Thursday, July 21, 2016

RENUNGAN SYAWALAN

Syawalan adalah ibadah muamalah yang bersifat universal berlaku untuk segala golongan, lintas aliran, karena saling maaf-memaafkan itu berlaku umum. Siapa sih yang melarang orang saling maaf-memaafkan kecuali orang gila. Kita tidak bisa melarang orang lain yang ingin memperkuat tali silaturahmi yang terputus dengan cara saling memaafkan dan mengharmoniskan kembali hubungan mereka.

Namun demikian, bagi umat islam, syawalan yang dimaknai sebagai peningkatan itu tidak bisa dilepaskan dari tiga hal. Yaitu ; puasa ramadhan, idul fitri, dan syawalan itu sendiri. Kita perlu menggali kembali istilah-istilah tersebut agar memahami hakekat syawalan yang sebenarnya. Tidak terjebak pada seremonial yang hampa makna. Apalagi hanya dijadikan ajang pamer kekayaan bahwa mereka telah sukses dalam mengumpulkan materi dan harus dikagumi.

Pertama ramadhan, secara etimologi ramadhan barasal dari akar kata ramadha yang berarti panas yang menyengat. Kemudian, orang lebih memahami secara metaforik (kiasan). Karena pada bulan ramadhan orang-orang berpuasa, tenggorakannya terasa panas karena kehausan. Atau, diharapkan dengan ibadah-ibadah di bulan ramadhan dosa-dosa terdahulu menjadi hangus terbakar dan seusai ramadhan orang yang berpuasa menjadi suci.


Ramadhan memang bulan pensucian dari kotoran-kotoran atau dosa-dosa. Bulan tarbiyah (pendidikan) dan pengendalian diri dengan berperang mengendalikan hawa nafsu dengan tujuan mencapai derajat takwa. Orang-orang yang berhasil dalam puasanya disebut orang-orang yang kembali suci, orang-orang yang menang seperti doa ketika Idul Fitri.

تَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَ مِنْكُمْ جَعَلَنَا اللهُ وَ اِيَّاكُمْ مِنَ الْعَائِدِيْنَ وَ الْفَائِزِيْنَ كُلُّ عَامٍ وَّاَنْتُمْ بِخَيْرِ

Mudah-mudahan ibadah kita (selamat bulan ramadhan) diterima Allah (sehingga) Allah menjadikan kita orang-orang yang menang dan kembali………

Kembali kemana? Untuk mengetahui tempat kembali kita harus memahami kata fitrah. Ada tiga alternative makna  fitrah yang nyambung dengan Idul Fitri : kesucian, Diin atau agama, keadaan semula (keadaan seperti awal penciptaan sebagai makhluk berTuhan), makan.

Dosa mengakibatkan manusia menjauh dari posisi semula sebagai makhluk bertuhan, baik kedekatannya posisinya kepada Allah maupun sesama manusia. Maka pada hari raya Idul Fitri kita kembali/kembali kepada Diin, kembali kepada jalan Tuhan yaitu menjadi manusia bertakwa seperti diperintahkanya ibadah puasa. Ketika bulan syawal tiba ditandai dengan takbir yang membahana. Selain pekikan takbir hendaknya dalam menapaki hidup ini setelah bulan ramadhan hendaknya selalu menganggungkan Allah. Artinya ajaran Allah hendaknya senantiasa menjadi pedoman dan menjadi prioritas utama dalam hidup ini, bukan hanya bertakbir sekedar mendapatkan pahala saja tetapi harus diimplementasikan dalam kehidupan. Itulah hakekat kesuciaan yang sebenarnya.

Jika diartikan kesucian, maka kita kembali suci seperti jabang bayi yang terlahir dari perut ibu (untuk lebih lebih memahami hakekat kesucian coba anda cermati metaphor bayi untuk kehidupan). Jika diartikan seperti awal penciptaan, maka awal penciptaan manusia itu sebagai makhluk berTuhan, makhluk religious, fitrah.

Pada hakekatnya kembali ke fitrah adalah kembali meniti jalan Tuhan setelah selama sebelas bulan kita menjauh karena dosa-dosa yang telah kita perbuat dan pada bulan syawal kita kembali lagi ke jalan Allah sebab pada bulan ramadhan kita telah melakukan penyucian diri dengan melakukan ibadah-ibadah yang diperintahkan oleh Allah.

Pada bulan ramadhan ibaratnya kita menenun pakaian, bukan pakaian jasmani tetapi pakaian takwa karena tujuan syiam ramadhan adalah agar kita bertakwa. Harapannya, pakaian yang kita tenun selama bulan ramadhan kita kenakan pada kehidupan kita, bukan hanya terbatas pada Idul Fitri atau bulan syawal. Benang-benang pakaian itu adalah : kesabaran, kemampuan menahan hawa nafsu, kedermawanan, kerelaan untuk memaafkan orang lain, dan mental suka berbuat baik karena menurut Islam orang yang paling baik itu adalah orang yang suka berbuat baik kepada orang lain.


Itulah orang-orang yang bertakwa. Orang yang mau mengamalkan perintah-perintah Allah dan mau menjauhi larangan-larangan Allah. Definisi itu benar tetapi terlalu umum. Kita perlu mengetahu ciri-cirinya untuk lebih memahami pengertian takwa. Salah satu firman Allah yang perlu kita cermati adalah surat Alim Imran 133-134.

133. dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa,


134. (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema'afkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.

Lebaran bukan dengan pakaian yang indah. Tetapi lebaran adalah dengan perbuatan dan kelakuan yang indah. Ini bukan berarti kita dilarang memakai pakaian indah pada hari raya. Allah indah dan Allah menyukai keindahan. Allah senang Jika hambanya menampakkan nikmat-nikmat yang telah dianugerahkannya kepada sang hamba. Menampakkannya dalam bentuk memakai pakaian-pakaian indah. Bahkan Allah memerintahkan Untuk memakai pakaian indah setiap akan shalat. Atau dimanapun kamu berada. Karena pakaian yang indah disenangi bukan hanya oleh pemakainya tetapi juga oleh yang melihatnya.

Tetapi pada hakekatnya ketika kita beridul fitri  kita mengenakan pakaian takwa. Pakaian yang kita tenun selama bulan ramadhan. Pakaian yang mestinya kita pakai sepanjang saat khususnya setelah kita menempa diri selama sebulan penuh dengan berpuasa.

Benang-benang pakaian takwa yang kita tenun itu adalah :

Kesabaran :

Puasa mengajarkan seseorang menjadi sabar. Orang selalu berusaha untuk menahan diri mulai pagi sampai terbenam matahari. Bukan hanya menahan diri dari makan, minum dan berhubungan sex tetapi juga memuasakan seluruh anggota badan kita dari berbuat maksiat.

Kepatuhan

Puasa mendidik kita untuk menjadi orang yang patuh. Artinya, tidak mau mencederai apa-apa yang menjadi peraturan. Kepatuhan itu menjadi hal yang penting.

Kedermawanan

Puasa juga mendidik kita untuk menjadi orang yang dermawan. Karena, orang yang berpuasa ikut merasakan bagaimana rasanya lapar dan haus. Orang yang merasakan, lebih menghayati daripada sekadar melihat apalagi mendengar. Nah, sikap-sikap terpuji ini --yang sebenarnya sifat-sifat yang fitrah-- harus kita miliki setelah ibadah puasa kita laksanakan selama sebulan penuh. Karena itu, kita kembali ke fitrah, kembali kepada kebaikan, dan memiliki sifat-sifat terpuji.

Setelah Idul Fitri jangan sampai kita melepaskan Kendali ke dalam hal-hal yang tidak diperkenankan oleh agama. Dengan memasuki bulan syawal, yang artinya meningkat, diharapkan Kita meningkatkan kebaikan kita, meningkat keindahan dan kebenaran kita, meningkat ilmu kita, meningkat segala-galanya Itulah makna syukur kepada Allah dan makna Idul Fitri!

Pakaian jasmani memelihara kita dari sengatan panas dan dingin. Tetapi pakaian rohani akan melindungi kita dari sengatan api dunia maupun akherat. Kalau pakaian jasmani membedakan kita dari yang lain. Kalau pakaian rohani membedakan kita dari yang muslim Dengan yang non muslim.
Seseorang yang memakai pakaian rohani dia akan selalu bersih walapun miskin. Murah hati dan murah Tangan, tidak berjalan membawa fitnah, tidak menuntut yang Bukan haknya dan tidak menahan hak orang lain.  Kalau beruntung dia bersyukur, kalau ditegur dia menyesal, Kalau diuji dia bersabar. Kalau dimaki dia tersenyum. Kalau Makian anda benar semoga Tuhan mengampuniku jika makianmu Keliru semoga Tuhan mengampunimu.

Nah, sebenarnya orang yang memiliki mental seperti inilah orang-orang yang kembali kepada ajaran Allah. Dalam menapaki hidup ini nafsunya selalu terkendalikan, dalam hidup mereka hakekatnya adalah berpuasa!