Tuesday, March 22, 2016

PENTINGNYA ILMU PENGETAHUAN

طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيْضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ وَمُسْلِمَةٍ
”Mencari ilmu itu adalah wajib bagi setiap muslim laki-laki maupun muslim perempuan”. (HR. Ibnu Abdil Barr)
مَنْ أَرَا دَالدُّنْيَا فَعَلَيْهِ بِا لْعِلْمِ، وَمَنْ أَرَادَالْاآخِرَةَ فَعَلَيْهِ بِالْعِلْمِ، وَمَنْ أَرَادَهُمَا فَعَلَيْهِ بِالْعِلْمِ

 ”Barang siapa yang menghendaki kehidupan dunia maka wajib baginya memiliki ilmu, dan barang siapa yang menghendaki kehidupan Akherat, maka wajib baginya memiliki ilmu, dan barang siapa menghendaki keduanya maka wajib baginya memiliki ilmu”. (HR. Turmudzi)

Manusia itu adalah makhluk bertanya, ia mempunyai hasrat untuk mengetahui segala sesuatu. Coba saja Anda perhatikan anak Anda, atau anak tetangga Anda, bukankah mereka selalu bertanya tentang berbagai hal? Atas dorongan rasa ingin tahunya, manusia tidak hanya bertanya berbagai hal yang ada di luar dirinya sendiri tetapi juga tentang dirinya sendiri. Oleh karena itu, belajar sesuatu yang tidak dapat di tawar-tawar lagi bagi manusia, tentu saja menurut kapasitas dan kemampuan masing-masing.

Menurut Baharudin dan Nur Wahyuni (2010:11) belajar merupakan proses manusia untuk mencapai berbagai macam kompetensi, keterampilan, dan sikap. Belajar dimulai sejak manusia lahir sampai akhir hayat. Sedangkan menurut Bell-Gredler (Baharudin dan Nur Wahyuni, 2010:12) belajar  mempunyai keuntungan baik bagi individu maupun bagi masyarakat. Bagi individu belajar secara terus menerus akan memberikan kontribusi terhadap pengembangan kualitas hidupnya. Sedangkan bagi masyarakat, belajar mempunyai peran penting dalam mentransmisikan budaya pengetahuan dari generasi ke generasi. 

Belajar merupakan karakteristik yang membedakan manusia dengan makhluk lain, merupakan aktivitas yang selalu dilakukan sepanjang hayat manusia. Belajar merupakan aktivitas yang dilakukan seseorang untuk mendapatkan perubahan dalam dirinya melalui pelatihan-pelatihan atau pengalaman-pengalaman.

Sedangkan menurut Aunurrahman (2010:36) belajar menunjukkan suatu aktivitas pada diri seseorang yang disadari atau disengaja. Belajar merupakan interaksi individu dengan lingkungannya, dalam hal ini yang dimaksud lingkungan adalah manusia maupun obyek-obyek lain yang memungkinkan individu memperoleh pengalaman-pengalaman atau pengetahuan baik pengalaman atau pengetahuan baru maupun sesuatu yang pernah diperoleh atau ditemukan sebelumnya akan tetapi menimbulkan perhatian kembali bagi individu tersebut sehingga memungkinkan terjadinya interaksi.

Dari berbagai pendapat tersebut dapat ditegaskan bahwa belajar adalah segala kegiatan yang dilakukan dengan sengaja oleh seseorang, atau beberapa orang secara bersama untuk mendapatkan kompetensi, kemampuan ilmu atau kepandaian, dengan melakukan interaksi antar sesama maupun lingkungan di sekitarnya.

Belajar adalah suatu aktivitas yang dapat membedakan manusia dengan makhluk lainnya. Menurut Winkel dalam Purwanto (2010 : 45), kita dapat melihat hasil belajar yang diperoleh. Hasil belajar adalah perubahan yang mengakibatkan manusia berubah dalam sikap dan tingkah lakunya. Aspek perubahan itu mengacu pada taksonomi tujuan pengajaran yang dikembangkan oleh Bloom, Simpson, dan Harrow mencakup aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik.

Hasil belajar ranah kognitif berorientasi pada kemampuan berpikir, mencakup pengertian yang lebih sederhana sampai dengan kemampuan untuk memecahkan suatu masalah. Hasil belajar ranah afektif berhubungan dengan perasaan, emosi, sistem nilai dan sikap hati yang menunjukkan penerimaan atau penolakan terhadap sesuatu. Sedangkan hasil belajar ranah psikomotorik berorientasi pada keterampilan motorik yang berhubungan dengan anggota tubuh, atau tindakan (action) yang memerlukan koordinasi antara syaraf dan otot. Ketiga hasil belajar dalam perilaku siswa tidak berdiri sendiri atau lepas satu sama lain, tetapi merupakan satu kesatuan. Pengelompokan kedalam tiga ranah bertujuan membantu usaha untuk menguraikan secara jelas dan spesifik hasil belajar yang diharapkan.

Faktor-faktor Yang Memengaruhi Hasil Belajar

Hasil belajar yang merupakan capaian akhir seseorang dari proses pembelajaran yang dilakukan besarnya sangat dipengaruhi oleh berbagai macam faktor. Menurut Dalyono (2009:55), pencapaian hasil belajar seseorang secara umum dipengaruhi oleh 2 faktor, yaitu faktor internal (berasal dari dalam diri seseorang) dan faktor eksternal (berasal dari luar diri).

Faktor dari dalam diri seseorang (faktor internal) yang dimaksudkan antara lain :

  • Kesehatan, dalam hal ini tidak hanya dari segi kesehatan jasmani saja melainkan kesehatan rohani seseorang juga sangat memengaruhi hasil belajar;

  • Inteligensi dan bakat, kedua aspek kejiwaan ini memiliki andil yang cukup besar terhadap hasil belajar seseorang;

  • Minat dan motivasi, minat adalah adanya rasa ketertarikan terhadap sesuatu atau untuk melakukan sesuatu, sedangkan motivasi lebih mengarah pada dorongan pada diri seseorang untuk melakukan sesuatu, dalam hal ini belajar; dan

  • Cara belajar, belajar tanpa memerhatikan teknik dan faktor fisiologis, psikologis, serta ilmu kesehatan akan memperoleh hasil yang kurang memuaskan.

 Sedangkan faktor dari luar diri seseorang (faktor eksternal) yang dimaksudkan antara lain :

  • Keluarga, suasana kehidupan di keluarga, pola hubungan antar anggota keluarga, pendidikan orang tua, dan keadaan ekonomi keluarga seseorang sangat memengaruhi hasil belajarnya;

  • Sekolah, sebagai institusi penyelenggara pendidikan keberadaan sekolah sangat berpengaruh terhadap hasil belajar seseorang. Sekolah dalam hal ini menyangkut segala hal di dalamnya, baik gurunya, sarana prasarananya, kurikulumnya, metode mengajarnya, dan sebagainya;

  • Masyarakat, keadaan masyarakat juga menentukan hasil belajar seseorang. Bila sekitar tempat tinggal keadaan masyarakatnya terdiri dari orang-orang berpendidikan, maka semangat belajar anak akan tinggi dan hasil belajarnya pun tentu akan tinggi pula, namun sebaliknya apabila keadaan masyarakat sekitar tempat tinggal terdiri dari orang-orang yang tidak berpendidikan maka semangat belajar anak pun akan rendah, sehingga hasil belajarnya juga rendah; dan

  • Lingkungan sekitar, lingkungan dalam hal ini lebih dititikberatkan pada kondisi lingkungan secara fisik bukan lingkungan dalam arti manusianya. Lingkungan yang nyaman untuk belajar, jauh dari hiruk pikuk, bersih, tentu sangat nyaman untuk belajar. Namun jika lingkungan sekitar terdiri dari bangunan-bangunan kumuh, bising, kotor, tentu hal ini menyebabkan kenyamanan belajar berkurang. Akibat lebih jauhnya hasil belajar seseorang juga akan rendah.

Selamat belajar! Dengan belajar/menunutut ilmu Anda telah melaksanakan perintah Allah, karena seperti telah dikemukakan di atas bahwa belajar itu hukumnya wajib bagi setiap muslim laki-laki maupun perempuan. Setiap perintah Allah itu pasti untuk kepentingan manusia, karena Allah sebenarnya tidak butuh apa-apa dari kita. Dia memerintahkan menuntut ilmu adalah demi kepentingan kita sendiri. Apa kepentingan kita? Silahkah simak kembali dengan seksama sabda Rasulullah di atas : Barang siapa yang menghendaki kehidupan dunia maka wajib baginya memiliki ilmu, dan barang siapa yang menghendaki kehidupan Akherat, maka wajib baginya memiliki ilmu, dan barang siapa menghendaki keduanya maka wajib baginya memiliki ilmu”. (HR. Turmudzi)










Wednesday, March 16, 2016

MATEMATIKA ADALAH ILMU YANG SUCI

Kita sering mengkotak-kotakkan antara ilmu agama dan ilmu umum. Menurut anggapan umum, yang termasuk ilmu agama adalah, fikih, aqidah-akhlak, Qur’an-Hadits, Tarikh, dll. Sementara itu yang dianggap ilmu umum adalah ilmu-ilmu yang biasa diajarkan di sekolah-sekolah umum, seperti matematika, IPA, IPS, SBK, dll. Tetapi, tahukah Anda bahwa matematika yang selama ini dianggap ilmu umum ternyata adalah ilmu yang paling religius? Ilmu yang paling suci di antara ilmu-ilmu yang lainnya? Mungkin Anda terkejut mendengar pernyataan ini. Penulis, ketika mendengar pertama kali dari salah satu ceramah Cak Nun juga terkejut. Namun setelah dicermati ternyata pernyataan tersebut tidak aneh.

Matematika adalah ilmu yang tidak bisa diintervensi. Suci dari tafsir dan subyektifisme. Meskipun Anda dalam keadaan susah, cemas, resah dan gelisah, banyak hutang dua ditambah dua sama dengan empat. Mungkin Anda di bawah todongan senjata orang lain, atau dibawah ancaman orang banyak, tetapi tiga ditambah tiga tetap sembilan. Anda barangkali sedang marah-marah terbakar emosinya, tetapi sepuluh dikurangi lima hasilnya tetap lima, tidak mungkin berubah menjadi enam.

Tahukah Anda ilmu yang digunakan untuk mengadili kita diakherat nanti adalah ilmu matematika? Matematika dalam bahasa Arab adalah hisab. Dan nanti diakherat kita akan dimatematika atau dihisab oleh Allah. Akan dihitung amal yang buruk maupun baik yang kita kerjakan ketika kita hidup di dunia. Jika timbangan amal baik kita lebih berat kita akan beruntung, sebaliknya jika timbangan amal buruk kita lebih berat kita akan rugi. Nah, timbangan untuk menentukan berat dan ringan juga menggunakan matematika. Maka tidak berlebihan jika dikatakan bahwa matematika adalah ilmu yang religius dan termasuk ilmu agama pula.

Dari paparan di atas, ada satu pelajaran yang perlu kita perhatikan, belajarlah matematika agar Anda bisa mematimatika diri Anda sendiri sebelum Anda nanti dimatematika oleh Allah. Hisablah diri Anda sendiri di dunia ini sebelum nanti Anda dihisab oleh Allah. Menghisab diri menurut, para ulama adalah melakukan muhasabah.

Secara etimologis muhasabah berasal dari akar kata hasiba yahsabu hisaban, yang artinya adalah melakukan perhitungan. Sebuah upaya evaluasi diri terhadap kebaikan dan keburukan dalam semua aspeknya. Baik hal tersebut bersifat vertikal, hubungan manusia sebagai hamba kepada Allah maupun hubungan horisontal yaitu hunungan sesama manusia dalam kehidupan sosial.

Muhasabah adalah instropeksi diri, evaluasi diri, menghitung segala amalan yang telah dilakukan masa lalu untuk dijadikan pelajaran bagi hidup. Jika keadaan kita hari ini sama dengan kemarin maka kita adalah orang yang rugi, apabila keadaan kita hari ini lebih baik dengan kemarin maka kita termasuk orang-orang yang beruntung. Dan celakalah orang-orang yang keadaanya hari ini lebih buruk dari kemarin, karena mereka itulah orang-orang yang terlaksanat.

Manfaat Keutamaan Muhasabah

Ada beberapa manfaat faedah tujuan serta keutamaan keistimewaan dari muhasabah bagi setiap orang yang beriman yaitu :
  1. Dengan bermuhasabah diri, maka diri setiap muslim akan bisa mengetahui akan aib serta kekurangan dirinya sendiri. Baik itu dalam hal amalan ibadah, kegiatan yang memberikan manfaat untuk banyak manusia. Sehingga dengan demikian akan bisa memperbaiki diri apa-apa yang dirasa kurang pada dirinya.
  2. Dalam hal ibadah, kita akan semakin tahu akan hak kewajiban kita sebagai seorang hambaNya dan terus memperbaiki diri dan mengetahui hakekat ibadah bahwasannya manfaat hikmah ibadah adalah demi kepentingan diri kita sendiri. Bukan demi kepentingan Allah Ta'ala. Karena kita lah manusia yang lemah dan penuh dosa yang memerlukan akan pengampunan dosa-dosa kita yang banyak.
  3. Mengetahui akan segala sesuatu baik itu kecil maupun besar atas apa yang kita lakukan di dunia ini, akan dimintai pertanggungjawabannya kelak di akherat. Inilah salah satu hikmah muhasabah dalam diri setiap manusia.
  4. Mewaspadai hawa nafsu. Dan senantiasa melaksanakan amal ibadah serta ketaatan dan menjauhi segala hal yang berbau kemaksiatan, agar menjadi ringan hisab di hari akhirat kelak.

Intropeksi diri dalam agama adalah bermakna evaluasi diri sebagai salah satu pesan Rasulullah SAW, sangatlah penting dilakukan oleh setiap  Muslim. Dengan sering melakukan muhasabah yang sesungguhnya, ia akan mengetahui berbagai kelemahan, kekurangan dan kesalahan yang ia lakukan.

Tuesday, March 8, 2016

BELAJAR MENJADI PEMIMPIN DARI SHALAT BERJAMAAH

Kehadiran seorang pemimpin dalam masyarakat islam sangat penting. Kehadiranya diharapkan dapat dapat mengatur dan mengayomi masyarakat agar tercapai tujuan hidup yang lebih aman, dama, dan sejahtera. Demikian pentingnya seorang pemimpin, sehingga ketika ada tiga orang melakukan perjalanan bersama Rasulullah memerintahkan salah seorang di antara mereka menjadi pemimpin. Apalagi untuk skala yang lebih besar, negara misalnya, tentunya kehadiran pemimpin tidak bisa ditawar-tawar lagi.

أَخْبَرَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ سَعِيدٍ، عَنْ يَحْيَى، عَنْ هِشَامٍ، قَالَ حَدَّثَنَا قَتَادَةُ، عَنْ أَبِي نَضْرَةَ، عَنْ أَبِي سَعِيدٍ، عَنِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم قَالَ ‏ "‏ إِذَا كَانُوا ثَلاَثَةً فَلْيَؤُمَّهُمْ أَحَدُهُمْ وَأَحَقُّهُمْ بِالإِمَامَةِ أَقْرَؤُهُمْ ‏"‏ ‏.‏

Telah mengkabarkan kepada kami 'Ubaidullah bin Sa'id dari Yahya dari Hisyam dia berkata; telah menceritakan kepada kami Qatadah dari Abu Nadhrah dari Abu Sa'id dari Nabi Shallallahu'alaihi wasallam, beliau bersabda, "Bila mereka bertiga, maka salah satunya menjadi imam, dan yang lebih berhak adalah yang paling bagus bacaannya." (Shahih Nasa’i)


حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مَسْلَمَةَ عَنْ مَالِكٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ دِينَارٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَلَا كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ فَالْأَمِيرُ الَّذِي عَلَى النَّاسِ رَاعٍ عَلَيْهِمْ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُمْ وَالرَّجُلُ رَاعٍ عَلَى أَهْلِ بَيْتِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُمْ وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ عَلَى بَيْتِ بَعْلِهَا وَوَلَدِهِ وَهِيَ مَسْئُولَةٌ عَنْهُمْ وَالْعَبْدُ رَاعٍ عَلَى مَالِ سَيِّدِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُ فَكُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
Ibn umar r.a berkata : saya telah mendengar rasulullah saw bersabda : setiap orang adalah pemimpin dan akan diminta pertanggungjawaban atas kepemimpinannnya. Seorang kepala negara akan diminta pertanggungjawaban perihal rakyat yang dipimpinnya. Seorang suami akan ditanya perihal keluarga yang dipimpinnya. Seorang isteri yang memelihara rumah tangga suaminya akan ditanya perihal tanggungjawab dan tugasnya. Bahkan seorang pembantu/pekerja rumah tangga yang bertugas memelihara barang milik majikannya juga akan ditanya dari hal yang dipimpinnya. Dan kamu sekalian pemimpin dan akan ditanya (diminta pertanggungan jawab) darihal hal yang dipimpinnya. (HR: Bukhari, Muslim)

Berdasarkan hadits di atas, kepemimpinan adalah amanah bukan kekuasaan. Kepemimpinan adalah tanggungjawab bukan kesewenang-wenangan. Kesejahteraan rakyat adalah tanggung jawab pemimpin. Inilah etika paling pokok dalam kepemimpinan, yaitu tanggung jawab. Semua orang yang hidup di muka bumi ini disebut sebagai pemimpin. Karenanya, sebagai pemimpin, mereka semua memikul tanggung jawab, sekurang-kurangnya terhadap dirinya sendiri. Seorang suami bertanggung jawab atas istrinya, seorang bapak bertangung jawab kepada anak-anaknya, seorang majikan betanggung jawab kepada pekerjanya, seorang atasan bertanggung jawab kepada bawahannya, dan seorang presiden, bupati, gubernur bertanggung jawab kepada rakyat yang dipimpinnya, dst.

Secara sederhana,  nilai-nilai  kepemimpinan, sebenarnya  bisa ditangkap dari kegiatan shalat  berjama’ah. Shalat jamaah itu ibarat sebuah negara. Imam yang menempati posisi terdepan menggambarkan seorang pemimpin, sedangkan makmum di belakangnya menggambarkan individu-individu yang berkumpul dalam suatu komunitas yang biasa disebut rakyat atau masyarakat. Untuk menjaga stabilitas, kekhusyukan, dan keamanan selama salat jamaah, harus ada aturan main yang disebut syariat. Ini berarti, dalam sebuah negara harus ada konstitusi, sedangkan masjid atau musala bisa dibaca sebagai teritorialnya.

Dalam Shalat hal tersebut dapat dianalogikan rukun dan syarat syahnya shalat. Syarat shalat adalah sesuatu yang harus terpenuhi untuk kesempurnaan shalat, tetapi berada diluar pelaksanaan shalat. Syarat shalat oleh ulama fikih dibagi dua macam, yaitu syarat wajib shalat dan syarat syah shalat. Syarat syah shalat : Islam, baligh (dewasa), suci, sehat rohani (tidak gila), dll. Sementara itu yang menjadi syarah syah shalat adalah : suci dari hadas kecil maupun besar, suci badan dan pakaian dari najis, menutup aurat (sesuatu yang harus ditutup karena menjadikan cela bagi seseorang), telah masuk waktu shalat, menghadap ke arah kiblat, mengetahui tata cara shalat. Untuk lebih jelasnya silahkan buka kembali kitab fikih Anda!

Menghadap kiblat merupakan analogi seorang pemimpin yang harus senantiasa mengarahkan segala daya dan upaya untuk mewujudkan visi dan misi yang telah disepakati bersama. Mengetahui tata cara shalat berarti seorang pemimpin harus mengetahu tata cara memimpin dan mengehatui hakekat seorang pemimpin. Mereka harus mengetahui bahwa seorang pemimpin itu harus bersih dan semata-mata hanya untuk mengabdi kepada Allah dan rakyatnya.

Demikian pula, imam shalat telah ditentukan kriterianya.

أَخْبَرَنَا قُتَيْبَةُ، قَالَ أَنْبَأَنَا فُضَيْلُ بْنُ عِيَاضٍ، عَنِ الأَعْمَشِ، عَنْ إِسْمَاعِيلَ بْنِ رَجَاءٍ، عَنْ أَوْسِ بْنِ ضَمْعَجٍ، عَنْ أَبِي مَسْعُودٍ، قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم ‏ "‏ يَؤُمُّ الْقَوْمَ أَقْرَؤُهُمْ لِكِتَابِ اللَّهِ فَإِنْ كَانُوا فِي الْقِرَاءَةِ سَوَاءً فَأَقْدَمُهُمْ فِي الْهِجْرَةِ فَإِنْ كَانُوا فِي الْهِجْرَةِ سَوَاءً فَأَعْلَمُهُمْ بِالسُّنَّةِ فَإِنْ كَانُوا فِي السُّنَّةِ سَوَاءً فَأَقْدَمُهُمْ سِنًّا وَلاَ تَؤُمَّ الرَّجُلَ فِي سُلْطَانِهِ وَلاَ تَقْعُدْ عَلَى تَكْرِمَتِهِ إِلاَّ أَنْ يَأْذَنَ لَكَ ‏"‏ ‏.‏
Telah mengkabarkan kepada kami Qutaibah dia berkata; telah memberitakan kepada kami Fudhail bin 'Iyadh dari Al A'masy dari Isma'il bin Raja' dari Aus bin Dham'aj dari Abu Mas'ud dia berkata; bahwa Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam bersabda, orang yang menjadi imam untuk suatu kaum adalah yang paling menguasai AI Qur'an. Jika bacaan mereka sama, maka yang jadi imam adalah orang yang lebih dulu hijrah. Jika dalam hijrah mereka sama. maka yang jadi imam adalah orang yang paling mengetahui tentang Sunnah. Jika pengetahuan mereka tentang Sunnah sama, maka yang jadi imam adalah orang yang paling tua di antara mereka. Janganlah kamu mengimami seseorang di tempat yang menjadi wewenangnya dan janganlah duduk di atas tempat kemuliaannya kecuali seizinnya.'"

Singkatnya, seorang imam atau pemimpin ditunjuk dari di antara  jama’ah  yang memiliki kelebihan. Atas kriteria seperti itu, maka pemimpin di dalam shalat tidak diperebutkan dan seharusnya demikian dalam memilih pemimpin. Namun  biasanya, pada setiap masjid telah ditunjuk beberapa orang  sebagai imam tetap. Penunjukkan imam itu adalah    atas kriteria yang dimaksudkan itu.    

Di dalam shalat berjama’ah, imam melakukan peran-peran sebagai komando dan sekaligus contoh. Imam sholat membaca takbir dengan suara keras sebagai tanda  shalat dimulai, dan selanjutnya dengan takbir pula,  ia mengajak ruku’, i’tidal, sujud, dan seterusnya hingga mengucapkan salam sebagai pertanda shalat selesai. Sebelum makmum melakukan berbagai jenis gerakan,  maka imam shalat  selalu melakukannya  terlebih dahulu.  Pemimpin shalat tidak sekedar memberi komando, melainkan juga sekaligus bersama-sama menjalankannya. Jadi seorang pemimpin tidak hanya memerintah tetapi juga harus memberi keteladanan.
Selain itu, imam shalat berjama’ah juga seharusnya selalu memperhatikan kondisi  makmumnya. Harus aspiratif, tidak egois, bersikap toleran, dan saling menghargai. Simbol ini bisa dibaca dari perilaku Rasulullah ketika memimpin shalat jamaah. Dalam suatu riwayat, istri Nabi SAW, Aisyah RA, mengatakan: ''Rasulullah kakinya sampai bengkak dalam menjalankan shalat malam (salat sendirian), karena panjangnya surat yang dibaca dan panjangnya doa yang dipanjatkan dalam sujud serta ruku'. Namun, ketika mengimami shalat, Rasulullah memendekkan bacaan, terutama jika terdapat orang tua, anak-anak, dan terdengar suara tangisan bayi.
Pada shalat tertentu, --------shalat jum’ah misalnya, imam  dianjurkan agar  membaca surat yang tidak terlalu panjang, dikhawatirkan ada jama’ah yang tidak memiliki waktu lama atau kemampuannya terbatas. Seorang pemimpin shalat pun harus memahami terhadap kepentingan atau kondisi mereka yang dipimpinnya. Demikian pula hal itu seharusnya dijalankan dalam berbagai jenis kepemimpinan lainnya.

Secara simbolik, ini juga berarti, seorang pemimpin harus memperhatikan kondisi rakyatnya, baik menyangkut kelas bawah, kelas menengah, maupun kelas atas.

Hal lain yang kiranya penting adalah tentang loyalitas makmum. Pada shalat berjama’ah, makmum harus mengikuti  gerakan imam. Tatkala imam shalat membaca takbir maka makmum harus mengikutinya, dan demikian pula pada kegiatan-kegiatan lainnya. Akan tetapi, hal yang perlu digaris bawahi  bahwa, semua yang dilakukan oleh makmum  bukan untuk kepentingan imam. Makmum melakukan shalat bersama-sama imam hanyalah untuk Allah. Gerakan dan bacaan makmum sama sekali bukan diperuntukkan pada pimpinannya, yaitu imam shalat, melainkan  adalah  berkonsentrasi atau khusu’ secara bersama-sama menghadap Tuhan.
Seorang pemimpin juga harus bersih dari KKN. Shalat jamaah tidak mengenal istilah nepotisme. Ini tercermin ketika menata barisan (shaf), yang hadir terlebih dahulu berhak dan wajib menempati shaf depan.
Seorang pemimpin tidak boleh marah-marah ketika dikritik oleh bawahannya. Dalam shalat jamaah, ketika imam lupa atau salah dalam bacaan atau gerakan, makmum wajib mengingatkannya. Makmum laki-laki membaca subhanallah, dan kaum perempuan mengingatkannya dengan tepuk tangan sekali.
Dalam shalat jamaah, ketika imam batal (misalnya kentut), harus segera berwudu dan mengejar shalat yang ditinggalkan, dengan kedudukan baru sebagai makmum (masbuk). Ini bermakna, ketika seorang pemimpin berbuat inkonstitusional, dengan kesadaran penuh dan legawa hendaknya dia segera mengundurkan diri dari kursi kepemimpinannya itu. Setelah lengser, ia pun harus kembali pada barisan rakyat dan patuh pada pimpinan yang baru.

Demikianlah hikmah shalat berjamaah yang dapat kita jadikan contoh dalam memimpin, baik dalam skala kecil maupun besar. Untuk lebih mendalami silahkan dielaborasi agar menemukan hal-hal baru yang dapat menambah ilmu kita. Mudah-mudahan bermanfaat. Wallahu a’lam bishowab! 







Monday, March 7, 2016

Antara Niat dan Motivasi


Samakah antara niat dan motivasi? Untuk mengetahui apakah motivasi dan niat marilah kita teliti bersama. Pertama-tama, marilah kita lihat pandangan Islam tentang niat didasarkan hadits yang membicarakan hal tersebut.


عَنْ أَمِيْرِ الْمُؤْمِنِيْنَ أَبِيْ حَفْصٍ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَقُوْلُ : إِنَّمَا اْلأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى . فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ وَرَسُوْلِهِ فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ وَرَسُوْلِهِ، وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لِدُنْيَا يُصِيْبُهَا أَوْ امْرَأَةٍ يَنْكِحُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ .
[رواه إماما المحدثين أبو عبد الله محمد بن إسماعيل بن إبراهيم بن المغيرة بن بردزبة البخاري وابو الحسين مسلم بن الحجاج بن مسلم القشيري النيسابوري في صحيحيهما اللذين هما أصح الكتب المصنفة]
Dari Amirul Mu’minin, Abi Hafs Umar bin Al Khottob radiallahuanhu, dia berkata: Saya mendengar Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda : Sesungguhnya setiap  perbuatan tergantung niatnya.  Dan  sesungguhnya  setiap  orang  (akan dibalas) berdasarkan apa yang dia niatkan. Siapa yang hijrahnya karena (ingin mendapatkan keridhaan) Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya kepada (keridhaan) Allah dan Rasul-Nya. Dan siapa yang hijrahnya karena dunia yang dikehendakinya atau karena wanita yang ingin dinikahinya maka hijrahnya (akan bernilai sebagaimana) yang dia niatkan.
(Riwayat dua imam hadits, Abu Abdullah Muhammad bin Isma’il bin Ibrahim bin Al Mughirah bin Bardizbah Al Bukhori dan Abu Al Husain, Muslim bin Al Hajjaj bin Muslim Al Qusyairi An Naishaburi dan kedua kitab Shahihnya yang merupakan kitab yang paling shahih yang pernah dikarang) .
Hadits ini merupakan salah satu dari hadits-hadits yang menjadi inti ajaran Islam. Imam Ahmad dan Imam syafi’i berkata : Dalam hadits tentang niat ini mencakup sepertiga ilmu. Sebabnya adalah bahwa perbuatan hamba terdiri dari perbuatan hati, lisan dan anggota badan, sedangkan niat merupakan salah satu dari ketiganya. Diriwayatkan dari Imam Syafi’i bahwa dia berkata : Hadits ini mencakup tujuh puluh bab dalam fiqh. Sejumlah ulama bahkan ada yang berkata : Hadits ini merupakan sepertiga Islam.
Hadits ini ada sebabnya, yaitu: ada seseorang yang hijrah dari Mekkah ke Madinah dengan tujuan untuk dapat menikahi seorang wanita yang konon bernama : “Ummu Qais” bukan untuk mendapatkan keutamaan hijrah. Maka orang itu kemudian dikenal dengan sebutan “Muhajir Ummi Qais” (Orang yang hijrah karena Ummu Qais). (Arba’iina : 1)
Dalam hadits tentang niat ini mencakup sepertiga ilmu. Saya kira hal ini tidak berlebihan dan masuk akal karena hidup manusia itu memang terdiri dari tiga unsur : yaitu unsur hati, lesan, dan laku perbuatan. Seperti halnya iman yang tidak cukup kepercayaan di dalam hati saja, tetapi juga meliputi lesan dan kemudian dibuktikan dengan laku perbuatan.

Jadi tidak terlalu berlebihan jika dikatakan bahwa laku perbuatan seseorang itu sangat ditentukan oleh niatnya. Niat tidak hanya sebatas ucapan yang tidak dilandasi oleh ilmu atau pengetahuan tentang sesuatu. Orang mempunyai niat untuk melakukan sesuatu karena dia mengetahui sesuatu yang diniatkan tersebut. Tanpa ilmu, tanpa pengetahuan, mustahil akan muncul niat di hati seseorang. Bagaimana kita mau hidup menurut ajaran Allah jika kita tidak mengenal ajaran Allah itu sendiri!

Sebagai ilustrasi, kita mempunyai niat untuk pergi ke pasar membeli sayur-sayuran untuk masak. Saya yakin munculnya niat tersebut karena kita sudah tahu atau katakanlah memiliki pengetahuan tentang pasar. Kita pasti sudah tahu bahwa pasar itu adalah tempat berjual-beli, dimana di tempat itu banyak orang berjualan bermacam-macam barang. Jika kita tidak tahu itu, pasti tidak akan muncul niat pergi ke pasar membeli sayur-sayuran atau kebutuhan yang lainnya.

Kita berniat menjadi pemimpin, pasti kita sudah tahu apa itu pemimpin, bagaimana teori memimpin, apa keuntungan dan kerugiaannya. Keutamaan apa yang akan didapatkan jika menjadi seorang pemimpin. Dan yang pasti sudah tahu apa kenikmatan-kenikmatan yang akan didapatkan jika menjadi seorang pemimpin! Jika yang terakhir yang menjadi niatnya, maka celakalah kita, dan celaka pula orang-orang yang dipimpin. Karena niatnya hanya ingin memenuhi hasrat-hasrat pribadi dan mengumbar nafsu angkara murka.

Semakin dalam pengetahuan kita tentang sesuatu, semakin mengenal pernik-perniknya, maka akan semakin kuat niat kita. Niat itu adalah satu dorongan kehendak yang menyebabkan seseorang melakukan perbuatan untuk mencapai tujuan tertentu.

Lho, artinya koq sama dengan motivasi? Mungkin Anda akan bertanya seperti itu. Kalau boleh diterjemahkan secara bebas menurut pemahaman penulis arti niat itu memang seperti itu, sama dengan motivasi. Yaitu dorongan kehendak yang menyebabkan seseorang melakukan perbuatan. Atau, suatu keadaan atau kondisi yang mendorong, merangsang atau menggerakkan seseorang untuk melakukan sesuatu atau kegiatan yang dilakukannya sehingga ia dapat mencapai tujuannya. Wallahu a’lam bishowab!