Sunday, September 18, 2016

DALIL-DALIL SEPUTAR HARTA

Pemilik mutlak terhadap segala sesuatu yang ada di muka bumi ini, termasuk harta benda, adalah Allah SWT. Kepemilikan manusia hanya bersifat relatif atau nisbi, sebatas untuk melaksanakan amanah mengelola dan memanfaatkan dengan ketentuan-Nya. Firman Allah

Islam memelihara keseimbangan antara hal-hal berlawanan yang terlalu dilebih-lebihkan. Tidak hanya dengan mengakui hak milik pribadi tetapi juga dengan menjamin pembagian kekayaan yang seluas-luasnya. Salah satu perbedaan konsep kepemilikan dalam Islam adalah pada sisi pengelolaan harta, baik dari segi nafkah (konsumsi) maupun upaya pengembangan (investasi) kepemilikan harta.


Konsep dasar Islam yang harus dipahami dan diimani seorang muslim adalah, bahwa harta adalah titipan atau amanah Allah yang harus dimanfaatkan (konsumsi) dan dikembangkan sesuai dengan aturan-aturan yang telah digariskanNya.



Menurut Islam, harta yang telah dimiliki, pemanfaatan (konsumsi) maupun pengembangannya (investasi) wajib terikat dengan ketentuan halal dan haram. Dengan demikian maka membeli, mengkonsumsi barang-barang yang haram tidak diperkenankan (dilarang). Termasuk juga upaya investasi berupa pendirian pabrik  barang-barang haram juga dilarang. Karena itu, memproduksi, menjual, membeli dan mengkonsumsi minuman keras (memabukkan) dilarang dalam ajaran Islam.

Selain menerapkan aturan-aturan terkait kepemilikan harta dari segi pemanfaatan (konsumsi) maupun pengembangannya atau cara memperoleh harta tersebut. Islam juga sangat menjaga adanya kepemilikan tersebut. Bahkan, terhadap orang yang mati terbunuh karena mempertahankan harta miliknya dari gangguan atau pelanggaran yang mungkin dilakukan orang lain, maka kematian orang itu dikategorikan mati syahid.

Islam mengajak umatnya untuk mendahulukan kemaslahatan masyarakat daripada kemaslahatan individu, dan hak kepemilikan oleh individu harus tetap bertujuan untuk mendatangkan kemashlahatan yang sebesar mungkin dan juga dibatasi dengan tidak menimbulkan dharar (bahaya) bagi orang lain.

Salah satu konsep yang ditetapkan Islam adalah harta tidak bisa melahirkan harta. Dengan demikian, kepemilikan yang ditetapkan kepada pemilik harta merupakan hasil dari usaha atau jerih payah yang dilakukan.

Harta adalah anugerah dari Allah yang harus disyukuri. Tidak semua orang mendapatkan kepercayaan dari Allah SWT untuk memikul tanggung jawab amanah harta benda. Karenanya, ia harus disyukuri sebab jika mampu memikulnya, pahala yang amat besar menanti.

Harta adalah amanah dari Allah yang harus dipertanggungjawabkan. Setiap kondisi–entah baik atau pun buruk—yang kita alami sudah menjadi ketentuan dari Allah SWT, dan mesti kita hadapi secara baik sesuai dengan keinginan yang memberi amanah. Harta benda yang dititipkan kepada kita juga demikian. Di balik harta melimpah, ada tanggung jawab dan amanah yang mesti ditunaikan. Harta yang tidak dinafkahkan di jalan Allah akan menjadi kotor, karena telah bercampur bagian halal yang merupakan hak pemiliknya dengan bagian haram yang merupakan hak kaum fakir, miskin, dan orang-orang yang kekurangan lainnya. Firman Allah SWT dalam surah at-Taubah (9) ayat 103,

Harta adalah ujian. Yang jadi ujian bukan hanya kemiskinan, tetapi kekayaan juga merupakan ujian. Persoalannya bukan pada kaya atau miskin, tetapi persoalannya adalah bagaimana menghadapinya. Kedua kondisi itu ada pada manusia, yang tujuannya dibalik itu cuma satu, yaitu Allah ingin mengetahui siapa yang terbaik amalannya. Bagi yang berharta, tentunya, ada kewajiban-kewajiban yang mesti dilakukan terhadap harta itu.

Harta adalah hiasan hidup yang harus diwaspadai. Allah SWT menciptakan bagi manusia banyak hiasan hidup. Keluarga, anak, dan harta benda adalah hiasan hidup. Dengannya, hidup menjadi indah. Namun, patut disadari bahwa pesona keindahan hidup itu sering menyilaukan hingga membutakan mata hati dan membuat manusia lupa kepada-Nya, serta lupa kepada tujuan awal penciptaan hiasan itu. Semua itu sebenarnya merupakan titipan dan ujian. Allah SWT berfirman di dalam surah at-Taghabun (64) ayat 15, "Sesungguhnya harta dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu). Di sisi Allahlah pahala yang besar".

Segenap perangkat duniawi, baik yang meteril maupun yang non materil, tercipta sebagai sarana yang bisa digunakan manusia untuk beribadah. Kekayaan adalah salah satu sarana ibadah. Ia bukan hanya menjadi ibadah kala dinafkahkan di jalan Allah, ia bahkan sudah bernilai ibadah kala manusia dengan ikhlas mencari nafkah untuk keluarganya dan selebihnya untuk kemaslahatan umat. Jika harta dipergunakan sebaik-baiknya, pahala yang amat besar menanti. Namun jika tidak, siksa Allah amatlah pedih.

Harta yang dimiliki Muslim juga cobaan dari Allah. Ia diuji Allah, apakah mampu menggunakan harta sebagai sarana mendekatkan diri dan taat menjalankan perintah serta menghentikan Allah. Bahkan, harta mendorongnya semakin taat dan banyak mengingat Allah. Allah berfirman, ''Hai orang-orang yang beriman, janganlah harta-hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barang siapa yang membuat demikian maka mereka itulah orang-orang yang rugi.'' (QS 63: 9).

Orang yang cinta harta secara berlebihan membuatnya tidak bisa bersyukur kepada Allah. Bahkan, ia cenderung mengingkari nikmat yang diberikan Allah kepadanya. Ia menilai hartanya diperoleh melalui kepintaran dan keahliannya semata. Akibatnya, ia menjadi kikir dan bakhil menggunakan harta pada jalan Allah dan membantu sesama. Allah berfirman, ''Sesungguhnya manusia itu sangat ingkar, tidak berterima kasih kepada Tuhannya, dan sesungguhnya manusia itu menyaksikan (sendiri) keingkarannya dan sesungguhnya dia sangat bakhil karena cintanya kepada harta. (QS 100: 6-8).

Berbeda dengan Muslim dan mukmin, akan selalu bersyukur kepada Allah atas nikmat dan harta yang dimilikinya. Nikmat dan hartanya digunakan untuk kepentingan ibadah dan kemaslahatan manusia. Allah berfirman, ''Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan, 'Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), sesungguhnya azab-Ku sangat pedih." (QS 14: 7).

Orang yang memandang harta sebagai suatu puncak kenikmatan. Ia mencintai dan memilih serta mengumpulkannya, bahkan ia menggantungkan diri pada kemewahan harta itu. Berlebih-lebihan dalam mencintai dan memiliki harta dilarang. Sebab, hal itu akan merusak budi pekerti, melemahkan cita-cita, membikin kekacauan, menjadi berkobarnya hawa nafsu. Jika sudah menjadi budak hawa nafsu, maka lenyaplah kehormatan manusia dan akan menghalalkan segala cara untuk memenuhi keinginannya.

Orang yang tidak mau (enggan) dalam masalah keduniawian yang penuh dengan liku-liku dan kesulitan yang meliputi dirinya. Ini adalah sifat ahli tasawuf, ahli zuhud dan para rahib, yang hanya berpikir dan beribadat saja (dalam arti sempit). Islam telah memberikan peringatan (ajaran) agar umatnya tidak mengasingkan diri mereka dari kehidupan dunia. Islam mencela sistem kerahiban yang dilakukan oleh para rahib, yang menciptakan itu sendiri tanpa diperintah dan dianjurkan oleh ajaran agama.

Orang yang mengambil sikap tengah-tengah, tidak terlalu menenggelamkan diri dalam masalah-masalah dunia, sehingga ia lupa akan kebutuhan-kebutuhan jiwanya, tapi ia juga tidak tenggelam dalam kehidupan zuhud dan jasmaninya. Dia mementingkan kedua-duanya.

Sesungguhnya kehidupan di dunia adalah suatu jalan menuju akhirat. Ia hanya merupakan suatu proses yang tidak abadi. Manusia harus selalu ingat bahwa kehadirannya di dunia ini, untuk beribadah kepada Allah dan akan kembali kepadanya.

Kehidupan di akherat lebih kekal dan lebih utama.

Sesungguhnya Islam merupakan agama pertengahan yang mementingkan kebutuhan material dan spiritual serta mementingkan kehidupan dunia dan akhirat. Dengan itu umat islam berada di tengah-tengah. Mereka mendapatkan tugas dari Allah untuk mengemban misi Islam yang dapat membawa umat manusia untuk mencapai kesejahteraan materi dan spiritual secara seimbang.

Allah melarang perbuatan kikir (pelit) dan menggambarkan sikap orang kikir itu sebagai orang yang mengikatkan tali erat-erat pada lehernya, sehingga tidak terbuka untuk kebaikan. Dan Allah melarang perbuatan berlebih-lebihan. Allah menggambarkan sikap yang berlebih-lebihan itu, sebagai orang yang membuka tangannya lebar-lebar, sehingga tidak dapat terkontrol lagi.

Sikap kikir akan mendatangkan amarah orang lain, sedangkan sikap berlebih-lebihan akan mengakibatkan penyesalan.

Umat Islam diperintahkan untuk mengeluarkan zakat untuk membersihkan mensucikan diri dan harta mereka 

Wallahu a'lam bi showab!

Wednesday, August 24, 2016

Pandangan Manusia Tentang Alam

ALAM DAN KEKAYAAN YANG TERDAPAT DI DALAMNYA MILIK SIAPA?

 Pandangan Individualis

Manusia-manusia yang berpandangan individualis memandang alam sebagai sesuatu yang dapat dimiliki dan oleh karenanya mereka berusaha memiliki alam sebesar mungkin dan selama mungkin sebagai sumber kapital. Paham lndividualis tentang alam ini di dalam masalah ekonomi kemudian menjelma menjadi paham kapitalis. 

Sistem ini memberi kebebasan cukup besar bagi pelaku-pelaku ekonomi untuk melakukan kegiatan yang terbaik bagi kepentingan masing-masing. Alat-alat produksi utama (sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya modal) berada di tangan swasta. Secara garis besar ciri-ciri Sistem Ekonomi Liberal-Kapitalistik adalah :

       Adanya pengakuan yang luas terhadap hak-hak pribadi
       Praktik perekonomian digerakkan oleh motif keuntungan (profit motive)
       Praktik perekonomian diatur menurut mekanisme pasar, perekonomian digerakkan oleh interaksi secara bebas antara konsumen dan produsen di pasar.

Bagi konsumen tujuan yang ingin diraihnya adalah kepuasan maksimum, sedangkan bagi produsen tujuannya adalah keuntungan maksimum. Dalam hal ini pasar berfungsi untuk memberikan “sinyal” kepada produsen tentang barang-barang yang akan dihasilkan baik dalam jumlah maupun mutu, serta kepada konsumen tentang barang-barang apa saja baik dalam jumlah dan mutu yang dapat dibeli di pasar.

Praktik perekonomian digerakkan dan didorong oleh motif keuntungan demi kepentingan pribadi. Dalam hal ini manusia diakui sebagai makhluk homo economicus, yang selalu mengejar kepentingan sendiri. Paham seperti ini sering disebut sebagai paham individualisme.

Paham di atas adalah merupakan akibat dari paham individualis dalam memandang alam. Oleh karena itu, alam menurut mereka adalah sesuatu yang dapat dikuasai oleh individu-individu secara bebas demi kepentingan kehidupannya di dunia ini. Mereka berlomba untuk menguasai sumber-sumber alam yang kiranya dapat dijadikan kapital. Penganut paham ini terutama negara-negara Eropa Barat dan Amerika.

5. Pandangan Islam

Alam semesta demikian unik dan mempunyai keteraturan yang luar biasa tidak mungkin manusia dapat mengetahui rahasia-rahasianya secara lengkap; pasti dicipta dengan tidak main-main oleh penciptanya. Alam semesta diciptakan oleh Allah dari tidak ada menjadi ada. Untuk apa alam semesta ini dicipta? Manusia pasti akan menjawab dengan bermacam-macam jawaban sesuai dengan pengetahuan dan kemauannya karena eksistensi alam bagi manusia memang tak pernah sepenuhnya terjawab. Karena alam ini ada yang menciptakan, maka yang menciptakanlah yang paling mengetahuinya. Konsep penciptaan alam menurut pencipta itu dapat diketahui melalui informasi yang berasal dari-Nya. Informasi itu ialah wahyu yang kemudian ditulis yang disebut Al Quran. Surat Albaqarah:29 menyatakan; "Dialah yang menciptakan segalanya di atas bumi ini untukmu (manusia)".

Peran manusia di dalam alam ini dilukiskan oleh penciptanya dengan sangat jelas yaitu bahwa manusia yang berketurunan Adam ini sangat dimuliakan oleh Allah, mereka dapat menaklukkan baik daratan maupun lautan dan diberi rezeki yang baik serta dilebihkan dari makhluk yang lain. Kehidupan manusia ini pada hakikatnya hanyalah kesenangan yang amat sedikit, yang kadang-kadang justru dapat memperdayakan manusia. Kehidupan ini penuh dengan permainan dan senda gurau belaka, sehingga kebanyakan manusia lalai akan tugas hidupnya. Kehidupan itu laksana tumbuh-tumbuhan yang menjadi subur karena air hujan, kemudian menjadi kering dan dlterbangkan oleh angin.

Oleh sebab itu Allah sebagai pencipta tunggal adalah pemilik mutlak akan alam semesta ini, termasuk di dalamnya manusia dan apa saja yang ada di dalam alam ini, baik yang terlihat maupun yang tidak terlihat. Manusia hanya mempunyai hak untuk menggunakan segala sesuatu yang dimiliki secara mutlak oleh Allah.

Berbicara masalah Sistem Ekonomi Islam maka kita harus berangkat dari pandangan besar terhadap seluruh harta kekayaan yang ada di alam semesta ini. Cara islam menyeselasaikan seluruh persoalah harus dimulai pandangan besar terhadap seluruh harta kekayaan yang ada di alam semesta ini. Ini adalah fondasi. Sebenarnya seluruh harta kekayaan alam ini milik siapa? Pemilik mutlak adalah Allah SWT.
¬
42. dan kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi dan kepada Allah-lah kembali (semua makhluk). (An-Nur)

Manusia hanya mempunyai hak untuk menggunakan segala sesuatu yang dimiliki secara mutlak oleh Allah. Hak penggunaannya ini merupakan hak yang tidak mutlak, yakni relatif. Ia hanya berhak mengelolanya dan menguasai penggunaannya. Allah telah menyerahkan segala sesuatu kepada manusia untuk dlkerjakan, untuk diubah bentuknya serta diambil manfaatnya. Segala sesuatu yang ada di antara langit dan bumi disediakan untuk kenikmatan manusia tanpa dlbayar. Milik relatlf ini hanya terbatas pada apa yang telah dlusahakannya saja, karena setiap prla maupun wanita hanya akan mendapatkan hasll sebatas usahanya sebagai haknya. Sedangkan penguasaannya, sebagian dlpergunakan untuk umum, karena Allah telah memerintahkan agar memberikan kepada orang-orang lain harta Allah yang telah dlberikan kepadanya. Manusia oleh Allah diingatkan bahwa dalam harta kekayaannya itu terdapat bagian untuk orang-orang miskin, baik yang meminta haknya maupun yang tldak memintanya. Penimbunan harta kekayaan termasuk emas, perak, dan lain-lain akan disediakan siksaan yang amat pedih oleh Allah.

Bagaimanakah dengan posisi manusia?

Jika dalam sistem ekonomi kapitalis, dll. Posisi manusia itu menjadi subyek (yang menentukan) atau terombang-ambing menjadi subyek atau obyek sehingga dapat dipastikan saling menindas, tetapi dalam sistem ekonomi islam kedudukan manusia sebagai mutawwakilun yaitu wakil subyek bertindak atas nama Allah.  
Manurut Rasulullah setiap perbuatan yang tidak dimotivasi atau didahului oleh bimillahirahmanirahiim maka perbuatan tersebut akan terputus (dari rahmat Allah). Surat Ali Imran ayat 190-191 menegaskan:
ž  
190. Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal,

191. (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan Kami, Tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha suci Engkau, Maka peliharalah Kami dari siksa neraka.

Alam semesta ini diciptakan Allah untuk manusia, tetapi Allahlah pemilik mutlaknya, sedangkan manusia hanya sebagai pemllik yang tidak mutlak atau relatif. Mereka berhak mendayagunakan dan menghasilgunakannya untuk kepentingan seluruh umat manusia bukan hanya untuk individu, bukan hanya untuk manusia masa kini saja, akan tetapi juga untuk generasi yang akan datang.

Wallahu a'lam bishowab!














Sunday, August 14, 2016

Kepemimpinan dalam Pandangan Islam

KULUKUM RAAIN = Setiap kamu itu adalah pemimpin. Raain makna awalnya adalah penggembala. Orang yang melakukan pekerjaan sebagai penggembala. Kemudian kata penggembala ini dibawa oleh Rasulullah menjadi seorang pemimpin. Wa kulu rain mas’ulun ‘an roiyatihi = dan setiap pemimpin akan diminta pertanggung jawabannya tentang roiyahnya. Yaitu yang dipimpinnya. Roiyah kemudian berubah kedalam bahasa Indonesia menjadi rakyat.

حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مَسْلَمَةَ عَنْ مَالِكٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ دِينَارٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَلَا كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ فَالْأَمِيرُ الَّذِي عَلَى النَّاسِ رَاعٍ عَلَيْهِمْ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُمْ وَالرَّجُلُ رَاعٍ عَلَى أَهْلِ بَيْتِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُمْ وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ عَلَى بَيْتِ بَعْلِهَا وَوَلَدِهِ وَهِيَ مَسْئُولَةٌ عَنْهُمْ وَالْعَبْدُ رَاعٍ عَلَى مَالِ سَيِّدِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُ فَكُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
Ibn umar r.a berkata : saya telah mendengar rasulullah saw bersabda : setiap orang adalah pemimpin dan akan diminta pertanggungjawaban atas kepemimpinannnya. Seorang kepala negara akan diminta pertanggungjawaban perihal rakyat yang dipimpinnya. Seorang suami akan ditanya perihal keluarga yang dipimpinnya. Seorang isteri yang memelihara rumah tangga suaminya akan ditanya perihal tanggungjawab dan tugasnya. Bahkan seorang pembantu/pekerja rumah tangga yang bertugas memelihara barang milik majikannya juga akan ditanya dari hal yang dipimpinnya. Dan kamu sekalian pemimpin dan akan ditanya (diminta pertanggungan jawab) darihal hal yang dipimpinnya. (buchary, muslim) 


Jadi, menurut konsep Islam, Pemimpin bukan hanya mempertanggungjawabkan kepada rakyat saja, tetapi juga kepada Allah SWT. Dan ini yang membedakan filosofi kemimpin islam denga sekuler atau mungkin dengan yang lainnya. Oleh karena itu Umar bin Khatab, sebagi khalifaf Amirul mukminin yang tinggal di Madinah, ketika mendengar ada seekor kuda yang tergelincir di jalan karena jalannya bolong-bolong, dan kuda itu mati, maka Umar bin Khatab langsung menangis dan mengatakan bagaimana aku nanti mempertanggungjawabkan kepada Alah? Ada jalan yang rusak sehingga ada kuda yang lewat disitu tergelincir dan mati.  Yang mati hanya seekor kuda tetapi membuat sang pemimpin menangis. Itulah seorang pemimpin.

Begitu juga ketika suatu malam Khalifah Umar sedang melakukan pemantaun di berbagai daerah, atau kalau istilah sekarang sedang blusukan (Umar sudah dari dulu blusukan tetapi tidak pernah bawa wartawan seperti pemimpin-pemimpin masa kini), Ketika dia melihat ada seorang ibu yang sangat miskin sedang menanak batu untuk menenangkan anak-anaknya yang sedang kelaparan karena dia tidak memiliki gandum, maka Umar merasa bertanggung jawab, maka dia kembali ke Baitul Mal, dia ambil sekarung gandum dan dia panggul sendiri. Ketika Sahabat yang mengawalnya meminta untuk memanggul, Umar menolah dan berkata :

“Kamu tidak bisa membebaskan saya dari api neraka. Saya sendiri yang harus memanggul karena ini adalah tanggung jawab saya”

Mungkin ada yang mengatakan, ah, itu kan cuma cerita fiksi. Ini bukan kisah fiksi tetapi benar-benar  dialami oleh Umar bin Khatab. Juga khalifah-khalifah seperti Umar bin Abdul Azis, Ali bin Abi Thalib, dsb. mereka selalu membawa tanggung jawab kepemimpinannya itu bukan hanya kepada rakyat, tetapi juga kepada Allah. Nah, ini filosofi kepemimpinan di dalam islam.

Jika kita cermati, sebenarnya dari kata raain itu saja kita dapat mengambil filosofi kepemimpinan. Apa tugas dan fungsi seorang penggembala? Kita pasti sudah tahu, fungsi pertama seorang penggembala adalah menjaga, memelihara agar yang digembalakan itu ketika keluar dari kandang dan pulang ke kandang itu jumlahnya sama, jadi nggak ada yang dimakan Serigala, dsb. Jadi dia bertanggung jawab keselamatan dari yang digembalakannya. Pemimpin seharusnya juga begitu. Dia bertanggung jawab keselamatan atas yang dimpimpinnya. Coba bandingkan dengan keadaan sekarang?

Ada kisah seorang penggembala, seorang budak hitam, menggembalakan ribuan kambing di sebuah padang luas, Umar dan sahabat yang lain datang untuk menguji. Saya ingin beli satu kambingmu.
“Wah, ini bukan punya saya. Ini punya majikan saya hanya menggembala”. Kata penggembala itu.
“Ribuan kambing begini, mana dia tau kalau salah satu kambingnya saya beli dan kamu akan dapat uang. Dia tidak akan tahu!”
“Bagaimana dengan Allah?”Kata penggembala. “Majikan saya tidak melihat, tetapi Allah dimana? Apakah Allah tidak melihat?”

Nah, ini tanggung jawab seorang penggembala. Keselamatan dari yang digembalakannya. Hal seperti ini kalau kita bandingkan dengan realitas kepemimpinan sekarang barangkali sangat jauh. Kalau Umar karena hanya kuda mati tergelincir di jalan menangis karena takut kepada Allah, kalau pemimpin sekarang ribuan orang mati kebanyakan tidur nyenyak saja dia. Tidak merasa bersalah sama sekali. Tentu saja tidak semua begitu.

Setiap kamu adalah pemimpin. Setiap orang?  Memimpin apa? Paling tidak memimpin diri sendiri.  Bagaimana supaya diri kita ini terkendali. Karena setiap orang itu selalu punya keinginan-keinginan. Tugas memimpin bagi dirinya sendiri adalah mengendalikan keinginan-keinginan itu. Menurut teori imam Ghazali dalam diri manusia itu ada akal dan nafsu. Ketika nafsu mengalahkan akal, maka nafsunya itu menjadi nafsu amarah. Ketika akal mengalahkan nafsu, maka nafsu itu menjadi nafsu muthmainah. Ketika nafsu dan akal saling mengalahkan nafsu disebut nafsu lawammah. Ini adalah satu dinamika di dalam diri kita sebagai pemimimpin bagi diri kita. Itu akan terjadi perang terus. Antara keingian dan pengendalian yang dilakukan oleh akal kita. Kalau kita bisa mengendalikan keinginan-keinginan nafsu kita maka kita akan tergolong orang-orang yang mempunyai nafsu muthmainah (nafsu yang tenang).

Pengendalian diri dibutuhkan oleh setiap orang, pemimpin atau rakyat, kaya atau miskin, muda atau tua, laki-laki atau perempuan. Yang demikian itu dilakukan untuk memelihara eksistensi manusia dan kemanusiaannya. Sebab, salah satu kelemahan manusia yang paling mendasar adalah ketidakmampuan untuk mengendalikan diri!
Wallahu a’lam bi shawab! 






Thursday, July 21, 2016

RENUNGAN SYAWALAN

Syawalan adalah ibadah muamalah yang bersifat universal berlaku untuk segala golongan, lintas aliran, karena saling maaf-memaafkan itu berlaku umum. Siapa sih yang melarang orang saling maaf-memaafkan kecuali orang gila. Kita tidak bisa melarang orang lain yang ingin memperkuat tali silaturahmi yang terputus dengan cara saling memaafkan dan mengharmoniskan kembali hubungan mereka.

Namun demikian, bagi umat islam, syawalan yang dimaknai sebagai peningkatan itu tidak bisa dilepaskan dari tiga hal. Yaitu ; puasa ramadhan, idul fitri, dan syawalan itu sendiri. Kita perlu menggali kembali istilah-istilah tersebut agar memahami hakekat syawalan yang sebenarnya. Tidak terjebak pada seremonial yang hampa makna. Apalagi hanya dijadikan ajang pamer kekayaan bahwa mereka telah sukses dalam mengumpulkan materi dan harus dikagumi.

Pertama ramadhan, secara etimologi ramadhan barasal dari akar kata ramadha yang berarti panas yang menyengat. Kemudian, orang lebih memahami secara metaforik (kiasan). Karena pada bulan ramadhan orang-orang berpuasa, tenggorakannya terasa panas karena kehausan. Atau, diharapkan dengan ibadah-ibadah di bulan ramadhan dosa-dosa terdahulu menjadi hangus terbakar dan seusai ramadhan orang yang berpuasa menjadi suci.


Ramadhan memang bulan pensucian dari kotoran-kotoran atau dosa-dosa. Bulan tarbiyah (pendidikan) dan pengendalian diri dengan berperang mengendalikan hawa nafsu dengan tujuan mencapai derajat takwa. Orang-orang yang berhasil dalam puasanya disebut orang-orang yang kembali suci, orang-orang yang menang seperti doa ketika Idul Fitri.

تَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَ مِنْكُمْ جَعَلَنَا اللهُ وَ اِيَّاكُمْ مِنَ الْعَائِدِيْنَ وَ الْفَائِزِيْنَ كُلُّ عَامٍ وَّاَنْتُمْ بِخَيْرِ

Mudah-mudahan ibadah kita (selamat bulan ramadhan) diterima Allah (sehingga) Allah menjadikan kita orang-orang yang menang dan kembali………

Kembali kemana? Untuk mengetahui tempat kembali kita harus memahami kata fitrah. Ada tiga alternative makna  fitrah yang nyambung dengan Idul Fitri : kesucian, Diin atau agama, keadaan semula (keadaan seperti awal penciptaan sebagai makhluk berTuhan), makan.

Dosa mengakibatkan manusia menjauh dari posisi semula sebagai makhluk bertuhan, baik kedekatannya posisinya kepada Allah maupun sesama manusia. Maka pada hari raya Idul Fitri kita kembali/kembali kepada Diin, kembali kepada jalan Tuhan yaitu menjadi manusia bertakwa seperti diperintahkanya ibadah puasa. Ketika bulan syawal tiba ditandai dengan takbir yang membahana. Selain pekikan takbir hendaknya dalam menapaki hidup ini setelah bulan ramadhan hendaknya selalu menganggungkan Allah. Artinya ajaran Allah hendaknya senantiasa menjadi pedoman dan menjadi prioritas utama dalam hidup ini, bukan hanya bertakbir sekedar mendapatkan pahala saja tetapi harus diimplementasikan dalam kehidupan. Itulah hakekat kesuciaan yang sebenarnya.

Jika diartikan kesucian, maka kita kembali suci seperti jabang bayi yang terlahir dari perut ibu (untuk lebih lebih memahami hakekat kesucian coba anda cermati metaphor bayi untuk kehidupan). Jika diartikan seperti awal penciptaan, maka awal penciptaan manusia itu sebagai makhluk berTuhan, makhluk religious, fitrah.

Pada hakekatnya kembali ke fitrah adalah kembali meniti jalan Tuhan setelah selama sebelas bulan kita menjauh karena dosa-dosa yang telah kita perbuat dan pada bulan syawal kita kembali lagi ke jalan Allah sebab pada bulan ramadhan kita telah melakukan penyucian diri dengan melakukan ibadah-ibadah yang diperintahkan oleh Allah.

Pada bulan ramadhan ibaratnya kita menenun pakaian, bukan pakaian jasmani tetapi pakaian takwa karena tujuan syiam ramadhan adalah agar kita bertakwa. Harapannya, pakaian yang kita tenun selama bulan ramadhan kita kenakan pada kehidupan kita, bukan hanya terbatas pada Idul Fitri atau bulan syawal. Benang-benang pakaian itu adalah : kesabaran, kemampuan menahan hawa nafsu, kedermawanan, kerelaan untuk memaafkan orang lain, dan mental suka berbuat baik karena menurut Islam orang yang paling baik itu adalah orang yang suka berbuat baik kepada orang lain.


Itulah orang-orang yang bertakwa. Orang yang mau mengamalkan perintah-perintah Allah dan mau menjauhi larangan-larangan Allah. Definisi itu benar tetapi terlalu umum. Kita perlu mengetahu ciri-cirinya untuk lebih memahami pengertian takwa. Salah satu firman Allah yang perlu kita cermati adalah surat Alim Imran 133-134.

133. dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa,


134. (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema'afkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.

Lebaran bukan dengan pakaian yang indah. Tetapi lebaran adalah dengan perbuatan dan kelakuan yang indah. Ini bukan berarti kita dilarang memakai pakaian indah pada hari raya. Allah indah dan Allah menyukai keindahan. Allah senang Jika hambanya menampakkan nikmat-nikmat yang telah dianugerahkannya kepada sang hamba. Menampakkannya dalam bentuk memakai pakaian-pakaian indah. Bahkan Allah memerintahkan Untuk memakai pakaian indah setiap akan shalat. Atau dimanapun kamu berada. Karena pakaian yang indah disenangi bukan hanya oleh pemakainya tetapi juga oleh yang melihatnya.

Tetapi pada hakekatnya ketika kita beridul fitri  kita mengenakan pakaian takwa. Pakaian yang kita tenun selama bulan ramadhan. Pakaian yang mestinya kita pakai sepanjang saat khususnya setelah kita menempa diri selama sebulan penuh dengan berpuasa.

Benang-benang pakaian takwa yang kita tenun itu adalah :

Kesabaran :

Puasa mengajarkan seseorang menjadi sabar. Orang selalu berusaha untuk menahan diri mulai pagi sampai terbenam matahari. Bukan hanya menahan diri dari makan, minum dan berhubungan sex tetapi juga memuasakan seluruh anggota badan kita dari berbuat maksiat.

Kepatuhan

Puasa mendidik kita untuk menjadi orang yang patuh. Artinya, tidak mau mencederai apa-apa yang menjadi peraturan. Kepatuhan itu menjadi hal yang penting.

Kedermawanan

Puasa juga mendidik kita untuk menjadi orang yang dermawan. Karena, orang yang berpuasa ikut merasakan bagaimana rasanya lapar dan haus. Orang yang merasakan, lebih menghayati daripada sekadar melihat apalagi mendengar. Nah, sikap-sikap terpuji ini --yang sebenarnya sifat-sifat yang fitrah-- harus kita miliki setelah ibadah puasa kita laksanakan selama sebulan penuh. Karena itu, kita kembali ke fitrah, kembali kepada kebaikan, dan memiliki sifat-sifat terpuji.

Setelah Idul Fitri jangan sampai kita melepaskan Kendali ke dalam hal-hal yang tidak diperkenankan oleh agama. Dengan memasuki bulan syawal, yang artinya meningkat, diharapkan Kita meningkatkan kebaikan kita, meningkat keindahan dan kebenaran kita, meningkat ilmu kita, meningkat segala-galanya Itulah makna syukur kepada Allah dan makna Idul Fitri!

Pakaian jasmani memelihara kita dari sengatan panas dan dingin. Tetapi pakaian rohani akan melindungi kita dari sengatan api dunia maupun akherat. Kalau pakaian jasmani membedakan kita dari yang lain. Kalau pakaian rohani membedakan kita dari yang muslim Dengan yang non muslim.
Seseorang yang memakai pakaian rohani dia akan selalu bersih walapun miskin. Murah hati dan murah Tangan, tidak berjalan membawa fitnah, tidak menuntut yang Bukan haknya dan tidak menahan hak orang lain.  Kalau beruntung dia bersyukur, kalau ditegur dia menyesal, Kalau diuji dia bersabar. Kalau dimaki dia tersenyum. Kalau Makian anda benar semoga Tuhan mengampuniku jika makianmu Keliru semoga Tuhan mengampunimu.

Nah, sebenarnya orang yang memiliki mental seperti inilah orang-orang yang kembali kepada ajaran Allah. Dalam menapaki hidup ini nafsunya selalu terkendalikan, dalam hidup mereka hakekatnya adalah berpuasa!



Sunday, April 10, 2016

PENDEKATAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK

Dalam setiap proses pembelajaran, selalu akan ada tiga komponen penting yang saling terkait satu sama lain. Tiga komponen penting itu adalah materi yang akan diajarkan, proses mengajarkan materi dan hasil dari proses pembelajaran tersebut. Ketiga aspek ini sama pentingnya karena merupakan satu kesatuan yang membentuk lingkungan pembelajaran. Satu kesenjangan yang selama ini dirasakan dan dialami adalah kurangnya pendekatan yang benar dan efektif dalam menjalankan proses pembelajaran. Selama ini, di sekolah, para guru hanya terpaku pada materi dan hasil pembelajaran. Mereka disibukkan oleh berbagai kegiatan dalam menetapkan tujuan (kompetensi) yang ingin dicapai, menyusun materi apa saja yang perlu diajarkan, dan kemudian merancang alat evaluasinya. Namun, ada satu hal penting yang sering kali dilupakan, yakni bagaimana mendesain proses pembelajaran secara baik agar bisa menjembatani antara materi (tujuan/kurikulum) dan hasil pembelajaran.

Dalam pembelajaran matematika, mendisain proses pembelajaran merupakan tantangan untuk mencari dan memilih metode pembelajaran matematika yang menarik, mudah dipahami siswa, menggugah semangat, menantang terlibat, dan pada akhirnya menjadikan siswa cerdas matematika. Kurangnya kreatifitas guru dan kesalahan memilih metode pembelajaran matematika akan membuat siswa kurang bergairah dalam proses belajar mengajar dan akhir akan berpengaruh pada prestasi belajar siswa.

Untuk meningkatkan hasil belajar tersebut banyak alternatif cara yang bisa digunakan. Salah satu diantaranya adalah pendekatan pembelajaran matematika realistik. Pendekatan Pembelajaran Matematika Realistik (PMR) merupakan suatu pendekatan pembelajaran matematika yang selalu menggunakan masalah-masalah yang realistik. Kebermaknaan konsep matematika merupakan konsep utama dari Pendidikan Matematika Realistik. Dalam proses belajar, hanya akan terjadi jika pengetahuan yang dipelajari bermakna bagi siswa. Suatu pengetahuan akan menjadi bermakna bagi siswa jika proses pembelajaran dilaksanakan dalam suatu konteks atau pembelajaran menggunakan masalah realistik. Pembelajaran akan bermakna jika siswa dapat mengkonstruk sendiri pengetahuannya.


Hal ini sesuai dengan karakteristik perkembangan anak yang masih berada pada masa operasional konkret. Pada tahap ini, anak lebih mudah mempelajari sesuatu yang nyata dan dapat ditemui dalam kehidupan mereka dan masih kesulitan untuk dapat mempelajari sesuatu yang bersifat abstrak, sehingga diharapkan guru dapat menyampaikan matematika dengan diawali permasalahan yang nyata atau kontekstual bagi siswa. Matematika sebelumnya dianggap sebagai suatu mata pelajaran yang menjenuhkan, membosankan dan sulit bagi siswa. Pembelajaran matematika realistik merupakan pembelajaran matematika berdasar pada ide bahwa aktivitas manusia harus dihubungkan secara nyata. Dimana siswa mengkonstruk sendiri pengetahuannya. Hal tersebut sesuai dengan teori kognitif bahwa pengetahuan tidak dapat dipindahkan dari guru ke siswa, tetapi belajar harus dapat melibatkan siswa secara aktif mengalami sendiri secara realistik agar dapat menentukan suatu konsep.

Tuesday, March 22, 2016

PENTINGNYA ILMU PENGETAHUAN

طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيْضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ وَمُسْلِمَةٍ
”Mencari ilmu itu adalah wajib bagi setiap muslim laki-laki maupun muslim perempuan”. (HR. Ibnu Abdil Barr)
مَنْ أَرَا دَالدُّنْيَا فَعَلَيْهِ بِا لْعِلْمِ، وَمَنْ أَرَادَالْاآخِرَةَ فَعَلَيْهِ بِالْعِلْمِ، وَمَنْ أَرَادَهُمَا فَعَلَيْهِ بِالْعِلْمِ

 ”Barang siapa yang menghendaki kehidupan dunia maka wajib baginya memiliki ilmu, dan barang siapa yang menghendaki kehidupan Akherat, maka wajib baginya memiliki ilmu, dan barang siapa menghendaki keduanya maka wajib baginya memiliki ilmu”. (HR. Turmudzi)

Manusia itu adalah makhluk bertanya, ia mempunyai hasrat untuk mengetahui segala sesuatu. Coba saja Anda perhatikan anak Anda, atau anak tetangga Anda, bukankah mereka selalu bertanya tentang berbagai hal? Atas dorongan rasa ingin tahunya, manusia tidak hanya bertanya berbagai hal yang ada di luar dirinya sendiri tetapi juga tentang dirinya sendiri. Oleh karena itu, belajar sesuatu yang tidak dapat di tawar-tawar lagi bagi manusia, tentu saja menurut kapasitas dan kemampuan masing-masing.

Menurut Baharudin dan Nur Wahyuni (2010:11) belajar merupakan proses manusia untuk mencapai berbagai macam kompetensi, keterampilan, dan sikap. Belajar dimulai sejak manusia lahir sampai akhir hayat. Sedangkan menurut Bell-Gredler (Baharudin dan Nur Wahyuni, 2010:12) belajar  mempunyai keuntungan baik bagi individu maupun bagi masyarakat. Bagi individu belajar secara terus menerus akan memberikan kontribusi terhadap pengembangan kualitas hidupnya. Sedangkan bagi masyarakat, belajar mempunyai peran penting dalam mentransmisikan budaya pengetahuan dari generasi ke generasi. 

Belajar merupakan karakteristik yang membedakan manusia dengan makhluk lain, merupakan aktivitas yang selalu dilakukan sepanjang hayat manusia. Belajar merupakan aktivitas yang dilakukan seseorang untuk mendapatkan perubahan dalam dirinya melalui pelatihan-pelatihan atau pengalaman-pengalaman.

Sedangkan menurut Aunurrahman (2010:36) belajar menunjukkan suatu aktivitas pada diri seseorang yang disadari atau disengaja. Belajar merupakan interaksi individu dengan lingkungannya, dalam hal ini yang dimaksud lingkungan adalah manusia maupun obyek-obyek lain yang memungkinkan individu memperoleh pengalaman-pengalaman atau pengetahuan baik pengalaman atau pengetahuan baru maupun sesuatu yang pernah diperoleh atau ditemukan sebelumnya akan tetapi menimbulkan perhatian kembali bagi individu tersebut sehingga memungkinkan terjadinya interaksi.

Dari berbagai pendapat tersebut dapat ditegaskan bahwa belajar adalah segala kegiatan yang dilakukan dengan sengaja oleh seseorang, atau beberapa orang secara bersama untuk mendapatkan kompetensi, kemampuan ilmu atau kepandaian, dengan melakukan interaksi antar sesama maupun lingkungan di sekitarnya.

Belajar adalah suatu aktivitas yang dapat membedakan manusia dengan makhluk lainnya. Menurut Winkel dalam Purwanto (2010 : 45), kita dapat melihat hasil belajar yang diperoleh. Hasil belajar adalah perubahan yang mengakibatkan manusia berubah dalam sikap dan tingkah lakunya. Aspek perubahan itu mengacu pada taksonomi tujuan pengajaran yang dikembangkan oleh Bloom, Simpson, dan Harrow mencakup aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik.

Hasil belajar ranah kognitif berorientasi pada kemampuan berpikir, mencakup pengertian yang lebih sederhana sampai dengan kemampuan untuk memecahkan suatu masalah. Hasil belajar ranah afektif berhubungan dengan perasaan, emosi, sistem nilai dan sikap hati yang menunjukkan penerimaan atau penolakan terhadap sesuatu. Sedangkan hasil belajar ranah psikomotorik berorientasi pada keterampilan motorik yang berhubungan dengan anggota tubuh, atau tindakan (action) yang memerlukan koordinasi antara syaraf dan otot. Ketiga hasil belajar dalam perilaku siswa tidak berdiri sendiri atau lepas satu sama lain, tetapi merupakan satu kesatuan. Pengelompokan kedalam tiga ranah bertujuan membantu usaha untuk menguraikan secara jelas dan spesifik hasil belajar yang diharapkan.

Faktor-faktor Yang Memengaruhi Hasil Belajar

Hasil belajar yang merupakan capaian akhir seseorang dari proses pembelajaran yang dilakukan besarnya sangat dipengaruhi oleh berbagai macam faktor. Menurut Dalyono (2009:55), pencapaian hasil belajar seseorang secara umum dipengaruhi oleh 2 faktor, yaitu faktor internal (berasal dari dalam diri seseorang) dan faktor eksternal (berasal dari luar diri).

Faktor dari dalam diri seseorang (faktor internal) yang dimaksudkan antara lain :

  • Kesehatan, dalam hal ini tidak hanya dari segi kesehatan jasmani saja melainkan kesehatan rohani seseorang juga sangat memengaruhi hasil belajar;

  • Inteligensi dan bakat, kedua aspek kejiwaan ini memiliki andil yang cukup besar terhadap hasil belajar seseorang;

  • Minat dan motivasi, minat adalah adanya rasa ketertarikan terhadap sesuatu atau untuk melakukan sesuatu, sedangkan motivasi lebih mengarah pada dorongan pada diri seseorang untuk melakukan sesuatu, dalam hal ini belajar; dan

  • Cara belajar, belajar tanpa memerhatikan teknik dan faktor fisiologis, psikologis, serta ilmu kesehatan akan memperoleh hasil yang kurang memuaskan.

 Sedangkan faktor dari luar diri seseorang (faktor eksternal) yang dimaksudkan antara lain :

  • Keluarga, suasana kehidupan di keluarga, pola hubungan antar anggota keluarga, pendidikan orang tua, dan keadaan ekonomi keluarga seseorang sangat memengaruhi hasil belajarnya;

  • Sekolah, sebagai institusi penyelenggara pendidikan keberadaan sekolah sangat berpengaruh terhadap hasil belajar seseorang. Sekolah dalam hal ini menyangkut segala hal di dalamnya, baik gurunya, sarana prasarananya, kurikulumnya, metode mengajarnya, dan sebagainya;

  • Masyarakat, keadaan masyarakat juga menentukan hasil belajar seseorang. Bila sekitar tempat tinggal keadaan masyarakatnya terdiri dari orang-orang berpendidikan, maka semangat belajar anak akan tinggi dan hasil belajarnya pun tentu akan tinggi pula, namun sebaliknya apabila keadaan masyarakat sekitar tempat tinggal terdiri dari orang-orang yang tidak berpendidikan maka semangat belajar anak pun akan rendah, sehingga hasil belajarnya juga rendah; dan

  • Lingkungan sekitar, lingkungan dalam hal ini lebih dititikberatkan pada kondisi lingkungan secara fisik bukan lingkungan dalam arti manusianya. Lingkungan yang nyaman untuk belajar, jauh dari hiruk pikuk, bersih, tentu sangat nyaman untuk belajar. Namun jika lingkungan sekitar terdiri dari bangunan-bangunan kumuh, bising, kotor, tentu hal ini menyebabkan kenyamanan belajar berkurang. Akibat lebih jauhnya hasil belajar seseorang juga akan rendah.

Selamat belajar! Dengan belajar/menunutut ilmu Anda telah melaksanakan perintah Allah, karena seperti telah dikemukakan di atas bahwa belajar itu hukumnya wajib bagi setiap muslim laki-laki maupun perempuan. Setiap perintah Allah itu pasti untuk kepentingan manusia, karena Allah sebenarnya tidak butuh apa-apa dari kita. Dia memerintahkan menuntut ilmu adalah demi kepentingan kita sendiri. Apa kepentingan kita? Silahkah simak kembali dengan seksama sabda Rasulullah di atas : Barang siapa yang menghendaki kehidupan dunia maka wajib baginya memiliki ilmu, dan barang siapa yang menghendaki kehidupan Akherat, maka wajib baginya memiliki ilmu, dan barang siapa menghendaki keduanya maka wajib baginya memiliki ilmu”. (HR. Turmudzi)










Wednesday, March 16, 2016

MATEMATIKA ADALAH ILMU YANG SUCI

Kita sering mengkotak-kotakkan antara ilmu agama dan ilmu umum. Menurut anggapan umum, yang termasuk ilmu agama adalah, fikih, aqidah-akhlak, Qur’an-Hadits, Tarikh, dll. Sementara itu yang dianggap ilmu umum adalah ilmu-ilmu yang biasa diajarkan di sekolah-sekolah umum, seperti matematika, IPA, IPS, SBK, dll. Tetapi, tahukah Anda bahwa matematika yang selama ini dianggap ilmu umum ternyata adalah ilmu yang paling religius? Ilmu yang paling suci di antara ilmu-ilmu yang lainnya? Mungkin Anda terkejut mendengar pernyataan ini. Penulis, ketika mendengar pertama kali dari salah satu ceramah Cak Nun juga terkejut. Namun setelah dicermati ternyata pernyataan tersebut tidak aneh.

Matematika adalah ilmu yang tidak bisa diintervensi. Suci dari tafsir dan subyektifisme. Meskipun Anda dalam keadaan susah, cemas, resah dan gelisah, banyak hutang dua ditambah dua sama dengan empat. Mungkin Anda di bawah todongan senjata orang lain, atau dibawah ancaman orang banyak, tetapi tiga ditambah tiga tetap sembilan. Anda barangkali sedang marah-marah terbakar emosinya, tetapi sepuluh dikurangi lima hasilnya tetap lima, tidak mungkin berubah menjadi enam.

Tahukah Anda ilmu yang digunakan untuk mengadili kita diakherat nanti adalah ilmu matematika? Matematika dalam bahasa Arab adalah hisab. Dan nanti diakherat kita akan dimatematika atau dihisab oleh Allah. Akan dihitung amal yang buruk maupun baik yang kita kerjakan ketika kita hidup di dunia. Jika timbangan amal baik kita lebih berat kita akan beruntung, sebaliknya jika timbangan amal buruk kita lebih berat kita akan rugi. Nah, timbangan untuk menentukan berat dan ringan juga menggunakan matematika. Maka tidak berlebihan jika dikatakan bahwa matematika adalah ilmu yang religius dan termasuk ilmu agama pula.

Dari paparan di atas, ada satu pelajaran yang perlu kita perhatikan, belajarlah matematika agar Anda bisa mematimatika diri Anda sendiri sebelum Anda nanti dimatematika oleh Allah. Hisablah diri Anda sendiri di dunia ini sebelum nanti Anda dihisab oleh Allah. Menghisab diri menurut, para ulama adalah melakukan muhasabah.

Secara etimologis muhasabah berasal dari akar kata hasiba yahsabu hisaban, yang artinya adalah melakukan perhitungan. Sebuah upaya evaluasi diri terhadap kebaikan dan keburukan dalam semua aspeknya. Baik hal tersebut bersifat vertikal, hubungan manusia sebagai hamba kepada Allah maupun hubungan horisontal yaitu hunungan sesama manusia dalam kehidupan sosial.

Muhasabah adalah instropeksi diri, evaluasi diri, menghitung segala amalan yang telah dilakukan masa lalu untuk dijadikan pelajaran bagi hidup. Jika keadaan kita hari ini sama dengan kemarin maka kita adalah orang yang rugi, apabila keadaan kita hari ini lebih baik dengan kemarin maka kita termasuk orang-orang yang beruntung. Dan celakalah orang-orang yang keadaanya hari ini lebih buruk dari kemarin, karena mereka itulah orang-orang yang terlaksanat.

Manfaat Keutamaan Muhasabah

Ada beberapa manfaat faedah tujuan serta keutamaan keistimewaan dari muhasabah bagi setiap orang yang beriman yaitu :
  1. Dengan bermuhasabah diri, maka diri setiap muslim akan bisa mengetahui akan aib serta kekurangan dirinya sendiri. Baik itu dalam hal amalan ibadah, kegiatan yang memberikan manfaat untuk banyak manusia. Sehingga dengan demikian akan bisa memperbaiki diri apa-apa yang dirasa kurang pada dirinya.
  2. Dalam hal ibadah, kita akan semakin tahu akan hak kewajiban kita sebagai seorang hambaNya dan terus memperbaiki diri dan mengetahui hakekat ibadah bahwasannya manfaat hikmah ibadah adalah demi kepentingan diri kita sendiri. Bukan demi kepentingan Allah Ta'ala. Karena kita lah manusia yang lemah dan penuh dosa yang memerlukan akan pengampunan dosa-dosa kita yang banyak.
  3. Mengetahui akan segala sesuatu baik itu kecil maupun besar atas apa yang kita lakukan di dunia ini, akan dimintai pertanggungjawabannya kelak di akherat. Inilah salah satu hikmah muhasabah dalam diri setiap manusia.
  4. Mewaspadai hawa nafsu. Dan senantiasa melaksanakan amal ibadah serta ketaatan dan menjauhi segala hal yang berbau kemaksiatan, agar menjadi ringan hisab di hari akhirat kelak.

Intropeksi diri dalam agama adalah bermakna evaluasi diri sebagai salah satu pesan Rasulullah SAW, sangatlah penting dilakukan oleh setiap  Muslim. Dengan sering melakukan muhasabah yang sesungguhnya, ia akan mengetahui berbagai kelemahan, kekurangan dan kesalahan yang ia lakukan.