Tidak ada satu bangsapun di
muka bumi ini yang tidak menginginkan keadilan. Kata itu mudah diucapkan tetapi
sulit diwujudkan. Di mana-mana orang mencari keadilan baik dalam lingkup
bangsa, masyarakat, keluarga, bahkan masing-masing pribadi selalu
memperjuangkan keadilan. Terlepas keadilan itu hanya menurut tafsirnya sendiri
atau memang untuk kepentingan universal dengan didasarkan menurut ajaran Allah.
Ditingkat global, sudahkah dunia ini menikmati
keadilan dan tidak ada penjajahan maupun penindasan dimuka bumi ini? Bagaimana
dengan bangsa kita? Apakah keadilan sosial bagi seluruh bangsa yang tercantum
pada sila ke lima pancasila benar-benar sudah mengujud menjadi kenyataan? Dan
bagaimana dengan diri Anda sendiri? Sudahkah bersikap adil terhadap istri Anda,
anak-anak Anda, atau masyarakat di sekitar Anda? Pertanyaan-pertanyaan tersebut
patut kita renungkan jika kita benar-benar ingin menjadi pejuang keadilan,
paling tidak di lingkungan sekitar kita.
Keadilan adalah meletakkan
sesuatu pada tempat dan porsinya. Keserasian dan keteraturan dalam
memperlakukan sesuatu dapat menghadirkan kebahagiaan. Dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia, kata “adil” diartikan : (1) tidak berat sebelah/tidak memihak, (2)
berpihak pada kebenaran, dan (3) sepatutnya/tidak sewenang-wenang.
Keadilah diungkap oleh
Al-Quran antara lain dengan kata-kata al’adl, al-qisth, al-mizan. Untuk
memahami tentang keadilan, tidak berlebihan jika kita merujuk ke Al-Quran
karena kata-kata tersebut memang terambil dari Al-Quran. Pertama-tama, marilah
kita lihat bagaimana Allah menciptakan alam ini dengan prinsip keseimbangan dan
keadilan.
Menurut Al-Quran,
alam semesta inipun diciptakan oleh Allah dan bisa harmoni karena prinsip
keadilan yang terdapat di dalamnya, Surat 55:7-8 :
7. dan Allah telah
meninggikan langit dan Dia meletakkan neraca (keadilan).
8. supaya kamu jangan
melampaui batas tentang neraca itu.
Dan Allah tetapkan keadilan.
Jadi, bumi mengitari matahari, matahari berjalan pada orbitnya, kemudian bintang-bintang,
galaksi-galaksi yang ada di kesemestaan ini kenapa tidak bertabrakan? Karena
Allah telah menciptakannya dengan prinsip adil. Jadi adil itu artinya proporsional.
Adil itu artinya seimbang. Bahkan ternyata didalam AQ ketika Allah menetapkan
aturan-aturan hidup, itu juga dibangun atas keadilan. Misalnya dalam surat Al-
An’am ayat 116 juga disebutkan bahwa ternyata Allah menyebutkan ketika Allah
membuat aturan-aturan hidup manusia juga dibangun di atas keadilan.
115. telah sempurnalah
kalimat Tuhanmu (Al-Quran) sebagai kalimat yang benar dan adil. tidak ada yang
dapat merobah-robah kalimat-kalimat-Nya dan Dia lah yang Maha Mendengar lagi
Maha mengetahui.
90. Sesungguhnya Allah
menyuruh (kamu) Berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum
kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan.
Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.
Allah memerintahkan kepada
kita untuk bersikap adil. Jadi ternyata dari ayat-ayat tersebut terlihat jelas
bahwa Allah menciptakan kesemestaan ini dengan keseimbangan. Adil itu seimbang.
Sebab kalau tidak adil, tidak seimbang, tidak harmoni, maka akan terjadi
kehancuran. Lalu. Allah pun menetapkan aturan-aturan kepada manusia dalam surat
Al An’am ayat 115 diatas,
Allah menurunkan
ketentuan-ketentuan, firman-firman, kalimat-kaliamat dalam kitab sucinya juga sidqan
wa ‘adlan, dibangun dengan kebenaran dan keadilan. Lalu di dalam surat An
Nahl ayat 90, diungkap bahwa manusia itu kalau ingin harmoni hidupnya, ingin
stabil, perlu suatu gaya hidup yanga adil, yang proporsional :
90. Sesungguhnya Allah
menyuruh (kamu) Berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum
kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan.
Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.
Contoh sederhana sesuatu
yang tidak seimbang, sesuatu yang tidak proporsional misalnya dalam berolah
raga atau dalam hal makan. Kita tahu bahwa berolahraga itu baik dan menyehatkan
selama tidak dilakukan melewati batas. Jika melewati batas olah raga yang
menyehatkan itu justru akan menanggu kesehatan kita. Banyak kasus orang mati
mendadak ketika mereka sedang berolahraga karena kena serangan jantung. Begitu
juga makan. Para ahli kesehatan menyarankan kita untuk makan makanan yang
bergizi, kalau bisa empat sehat lima sempurna. Tetapi, jika berlebihan, makanan
itu justru menimbulkan malapetaka, misalnya terserang kolestrol, asam urat,
kegemukan yang justru membawa kematian. Segala sesuatu kalau diluar takaran dan
ukuran akan mengalami disharmoni. Akan mengalami ketidakadilan, itulah satu
gambaran bahwa keadilan, sikap pronorsional itu harus melekat dalam kehidupan
kita jika kita menginginkan harmoni.
Banyak orang tidak puas
karena merasa terdzolimi dan melakukan demo-demo di jalan menuntut keadilan.
Mereka merasa tertindas dan hidup mereka tidak sejahtera. Jargonnya biasanya
meminta keadilan! Apakah Anda termasuk orang-orang yang suka turun di jalan
melakukan demo menuntut keadilan? Jika Anda tidak diperalat orang lain, atau Anda
sudah benar-benar memenuhi kewajiban-kewajiban Anda, maka hal itu wajar
dilakukan. Tetapi kita juga harus ingat keadilan itu jika dilihat skalanya ada
yang besar dan ada yang kecil. Dan biasanya orang yang bisa mewujudkan keadilan
yang besar itu mereka sudah mampu mewujudkan keadilan pada skala yang lebih
kecil. Misalnya adil terhadap diri sendiri, keluarga dan masyarakat disekitar
kita.
Perlu digarisbawahi bahwa
adil itu bukan sama rata sama rasa seperti konsep komunis. Tetapi adil itu
sesuai dengan porsinya. Misalnya ada orang yang punya tiga anak. Anak pertama
mahasiswa, anak kedua SMA dan anak ketiga masih duduk di bangku sekolah dasar,
tentu saja tidak sama dalam memperlakukan ketiga anak tersebut. Misalnya yang
kuliah dikasih uang jajan sama seperti yang di SD dengan alasan ingin adil sama
anaknya. Hal seperti ini tidak bisa disebut adil karena tuntutan-tuntutan anak
itu beda. Jadi adil itu bukan sama rata, tetapi memberikan kepada seseorang
sesuai haknya.
Analogi lain dalam
membelikan baju atau sepatu. Kalau baju yang kecil maupun besar sama haknya.
Bicara uang penggunaannya. Boleh jadi anak yang kuliah pakai sepatu yang
harganyya 200.000, tetapi yang SD justru 300.000. Yang kecil lebih mahal,
maksudnya performa. Yang SD butuh sepatu yang bagus karena dia dalam masa
pertumbuhan dan yang besar sudah tidak dalam masa pertumbuhan. Murah nggak
apa-apa karena tidak mengganggu formasi kaki. Yang SD harus bagus karena
kakinya sedang tumbuh.
Dalam sebuah cermahnya
ustadz Aam Amirudin menyatakan, di dalam kitab suci Al Quran adil itu ada ruang
lingkupnya. Pertama, kita harus adil terhadap diri kita. Nabi pernah menegur
seorang sahabat yang rajin ibadah tetapi dia tidak adil terhadap dirinya. Ada
seorang perempuan mengadu kepada Rasul. Ya Rasulullah, saya punya suami yang
rajin ibadah, ibadahnya sangat-sangat hebat. Lalu kata wanita itu, ya rasul,
suami saya itu kalau malam nggak pernah tidur. Shalat saja sampai dikamarnya
ada tambang, jadi kalau capai untuk sandaran. Kalau siang dia puasa terus nggak
pernah berbuka. Jadi siang malam nggak tidur ibadah terus. Setelah mendengar
laporan dari wanita itu Nabi menegur pada suami wanita itu. Beliau bertanya :
Kata istrimu kamu begini … begini …. Begini ….? Betul ya rasul jawab sang
suami. Karena saya ingin dekat dengan surgamu.
Apa kata nabi? Ketahuilah
aku adalah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Aku tiap malam nggak
pernah begadang untuk ibadah. Aku malam ada tidur. Nanti tengah malam aku
bangun shalat. Siang aku nggak pernah puasa tiap hari kecuali bulan ramadhan.
Kalau kamu mau, puasa yang maksimal itu puasanya Nabi Daud sehari puasa, sehari
berbuka. Ini gambaran bahwa kita harus adil terhadap diri kita.
Sering orang nonton TV
pencet-pencet remot untuk mencarai saluran tv meskipun matanya sudah ngantuk,
remotnya berkali-kali sudah jatuh tetapi dia tidak menghentikannya. Kenapa
begitu? Tubuhnya sudah berteriak-teriak minta istirahat, tetapi dia tidak adil
terhadap diri mereka sendiri. Tidak adil terhadap tubuhnya dan dipaksa nonton.
Kalau mata sudah ngantuk, tubuh sudah lelah, itu sebenarnya tubuh kita sudah
berteriak-teriak, kamu harus tidur, kamu harus istirahat. Kalau kita cuek dan
tidak memperhatikannya berarti kita tidak adil terhadap tubuh kita sendiri.
Yang kedua, kita harus adil
terhadap keluarga. Terhadap pasangan
atau istri, terhadap anak-anak, saudara, dan tetangga. Menemukan kesalah istri
atau suami lalu mereka melakukan generalisir. Kesalahan suami atau istri satu
kali lalu dianggap kesalahan itu dilakukan selama pernikahan. Misalnya sang
suami kalau mau ngasih uang pada saudaranya selalu bilang pada istrinya, mah
tadi saya ngasih adik saya sekian …. ! satu saat adik sang suami mau KKN
misalnya. Tanpa pikir panjang sang suami ngasih uang satu juta misalnya, secara
spontan. Tiba-tiba adiknya ketemu denga istri sang suami, lalu mengucapkan.
Terimakasih ya mbak, saya dikasih uang satu juta oleh mas Bejo ….! Istrinya
langsung emosi karena sang suami ngasih uang tanpa bilang-bilang. Pulang kantor
langsung bertanya dengan nada penuh emosi.
“Ayah. Benar nggak kemarin
ngasih uang satu juta pada adik?”
“Benar.”
“Ya Allah, jadi selama berumah tangga setahun ayah nggak
pernah ngomong kalau ngasih uang sama adik ….? Padahal aku nggak pernah
ngelarang kamu ngasih uang pada keluarga!”
Kalau menemui kesalahan Istri atau suami jangan menggeneralisir
peristiwa tersebut, padahal kasusnya cuma sekali dan mungkin dia sedang khilaf.
Jadi kalau kita menemukan kesalahan suami atau istri jangan digeneralisir.
Termasuk jika ada kecurigaan selingkuh …. Jadi selama dua puluh tahun kamu
selingkuh. Padahal, baru mau dan baru belajar sudah ketahuan. Belum ahli.
Misalnya ada salah satu anak kita gagal memasuki perguruan tinggi faforit, lalu
menyalahkan seratus persen pada istri dan menafikan kebaikan-kebaikan istrinya.
“Mama ini kerjaannya apa sih koq sampai anak kita gagal
memasuki perguruan tinggi faforit?”
Itulah contoh-contoh kecil
tentang keadilan. Jika kita ingin mewujudkan keadilan dalam skala yang besar,
hendaknya kita selesaikan dalam lingkup yang lebih kecil. Ingat sabda
Rasulullah, sebenarnya kita ini adalah pemimpin dan nanti akan ditanyakan
tentang kepemimpinan kita, akan ditanya apakah ketika kita memimpin bersikap
adil?
Hal-hal yang perlu diperhatikan
dalam menegakkan keadilan dalam lingkup kecil adalah :
Adil terhadap Allah
Bagaimana cara berlaku adil
kepada Allah. Pertama, jangan menyekutukan dengan apapun karena dalam hidup ini
ada orang yang sama sekali tidak percaya kepada Tuhan. Tetapi ada juga yang
percaya tetapi Tuhannya kelewat banyak. Yang adil dalam hal ini adalah, percaya
kepada Tuhan, dan Tuhan itu jangan disekutukan dengan sesuatu. Hal ini sangat
adil jika dilakukan oleh manusia, karena Allahlah yang menciptakan manusia,
mengasihinya, membimbing dan mendidikanya serta memberikan nikmat yang tidak
dapat kita hitung jumlahnya.
Adil terhadi diri kita
sendiri (hal ini telah dijelaskan di atas)
Adil terhadap anak.
Kita
tidak boleh membeda-bedakan anak kita. Masih menurut Aam Amirudin : Nabi
Bertemu terhadap satu keluarga. Mereka mempunyai anak kecil dua. Sang ayah
menggendong atau memangkunya, sementara yang lain dibiarkan tanpa diperhatikan.
Lalu, Nabi berkata kepada sang ayah :
“Takwahlah kamu kepada Allah
dan kamu harus adil sama anak-anakmu!”
Jika anak-anak masih kecil,
jika yang satu dipangku disebelah kanan, yang lainpun harus dipangku disebelah
kiri, terkecuali anak itu memang tidak mau dipangku. Nah, ruapanya pada saat
itu rasul melihat peristiwa itu sehingga beliau menegur laki-laki itu.
Adil terhadap dua orang yang
berselisih
Kepada dua orang/kelompok
yang sedang berselisih kita harus bersikap adil. Ini dijelaskan dalam surat Al
Hujurat ayat 9.
9. dan kalau ada dua
golongan dari mereka yang beriman itu berperang hendaklah kamu damaikan antara
keduanya! tapi kalau yang satu melanggar Perjanjian terhadap yang lain,
hendaklah yang melanggar Perjanjian itu kamu perangi sampai surut kembali pada
perintah Allah. kalau Dia telah surut, damaikanlah antara keduanya menurut
keadilan, dan hendaklah kamu Berlaku adil; Sesungguhnya Allah mencintai
orang-orang yang Berlaku adil.
Ketika ada orang yang
berselisih kita harus mendamaikannya dengan penuh keadilan. Di situ ada
kata-kata wa in thaifataani minal mu’miniina iqtataluu kalau ada dua
kelompok orang beriman itu beselisih, maka damaikan di antara ke duanya. Kalau
salah satunya melewati batas, kita harus mengingatkannya supaya tidak berlaku
dzalim terhadap yang lain. Damaikanlah antara ke duanya dengan adil. Kita tidak
boleh berfihak kepada salah satu yang berselisih. Karena sangat mungkin setelah kita hadir justru
tidak tambah damai. Misalnya ada perselisian, salah satu di antaranya meminta
tolong kepada kita. Seharusnya kita bersikap adil, tidak justru mengompori,
“temanmu itu memang goblok. Sudahlah, hajar saja!”. Kalau bersikap demikian
namanya tidak mendamaikan tapi memprovokasi hingga perselisihan itu semakin
tajam.
Ada lagi yang lebih parah,
dan ini sering terjadi di kantor-kantor/instansi-instansi terutama instansi
pemerintah. Biasanya jika ada teman kerja yang kelewat rajin justru diledek
oleh temannya. Alah! Kenapa rajin-rajin dan terlalu bersemangat, besok akhir
bulan gajinya kan sama! Canda seperti ini kadang menjadi virus keburukan. Boleh
jadi pegawai yang rajin itu merenung setelah di ledek temannya. Oh, iya, ya!
Benar juga kata si Fulan, kenapa harus rajin-rajin, gajinya nantikan tetap
sama!
Untuk unsur-unsur keadilan
yang lain silahkan dielaborasi sendiri. Dengan memahami hakekat keadilah
mudah-mudahan kehidupan keluarga kita, masyarakat kita dan bangsa kita semakin
berkualitas. Amiin! Wallahu a’lam bishowab!