilmu jiwa, ananiah dikenal
dengan istilah egoistis, yaitu mementingkan diri sendiri dan mengingkari
keberadaan orang lain. Ananiah termasuk akhlak tercela karena ia kurang
menyadari bahwa semua yang dimiliki itu berasal dari Allah dan tidak abadi.
Menurut Al-Ghazali, ananiah itu terjadi karena, antara lain kecantikan,
kekayaan, kepandaian, kedudukan yang tinggi, dan jasa yang pernah diberikan. Orang
yang egois biasanya membangga-banggakan diri sendiri, menganggap orang lain
hina dan rendah. Padahal Allah swt. dengan tegas tidak menyukai orang-orang
yang sombong dan membanggakan diri.
Penyakit ini jika dibiarkan
berlarut-larut akan bermetamorfose menjadi bentuk sikap negatif yang beragam :
1.
Selalu ingin menang
sendiri.
Sikap ini adalah sikap
khas ana-niyyah. Rasa keakuan yang besar membuat seseorang tidak pernah
bersedia mengalah dari orang lain. Ia selalu ingin menang dalam semua
keinginannya.
2.
Tidak peduli pada orang
lain.
Sikap lanjutan dari
ingin menang sendiri adalah tidak peduli pada orang lain. Saat mengejar
keinginannya, ia tidak mempedulikan keadaan, keinginan, dan kebutuhan orang
lain. Hal terpenting baginya adalah terpenuhinya keinginan diri sendiri.
3.
Meremehkan orang lain.
Keakuan yang besar akan
membuat orang tersebut merasa dirinya adalah pusat dunia. Ia merasa yang paling
pandai, paling tampan, dan paling penting dari semua yang ada. Dengan perasaan
seperti itu, ia akan dengan mudah meremehkan orang lain.
4.
Tidak mendengar saran
dan kritikan orang lain.
Setelah merasa dirinya
serba paling, ia merasa orang lain tidak lebih baik dari dirinya. Dengan
demikian, pendapat orang lain pun tidak lebih baik dari pendapatnya sendiri.
Keadaan ini membuat ia tidak mau mendengarkan saran orang lain.
2.
Gadab
Gadab adalah marah.
Seperti ana-niyyah, gadab merupakan tabiat wajar manusia selaku makhluk yang
dikaruniai perasaan. Dalam keadaan tertentu marah merupakan keharusan. Misal
saat Allah Swt. dan rasul-Nya dihina oleh seseorang. Akan menjadi aneh jika
seorang muslim tidak marah saat Allah Swt. dihina di hadapannya. Marah juga
dipandang wajar saat seseorang mendapat perlakuan yang keterlaluan. Dalam
keadaan ini ia berhak marah. Akan tetapi ada kalanya kemarahan itu demikian
besar hingga melampaui batas. Marah seperti ini dapat berubah menjadi tidak terkendali.
Marah seperti inilah yang kita maksudkan
Sikap marah yang
berlebihan dapat kita saksikan dalam beragam ekspresinya. Beberapa contoh
ekspresi sikap marah yang berlebihan adalah sebagai berikut :
- Bertindak kasar. Orang yang marah berlebihan cenderung melampiaskan marahnya dengan berlaku kasar, seperti memukul, menendang, menghajar, hingga membunuh.
- Berkata-kata kasar. Selain bertindak kasar orang yang sedang marah dapat melampiaskan kemarahannya dengan ucapan kasar. Misal, mengumpat, menyumpah, menghardik, atau meludah.
- Memutuskan hubungan. Memutuskan hubungan dengan orang yang ia marahi merupakan bentuk marah yang berlebihan. Saat kemarahan merasuk hati, ia tidak mau lagi bertemu, berhubungan, menerima telepon, atau menerima kunjungan orang yang ia marahi.
- Tidak peduli. Kemarahan yang sangat membuat seseorang berusaha menjauhkan hal-hal yang berhubungan dengan orang yang ia marahi dari dirinya. Hal ini membuat ia tidak peduli dengan orang yang ia marahi.
Setiap yang berlebihan
akan membawa dampak yang tidak baik. Demikian pula kemarahan yang berlebihan.
Beberapa akibat yang dapat munculkan akibat kemarahan yang berlebihan antara
lain sebagai berikut :
Pertama, dijauhi orang
lain.
Orang yang sering marah
berlebihan akan ditinggalkan teman-temannya. Bisa jadi karena takut berbuat
kesalahan yang berbuntut dipukuli. Bisa juga karena tidak suka dengan kebiasaan
marah tersebut.
Kedua, Kehilangan
kesempatan.
Saat orang lain
menjauhi, kesempatan yang datang bersama mereka pun ikut pergi. Kesempatan
kerja, bisnis, informasi, atau silaturahmi pun hilang seiring menjauhnya
teman-teman dari sisi. Demikian pula saat orang yang marah memutuskan hubungan
dengan orang lain. Ia dapat kehilangan kesempatan yang ada pada orang tersebut.
Ketiga, diabaikan orang
lain.
Orang yang mudah marah,
kemarahannya akan dipandang biasa oleh orang lain. Kemarahan itu tidak lagi
memiliki wibawa. Dengan demikian, saat ia marah, kemarahannya tersebut tidak
dipedulikan orang lain.
Akibat seperti ini tentu
bukanlah sesuatu yang pantas diharapkan. Tidak ada seorang pun ingin dijauhi
orang lain. Demikian pula tidak ingin kehilangan kesempatan atau diabaikan
orang lain. Oleh karena itulah sebagai muslim yang baik, kita harus berusaha
mengendalikan diri saat marah. Bukankah Rasulullah saw. menyatakan bahwa orang
yang kuat adalah orang yang mampu mengendalikan dirinya saat marah.
عَنْ اَبِى هُرَيْرَةَ رَضِىَ اللهُ
عَنْهُ اَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : لَيْسَ
الشَّدِيْدُ بِالصُّرْعَةِ، اِنَّمَا الشَّدِيْدُ الَّذِى يَمْلِكُ نَفْسَهُ
عِنْدَ الْغَضَبِ (متفغ عليه)
Artinya:
Dari Abu Hurairah r.a.,
bahwasanya Rasulullah saw. bersabda: ”Bukanlah orang kuat itu orang yang kuat
dalam bergulat. Orang kuat yang sebenarnya adalah orang yang mampu
mengendalikan dirinya. (H.R. Muttafaq alaihi)
3.
Hasad
Hasad berasal dari kata
bahasa Arab yang berarti rasa iri atau dengki. Hasad adalah rasa tidak suka
yang bersemayam dalam hati saat mengetahui orang lain mendapat nikmat atau
keberhasilan. Perasaan dengki sebenarnya berasal dari sikap tamak seseorang
pada dirinya sendiri. Artinya, ia merasa bahwa dirinya ada dan penting. Hal ini
membuatnya tanpa sadar berharap orang lain tidak sepenting dirinya. Dengan
keadaan itu, ia ada kalanya tanpa sadar tidak suka saat orang lain mendapat
perhatian lebih dengan keberhasilan atau nikmat yang orang itu dapatkan.
Sikap hasad termasuk
sikap tercela. Sikap hasad yang tidak terkendali dapat menimbulkan permusuhan
antarsesama. Saat rasa dengki itu begitu menguasai hati, seseorang dapat
berbuat jahat untuk melampiaskan rasa dengkinya. Ia dapat menghembuskan isu,
gosip, atau bahkan fitnah untuk menjatuhkan harga diri orang yang ia dengki.
Tidak hanya itu, rasa dengki juga dapat mendorong seseorang berbuat yang
merusak tatanan kehidupan seperti memukul, mencelakai, hingga membunuh.
Akibat sikap hasad ini
tidak hanya berakibat buruk bagi korbannya tetapi juga kepada diri pelakunya
sendiri. Bagi pelaku, sikap hasad itu merusak jiwanya. Ia tidak suka saat orang
lain mendapat nikmat. Ia lebih tidak suka lagi saat orang lain mendapat nikmat
yang lebih baik. Hatinya menangis. Saat orang lain mendapat nikmat yang lebih banyak
lagi, ia semakin sakit.
1. 4. Gibah
Gibah adalah gosip atau
menggunjing, yaitu membicarakan atau menampakkan sesuatu yang tidak disukai
oleh orang yang dibicarakan. Sesuatu yang menjadi obyek gibah dapat beraneka
ragam mulai cara bicara, keadaan, aib, rahasia, ketidaksengajaan berpakaian,
atau hal lain yang memalukan atau tidak ingin diketahui orang lain.
1. 5. Namimah
Namimah artinya mengadu
domba, yaitu tindakan mengadu dua orang atau lebih agar bermusuhan atau
berselisih. Tindakan ini dapat berupa menyebarkan isu atau provokasi
(pancingan) pada dua orang agar timbul masalah. Selanjutnya, timbul
perselisihan antara kedua orang atau dua kelompok itu.
Mengadu domba sangat
efektif untuk melemahkan suatu masyarakat atau komunitas. Sebagai contoh adalah
strategi mengadu domba yang dilakukan oleh penjajah Belanda kepada masyarakat Indonesia. Untuk
melemahkan perjuangan bangsa Indonesia, penjajah menggunakan taktik devide
et impera, mengadu domba dan menguasai. Isu, iming-iming jabatan, uang dan
tawaran menggiurkan lain diberikan agar sesama warga bangsa berselisih. Setelah
berselisih dengan mudah dikuasai oleh penjajah.
Hal inilah yang diingatkan Allah Swt. dalam
Surah al-Hujurat [49] ayat 6 sebagai berikut :
Wahai orang-orang yang
beriman! Jika seseorang yang fasik datang kepadamu membawa suatu berita, maka
telitilah kebenarannya, agar kamu tidak mencelakakan suatu kaum karena
kebodohan (kecerobohan), yang akhirnya kamu menyesali perbuatanmu itu.
Tindakan mengadu domba
tidak berakibat lain selain permusuhan dan kekacauan. Ketenteraman dan
kenyamanan hidup bersama akan terganggu saat silaturahmi antaranggota
masyarakat dibakar provokasi. Persahabatan dua sahabat dekat akan retak saat
keduanya berhadapan sebagai pihak yang saling menjatuhkan.
Bagi pengadu domba,
perilaku ini membuat jiwanya semakin sakit. Ia bersikap pengecut karena tidak
secara jantan berhadapan sendiri. Ia menggunakan tangan orang lain untuk mendapatkan
keinginannya. Pada zaman sekarang teknik adu domba sudah semakin canggih dengan
makin canggihnya teknologi informasi. Penemuan-penemuan tersebut menjadi berkah
yang luar biasa bagi manusia, tetapi sekaligus menjadi malapetaka yang
luarbiasa pula jika disalahgunakan untuk berbuat kejahatan. Umat islam
merasakan ini. Stikma teroris dialamatkan kepada umat islam, dimana media
sangat berperan dalam pembentukan stikma tersebut.
Kita semua tahu, betapa
buruknya akibat adu domba, baik dalam skala kecil maupun besar. Oleh karena
itulah, Allah Swt. dan rasul-Nya senantiasa mengingatkan kita untuk menjauhi
sikap tercela ini.