Monday, December 21, 2015

HATI SEBAGAI PANGLIMA KEHIDUPAN

Kalau kita berbicara baik buruknya seseorang tidak bisa lepas dari masalah hati. Orang sering berkata, orang itu baik karena hatinya baik. Ada kesinambungan antara hati dan perilaku seseorang. Rasulullah bersabda, di dalam diri manusia itu ada segumpal daging, jika dia baik maka seluruh tubuh akan menjadi baik, sebalik jika dia buruk maka seluruh tubuh akan menjadi buruk. Yang demikian itu adalah hati.

أَلَا وَإِنَّ فِي الْجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ، أَلاَ وَهِيَ الْقَلْبُ. 

"Ketahuilah bahwa di dalam tubuh itu terdapat sugumpal darah, apabila ia baik maka seluruh tubuh akan baik, dan apabila rusak maka seluruh tubuh akan rusak. Ketahuilah ia adalah hati." (HR. Bukhari dan Muslim)

Hati di dalam pengertian bahasa Indonesia, di dalam Al-Quran disebut dengan tiga istilah. Pertama, Kaabidun, artinya adalah hati dalam pengertian sebuah organ tubuh, fisik. Ini yang sering disebut lever. Organ ini mempunyai fungsi biologis dalam tubuh kita. Itu namanya Kabid, dalam bahasa Indonesia namanya hati. 

Ke dua, Qolbu, dalam bahasa Indonesia juga dikatakan hati. Dalam bahasa Al-Quran Qolbu itu diambil dari kata Qolaba, bolak-balik. Qolbu artinya yang membolak-balikkan persaan kita. Ada saat benci, ada saat senang, ada saat bahagia, ada saat sedih, ini adalah Qolbu. Dan Qolbu ini bisa menjadi pendorong kebaikan dan pendorong keburukan. Dia di tengah-tengah kadang baik dan kadang buruk, sifatnya abstrak berbeda dengan kabidun yang memiliki arti dalam pengertian kongkrit, lever.

Ke tiga, Fuad, adalah hati dalam pengertian abstrak yang dominannya baik. Orang itu mempunyai dorongan baik dan dorongan buruk. Dan Fuad adalah yang dominan hatinya baik.   Seperti seseorang yang memiliki akhlak yang baik, bukan berarti dia tidak memiliki dorongan hati yang buruk tetapi dorongan buruk tersebut mampu dia redam sehingga dia menonjolkan dorongan-dorongan baiknya.

Bagaimana dengan orang-orang jahat, seperti perampok, tukang fitnah, dan koruptor? Apakah Qolbunya sama dengan orang-orang shaleh? Awalnya kondisi qolbunya sama. Modalnya sama antara orang yang menghalalkan segala cara dengan orang-orang yang memperhatikan ajaran Allah …. Dalam hadits dikatakan apakah nanti dia menjadi Nasrani, Yahudi atau Majuzi … lingkungan sangat berperan. Pendidikan, pembiasaan, itu yang membuat kualitas qolbu seseorang menjadi berbeda-beda. Ketika manusia itu dilahirkan dari rahim seorang ibu Qolbunya sama yang membedakan kualitas intelektual. Namun karena salah asuh, lingkungan yang tidak kondusif, salah pembiasan itu yang membuat mereka berbeda. Qolbu itu jika sering diasah untuk melakukan kebaikan-kebaikan akan memunculkan perilaku yang baik pula.  Sebaliknya jika qolbunya jarang diasah dengan kebaikan yang akan terlahir adalah keburukan-keburukan.

Manusia itu oleh Allah memang diberikan plus minus, namun demikian baik dan tidaknya seseorang ditentukan oleh Qolbunya bukan oleh intelektualnya. Barangkali ini kabar gembira bagi orang-orang yang tidak cerdas. Tanpa cerdaspun bisa sholeh. Jadi tidak ada alasan bagi orang yang tidak cerdas untuk tidak sholeh. Sholeh dan tidaknya seseorang itu tidak semata-mata ditentukan oleh kecerdasan intelektual seseorang. Hal itu berkaitan dengan kesucian Qolbu. Dan yang menarik adalah ketika Allah menciptakan manusia, Allah ciptakan kadar intelektualitas manusia memiliki kemampuan berbeda-beda.

Menurut para ahli, kecerdasan intelektual kita dipengaruhi oleh tiga faktor. Kesatu, genetik (turunan), kecerdasan dipengaruhi oleh unsur gizi (dalam ajaran agama Islam wanita hamil diberi keringanan untuk tidak berpuasa, cukup bayar fidyah, karena wanita hamil boleh jadi dia kuat tetapi nutrisi untuk janin belum tentu terpenuhi) ketiga adalah stimulus (rangsangan),  itu sebabnya kata para ahli pada usia 120 hari pendengaran janin sudah berfungsi. Bahkan ketika ibunya mandi suara air itu terdengar oleh janin. Makanya disarankan kalau dibarat itu sering diperdengarkan musik-musik klasik, kalau kita umat islam sebaiknya diperdengarkan ayat-ayat Al-Quran (bukan berarti tidak boleh mendengar musik-musik klasik) ini juga mempengaruhi kecerdasan seseorang, genetiknya beda, stimulusnya beda, gizinya beda.

Kalau kita cermati manusia itu terdiri dari tiga unsur. Pertama unsur jasad, unsur jasad ini yang paling bisa diukur. Kedua, unsur akal, kemampuan berpikir manusia. Yang ketiga adalah qolbu. Seperti telah dikemukakan di atas soleh dan tidaknya seseorang itu bukan ditentukan oleh cerdasnya akal tetapi ditentukan oleh bersihnya hati. Ini isyarat bahwa penentu kesolehan seseorang itu bukan pada kecerdasan akalnya tetapi ada pada kesucian qolbunya. Disinilah pentingnya kita memahami kualitas-kualitas hati sehingga kita bisa mengetahui kapan hati kita sehat dan kapan hati kita sakit, dan bagaimana kita mengobati dan menjaga hati kita. Biasanya kalau kita merasakan gejala sakit pada tubuh, kita ada keinginan untuk berobat, tapi seringkali lupa mendeteksi kualitas hati kita sehingga kita lupa untuk mengobati hati dan jiwa kita. 

Kualitas hati manusia itu ada tiga :

Qolbun Mayitun : Hati yang mati. Adalah hati yang tidak bisa disentuh dengan nasehat. Hati yang sudah tidak mau mendengar nilai-nilai kebajikan. Di dalam Al Quran ‘Aandzartahum anlam tundzirhum layu;minuun ………… kamu kasih peringatan atau tidak sama saja. Dapatkah orang yang hatinya mati hidup kembali? Apa yang harus kita lakukan jika menghadapi orang yang hatinya mati? Pertama, kita harus mendoakannya. Karena Allah yang punya kuasa membolakbalikkan hati, Allah memiliki hak prerogatif merubah hambanya! Kita tidak boleh lelah mengajak kebaikan. Kita harus memperlakukannya dengan santun, semoga dengan perlakuan kita yang demikian membuat dia sadar diri.

Qolbun Maridzun : Hati yang sakit. Ketika kita sakit ada gejala-gejalanya. Seperti sakit fisik kita. Ketika qolbu kita sakit itu juga ada gejala-gejalanya. Tidak merasa nikmat kalau beribadah, serasa hambar, serasa beban. Orang yang hatinya sakit itu biasanya pesimis dalam berdoa. Tidak merasa salah kalau berbuat dosa, tidak sensitif dengan kesalahan. Sulit memaafkan kesalahan orang lain. Kalau kita sulit memaafkan orang lain, itu adalah ciri bahwa hati kita sakit. Sering mengalami kegelisahan, keluh kesah, dll.

Qolbun Salimun : Hati yang sehat. Indikatornya adalah, wajilat qulubuhum …. Hatinya sering merasakan kerinduan kepada Allah. Konsekuensinya karena dia rindu kepada Allah, dia merasa nikmat dalam beribadah. Shalat merasa nikmat, datang ke majelis taklim merasa nikmat, jadi ada kenikmatan tersendiri dalam beribadah. Sangat terbuka dengan nasehat, kalau diberi masukan dia dengar dengan sepenuh hati, dia ikuti mana petunjuk-petunjuk hidup yang akan menjadi kebaikan hidup bagi dirinya. Orang yang hatinya sehat itu memiliki jiwa tawakal. Orang yang memiliki jiwa maafnya sangat luas, dia bukan tipe pendendam. Sensitif terhadap dosa, artinya dia selalu berusa bertaubat jika melakukan kesalahan atau dosa. Suka membalas keburukan yang dilakukan orang lain dengan kebaikan, dll.

Kenapa ada orang yang hatinya sakit atau mati ?

Diantara penyebab hati itu sakit karena tidak pernah dirawat. Apapun kalau tidak dirawat hasilnya akan buruk, seperti tanaman yang tidak dirawat. Kurang nutrisi. Seperti halnya fisik kita, kalau gizi kita jelek daya tahan tubuh kita akan jelek. Seseroang yang jiwanya tidak pernah diberi nutrisi, nutrisi ilmu, nutrisi doa, nutrisi amal shaleh, memungkin orang mengalami penurunan kualitas hatinya. Kualitas hati kita buruk karena perbuatan dosa dan maksiat. Karena dosa itu seperti virus dia terus saja menggerogoti tubuh kita. Ini merujuk pada hadits nabi :

Sesungguhnya seorang hamba apabila dia melakukan suatu dosa akan tercemar hatinya dengan noda-noda. Jika dia berhenti igstifar bertobat, maka hatinya akan bersih lagi. Tetapi kalau dia mengulangi … mengulangi … mengulangi … nanti makin banyak nodanya. Misalnya pakain putih, jika ada noda harus cepat-cepat dibersihkan … jika tidak … dan dia biarkan terus ternoda maka akan berubah menjadi hitam. Qolbu manusia akan tercemar dengan dosa yang sering dia ulang-ulang sampai pada satu titik nanti dia tidak merasa berdosa lagi. 

Ciri-Ciri Hati Yang sakit atau mati

Ini hanyalah beberapa contoh, untuk contoh-contoh lain dapat anda cari sendiri. Orang yang memiliki hati yang kotor dan mati, sakit, akan memunculkan akhlak yang tidak baik seperti seperti berikut :

1.   Ananiyyah

 Ana-niyyah berakar dari kata ana yang berarti aku atau saya. Dengan akar kata tersebut, ana-niyyah berarti sikap mengutamakan atau menonjolkan rasa keakuan saat bersikap. Dalam bahasa yang lebih umum kita menyebutnya egois atau selfish. Sikap ana-niyyah atau egois ini merupakan sikap dasar manusia sebagai pribadi yang memiliki ego atau sikap diri.

Dalam ukuran wajar, sikap ana-niyyah ini sangat diperlukan karena akan membentuk karakter seseorang yang memiliki ciri khusus bagi dirinya. Dengan sikap ana-niyyah yang wajar ia dapat bersikap dan berpendirian yang tegas terhadap sesuatu. Orang yang memiliki sikap ananiyah yang terlalu rendah akan sangat mudah terpengaruh dan terombang-ambing pada pendapat orang lain. Ia merasa minder di hadapan orang lain. Sebaliknya, saat sikap ana-niyyah ini terlalu kuat ia dapat terjerumus pada sikap tidak peduli pada orang lain.

Sikap ana-niyyah yang terlalu besar membuat seseorang mengabaikan orang lain. Ia tidak lagi memandang penting hadirnya orang lain dalam pandangan hidupnya. Dengan pandangan seperti ini, ia akan mengukur segalanya dari sudut pandang pendapat dan kepentingannya pribadi. Sikap egois yang berlebihan membuat hubungan sosial pelaku dengan orang lain bermasalah. Hal inilah yang tidak baik untuk dilakukan.

Di dalam ilmu jiwa, ananiah dikenal dengan istilah egoistis, yaitu mementingkan diri sendiri dan mengingkari keberadaan orang lain. Ananiah termasuk akhlak tercela karena ia kurang menyadari bahwa semua yang dimiliki itu berasal dari Allah dan tidak abadi. Menurut Al-Ghazali, ananiah itu terjadi karena, antara lain kecantikan, kekayaan, kepandaian, kedudukan yang tinggi, dan jasa yang pernah diberikan. Orang yang egois biasanya membangga-banggakan diri sendiri, menganggap orang lain hina dan rendah. Padahal Allah swt. dengan tegas tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membanggakan diri.

Penyakit ini jika dibiarkan berlarut-larut akan bermetamorfose menjadi bentuk sikap negatif yang beragam :

1.    Selalu ingin menang sendiri.

Sikap ini adalah sikap khas ana-niyyah. Rasa keakuan yang besar membuat seseorang tidak pernah bersedia mengalah dari orang lain. Ia selalu ingin menang dalam semua keinginannya.

2.    Tidak peduli pada orang lain.

Sikap lanjutan dari ingin menang sendiri adalah tidak peduli pada orang lain. Saat mengejar keinginannya, ia tidak mempedulikan keadaan, keinginan, dan kebutuhan orang lain. Hal terpenting baginya adalah terpenuhinya keinginan diri sendiri.

3.    Meremehkan orang lain.

Keakuan yang besar akan membuat orang tersebut merasa dirinya adalah pusat dunia. Ia merasa yang paling pandai, paling tampan, dan paling penting dari semua yang ada. Dengan perasaan seperti itu, ia akan dengan mudah meremehkan orang lain.

4.    Tidak mendengar saran dan kritikan orang lain.

Setelah merasa dirinya serba paling, ia merasa orang lain tidak lebih baik dari dirinya. Dengan demikian, pendapat orang lain pun tidak lebih baik dari pendapatnya sendiri. Keadaan ini membuat ia tidak mau mendengarkan saran orang lain.

2.   Gadab

Gadab adalah marah. Seperti ana-niyyah, gadab merupakan tabiat wajar manusia selaku makhluk yang dikaruniai perasaan. Dalam keadaan tertentu marah merupakan keharusan. Misal saat Allah Swt. dan rasul-Nya dihina oleh seseorang. Akan menjadi aneh jika seorang muslim tidak marah saat Allah Swt. dihina di hadapannya. Marah juga dipandang wajar saat seseorang mendapat perlakuan yang keterlaluan. Dalam keadaan ini ia berhak marah. Akan tetapi ada kalanya kemarahan itu demikian besar hingga melampaui batas. Marah seperti ini dapat berubah menjadi tidak terkendali. Marah seperti inilah yang kita maksudkan

Sikap marah yang berlebihan dapat kita saksikan dalam beragam ekspresinya. Beberapa contoh ekspresi sikap marah yang berlebihan adalah sebagai berikut :
  •  Bertindak kasar. Orang yang marah berlebihan cenderung melampiaskan marahnya dengan berlaku kasar, seperti memukul, menendang, menghajar, hingga membunuh.
  • Berkata-kata kasar. Selain bertindak kasar orang yang sedang marah dapat melampiaskan kemarahannya dengan ucapan kasar. Misal, mengumpat, menyumpah, menghardik, atau meludah.
  • Memutuskan hubungan. Memutuskan hubungan dengan orang yang ia marahi merupakan bentuk marah yang berlebihan. Saat kemarahan merasuk hati, ia tidak mau lagi bertemu, berhubungan, menerima telepon, atau menerima kunjungan orang yang ia marahi.
  • Tidak peduli. Kemarahan yang sangat membuat seseorang berusaha menjauhkan hal-hal yang berhubungan dengan orang yang ia marahi dari dirinya. Hal ini membuat ia tidak peduli dengan orang yang ia marahi.
Setiap yang berlebihan akan membawa dampak yang tidak baik. Demikian pula kemarahan yang berlebihan. Beberapa akibat yang dapat munculkan akibat kemarahan yang berlebihan antara lain sebagai berikut :

Pertama, dijauhi orang lain.

Orang yang sering marah berlebihan akan ditinggalkan teman-temannya. Bisa jadi karena takut berbuat kesalahan yang berbuntut dipukuli. Bisa juga karena tidak suka dengan kebiasaan marah tersebut. 

Kedua, Kehilangan kesempatan.

Saat orang lain menjauhi, kesempatan yang datang bersama mereka pun ikut pergi. Kesempatan kerja, bisnis, informasi, atau silaturahmi pun hilang seiring menjauhnya teman-teman dari sisi. Demikian pula saat orang yang marah memutuskan hubungan dengan orang lain. Ia dapat kehilangan kesempatan yang ada pada orang tersebut.

Ketiga, diabaikan orang lain.

Orang yang mudah marah, kemarahannya akan dipandang biasa oleh orang lain. Kemarahan itu tidak lagi memiliki wibawa. Dengan demikian, saat ia marah, kemarahannya tersebut tidak dipedulikan orang lain.

Akibat seperti ini tentu bukanlah sesuatu yang pantas diharapkan. Tidak ada seorang pun ingin dijauhi orang lain. Demikian pula tidak ingin kehilangan kesempatan atau diabaikan orang lain. Oleh karena itulah sebagai muslim yang baik, kita harus berusaha mengendalikan diri saat marah. Bukankah Rasulullah saw. menyatakan bahwa orang yang kuat adalah orang yang mampu mengendalikan dirinya saat marah.

عَنْ اَبِى هُرَيْرَةَ رَضِىَ اللهُ عَنْهُ اَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : لَيْسَ الشَّدِيْدُ بِالصُّرْعَةِ، اِنَّمَا الشَّدِيْدُ الَّذِى يَمْلِكُ نَفْسَهُ عِنْدَ الْغَضَبِ (متفغ عليه)

Artinya:
Dari Abu Hurairah r.a., bahwasanya Rasulullah saw. bersabda: ”Bukanlah orang kuat itu orang yang kuat dalam bergulat. Orang kuat yang sebenarnya adalah orang yang mampu mengendalikan dirinya. (H.R. Muttafaq alaihi)

3.   Hasad

Hasad berasal dari kata bahasa Arab yang berarti rasa iri atau dengki. Hasad adalah rasa tidak suka yang bersemayam dalam hati saat mengetahui orang lain mendapat nikmat atau keberhasilan. Perasaan dengki sebenarnya berasal dari sikap tamak seseorang pada dirinya sendiri. Artinya, ia merasa bahwa dirinya ada dan penting. Hal ini membuatnya tanpa sadar berharap orang lain tidak sepenting dirinya. Dengan keadaan itu, ia ada kalanya tanpa sadar tidak suka saat orang lain mendapat perhatian lebih dengan keberhasilan atau nikmat yang orang itu dapatkan.

Sikap hasad termasuk sikap tercela. Sikap hasad yang tidak terkendali dapat menimbulkan permusuhan antarsesama. Saat rasa dengki itu begitu menguasai hati, seseorang dapat berbuat jahat untuk melampiaskan rasa dengkinya. Ia dapat menghembuskan isu, gosip, atau bahkan fitnah untuk menjatuhkan harga diri orang yang ia dengki. Tidak hanya itu, rasa dengki juga dapat mendorong seseorang berbuat yang merusak tatanan kehidupan seperti memukul, mencelakai, hingga membunuh.

Akibat sikap hasad ini tidak hanya berakibat buruk bagi korbannya tetapi juga kepada diri pelakunya sendiri. Bagi pelaku, sikap hasad itu merusak jiwanya. Ia tidak suka saat orang lain mendapat nikmat. Ia lebih tidak suka lagi saat orang lain mendapat nikmat yang lebih baik. Hatinya menangis. Saat orang lain mendapat nikmat yang lebih banyak lagi, ia semakin sakit.

1.    4. Gibah

Gibah adalah gosip atau menggunjing, yaitu membicarakan atau menampakkan sesuatu yang tidak disukai oleh orang yang dibicarakan. Sesuatu yang menjadi obyek gibah dapat beraneka ragam mulai cara bicara, keadaan, aib, rahasia, ketidaksengajaan berpakaian, atau hal lain yang memalukan atau tidak ingin diketahui orang lain.

1.    5. Namimah

Namimah artinya mengadu domba, yaitu tindakan mengadu dua orang atau lebih agar bermusuhan atau berselisih. Tindakan ini dapat berupa menyebarkan isu atau provokasi (pancingan) pada dua orang agar timbul masalah. Selanjutnya, timbul perselisihan antara kedua orang atau dua kelompok itu.

Mengadu domba sangat efektif untuk melemahkan suatu masyarakat atau komunitas. Sebagai contoh adalah strategi mengadu domba yang dilakukan oleh penjajah Belanda kepada masyarakat Indonesia. Untuk melemahkan perjuangan bangsa Indonesia, penjajah menggunakan taktik devide et impera, mengadu domba dan menguasai. Isu, iming-iming jabatan, uang dan tawaran menggiurkan lain diberikan agar sesama warga bangsa berselisih. Setelah berselisih dengan mudah dikuasai oleh penjajah.

Hal inilah yang diingatkan Allah Swt. dalam Surah al-Hujurat [49] ayat 6 sebagai berikut :

Wahai orang-orang yang beriman! Jika seseorang yang fasik datang kepadamu membawa suatu berita, maka telitilah kebenarannya, agar kamu tidak mencelakakan suatu kaum karena kebodohan (kecerobohan), yang akhirnya kamu menyesali perbuatanmu itu.

Tindakan mengadu domba tidak berakibat lain selain permusuhan dan kekacauan. Ketenteraman dan kenyamanan hidup bersama akan terganggu saat silaturahmi antaranggota masyarakat dibakar provokasi. Persahabatan dua sahabat dekat akan retak saat keduanya berhadapan sebagai pihak yang saling menjatuhkan.

Bagi pengadu domba, perilaku ini membuat jiwanya semakin sakit. Ia bersikap pengecut karena tidak secara jantan berhadapan sendiri. Ia menggunakan tangan orang lain untuk mendapatkan keinginannya. Pada zaman sekarang teknik adu domba sudah semakin canggih dengan makin canggihnya teknologi informasi. Penemuan-penemuan tersebut menjadi berkah yang luar biasa bagi manusia, tetapi sekaligus menjadi malapetaka yang luarbiasa pula jika disalahgunakan untuk berbuat kejahatan. Umat islam merasakan ini. Stikma teroris dialamatkan kepada umat islam, dimana media sangat berperan dalam pembentukan stikma tersebut.

Kita semua tahu, betapa buruknya akibat adu domba, baik dalam skala kecil maupun besar. Oleh karena itulah, Allah Swt. dan rasul-Nya senantiasa mengingatkan kita untuk menjauhi sikap tercela ini.


Wednesday, December 2, 2015

IJTIHAD SUATU KEGIATAN ILMIAH

Kata ijtihad mempunyai konotasi dengan kata-kata jihad, juhud dan lain-lain, artinya bersungguh-sungguh, atau berusaha dengan sekuat usaha. Segala bentuk kegiatan yang dilakukan dengan sungguh-sungguh termasuk dalam kategori kegiatan ijtihad, atau jihad. Alquran surat  Al ‘ankabut ayat 69  menyatakan bahwa orang-orang yang bersungguh-sungguh (berjihad) menurut Allah pasti akan Allah tunjukkan petunjuk-NYA. Dengan demikian maka pada ayat itu penekanan dari ijtihad atau jihad adalah kesungguhan dalam rangka memahami petunjuk yang diberikan oleh Allah.
69. dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar- benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan kami. dan Sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik.
Dalam hubungannya dengan sektor keilmuan maka seorang yang mengadakan kegiatan di bidang ilmiah amat patut disebut Mujtahid atau Mujahid. Kalau ilmu yang dipelajari adalah ilmu Allah yakni Alquran menurut Sunnah Rasul maka ia adalah termasuk mujahidiin fi sabiilillah, sebaliknya apabila yang dipelajari adalah ilmu Allah, bidang kebendaan, berarti mujahidiin kebendaan.
Dalam surat Ali Imran ayat 190-191 Allah menyatakan bahwa dalam silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal:
190. Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal,
191. (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan Kami, Tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha suci Engkau, Maka peliharalah Kami dari siksa neraka.



Dalam kaitannya dengan ijtihad, kegiatan yang paling berat adalah kegiatan dalam memerangi alam pikiran. Karena pantaslah kalau Rasulullah mengatakan bahwa kegiatan yang paling khair ( indah) dan bernilai ·positif adalah "balajar dan mengajar Alquran”. 
جَيْرُكُمْ مَنْ تَعَلَّمَ الْقُرْآنَ وَعَلَّمَهُ (رواه البخارى)
"Sebaik-baik kamu ialah orang yang suka belajar Al-Qur'an dan mendidiknya kepada manusia." (HR. Bukhari: Tarjamah Riadhus Shalihin hlm. 554)
Objek dalam belajar dan mengajar yang paling pertama adalah untuk mengajar diri. Belajar Alquran berarti mengajarkan kepada diri sendiri dan orang lain agar mengenal nilai-nilai yang objektif dari Allah, baik yang bernilai nur maupun yang bernilai dzulumat. Tahap kedua tentunya rnemerangi alam pikiran dzulumat dalam rangka membangun alam pikiran yang bernilai nur.
 Mahmud Syaltout mengemukakan bahwa salah satu wawasan yang menjadi fokus dalam kegiatan ijtihad adalah bagaimana usaha untuk memahami makna Alquran dan al Hadis sehingga kesimpulannya menjadi jelas. Seiring dengan itu Mohammad Abduh memandang perlunya peninjauan kembali (re-interpretasi) dalam memahami makna Alquran.

Ijtihada pada Masa Rasul
Pada masa hayat Rasulullah, ijtihad dilakukan oleh setiap kaum muslimin tanpa kecuali, orang tua maupun anak-anak, baik laki-laki maupun wanita. Ijtihad tersebut mereka lakukan dalam rangka memecahkan problem kemanusiaan seutuhnya, baik dalam bidang ekonomi, sosial, politik, hankam dan lain-lain. Ijtihad yang mereka lakukan adalah dalam memahami nilai-nilai , luhur yang diberikan oleh Allah. Mereka mempelajari Alquran sampai benar-benar mengerti, dan bahkan sampai menjadi hafal. Mereka dalam belajar Alquran melakukannya pada malam hari, sedangkan di siang hari mereka pergunakan untuk berusaha mencari nafkah. Bentuk pendidikannya bersifat nonformal dan informal, dengan membentuk kelompok-kelompok kecil di rumah-rumah atau di lingkungan keluarga. Bagi mereka yang mampu, mereka bertanggung jawab untuk menyampaikannya, sedang yang belum mampu, mereka sudi dan lapang dada untuk memperhatikannya, dengan tidak memandang usia, jabatan danI status.
Ijtihad yang diiakukan oleh Nabi Muhammad dan para pendukungnya, dilatarbelakangi oleh krisis nilai dan krisis sosial dalam berbagai segi. Mereka melakukan ijtihad dalam rangka membangun cita-cita yang didambakan oleh setiap insan Alam pikiran materialis, liberalis, ajaran nenek moyang (rasialis) dan hukum rimba, itulah tantangannya. Dengan ijtihad, setahap demi setahap mereka mampu mengubah alam pikiran klasik. Ayat demi ayat yang disampaikan oleh Malaikat Jibril, cukup membuat Nabi Muhammad dan para pendukungnya memutarbalikkan alam pikiran yang ada yang tidak sesuai dengan Alquran. Konfrontasi kognitif tersebut kadang-kadang membuat mereka menjadi bingung. Kenyataan pola berpikir yang ada, secara terus menerus diadakan penilaian. Ukuran dalam mengevaluasi ia dasarkan kepada wahyu (Alquran). Problem demi problem yang tidak mampu dipecahkan, Allah memberi  jawabannya. Atas dasar itulah maka Alquran diturunkan sebagai jawaban terhadap tantangan dan kasus yang terjadi pada masa itu.
Hambatan demi hambatan dan tantangan demi tantangan dengan sendirinya tidak dapat dihindarkan. Bujukan dan rayuan hasutan dan fitnahan yang selanjutnya berubah menjadi ancaman pembantaian, tidak menjadi penghalang bagi mereka yang berijtihad. Muhammad Rasulullah dalam berijtihad tak urung mehgalami tantangan seperti itu, demikian pula para mahasiswanya. Tantangan demi tantangan bahkan merupakan faksinasi bagi mereka dalam berijtihad, sehingga semakin meningkatnya ijtihad mereka untuk menekuni kegiatan yaitu mempelajari Alquran. Mereka senantiasa meminta penjelasan dari Nabi Muhammad apabila menemui permasalahan yang jawabnya masih belum jelas atau masih meragukan. Muhammad melayaninya dengan sungguh-sungguh sesuai dengan wahyu yang telah ada. Ia menjawabnya kalau memang mengetahui benar-benar, dan ia mengatakan tidak mengetahui kalau ia sendiri belum menerima wahyu. Pernah Muhammad didatangi oleh serombongan pemabuk dan penjudi, agar memberikan ketegasan 'hukumnya .. Muhammad menangguhkan jawabannya, dan ia meminta (berdoa) "Ya Allah terangkanlah kepada kami tentang khamar (minuman keras) dan judi."
Keterangan demi keterangan yang diberikan oleh Nabi Muhammad hanyalah atas dasar wahyu, baik wahyu yang redaksionalnya persis apa adanya(Quran),. maupun yang diberikan kebebasan kepada Nabi untuk menyussun redaksinya (Hadis). Dengan demikian maka ,ijtihad yang dilakukan oleh Nabi Muhammad dan para pendukungnya adalah kesungguhan dalam mempelajari dan memaharml Alquran berdasarkan penjelasan-penjelasan dari Sunnah Rasul.
Dengan ijtihad yang demikian ternyata Muhammad dan pera pendukungnya mampu merombak alam pikiran klasik, yang selanjutnya mampu memperbaiki kehidupan seumumnya. Bagaimana dengan ijtihad pada masa-masa selanjutnya? (bersambung)