Wednesday, August 24, 2016

Pandangan Manusia Tentang Alam

ALAM DAN KEKAYAAN YANG TERDAPAT DI DALAMNYA MILIK SIAPA?

 Pandangan Individualis

Manusia-manusia yang berpandangan individualis memandang alam sebagai sesuatu yang dapat dimiliki dan oleh karenanya mereka berusaha memiliki alam sebesar mungkin dan selama mungkin sebagai sumber kapital. Paham lndividualis tentang alam ini di dalam masalah ekonomi kemudian menjelma menjadi paham kapitalis. 

Sistem ini memberi kebebasan cukup besar bagi pelaku-pelaku ekonomi untuk melakukan kegiatan yang terbaik bagi kepentingan masing-masing. Alat-alat produksi utama (sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya modal) berada di tangan swasta. Secara garis besar ciri-ciri Sistem Ekonomi Liberal-Kapitalistik adalah :

       Adanya pengakuan yang luas terhadap hak-hak pribadi
       Praktik perekonomian digerakkan oleh motif keuntungan (profit motive)
       Praktik perekonomian diatur menurut mekanisme pasar, perekonomian digerakkan oleh interaksi secara bebas antara konsumen dan produsen di pasar.

Bagi konsumen tujuan yang ingin diraihnya adalah kepuasan maksimum, sedangkan bagi produsen tujuannya adalah keuntungan maksimum. Dalam hal ini pasar berfungsi untuk memberikan “sinyal” kepada produsen tentang barang-barang yang akan dihasilkan baik dalam jumlah maupun mutu, serta kepada konsumen tentang barang-barang apa saja baik dalam jumlah dan mutu yang dapat dibeli di pasar.

Praktik perekonomian digerakkan dan didorong oleh motif keuntungan demi kepentingan pribadi. Dalam hal ini manusia diakui sebagai makhluk homo economicus, yang selalu mengejar kepentingan sendiri. Paham seperti ini sering disebut sebagai paham individualisme.

Paham di atas adalah merupakan akibat dari paham individualis dalam memandang alam. Oleh karena itu, alam menurut mereka adalah sesuatu yang dapat dikuasai oleh individu-individu secara bebas demi kepentingan kehidupannya di dunia ini. Mereka berlomba untuk menguasai sumber-sumber alam yang kiranya dapat dijadikan kapital. Penganut paham ini terutama negara-negara Eropa Barat dan Amerika.

5. Pandangan Islam

Alam semesta demikian unik dan mempunyai keteraturan yang luar biasa tidak mungkin manusia dapat mengetahui rahasia-rahasianya secara lengkap; pasti dicipta dengan tidak main-main oleh penciptanya. Alam semesta diciptakan oleh Allah dari tidak ada menjadi ada. Untuk apa alam semesta ini dicipta? Manusia pasti akan menjawab dengan bermacam-macam jawaban sesuai dengan pengetahuan dan kemauannya karena eksistensi alam bagi manusia memang tak pernah sepenuhnya terjawab. Karena alam ini ada yang menciptakan, maka yang menciptakanlah yang paling mengetahuinya. Konsep penciptaan alam menurut pencipta itu dapat diketahui melalui informasi yang berasal dari-Nya. Informasi itu ialah wahyu yang kemudian ditulis yang disebut Al Quran. Surat Albaqarah:29 menyatakan; "Dialah yang menciptakan segalanya di atas bumi ini untukmu (manusia)".

Peran manusia di dalam alam ini dilukiskan oleh penciptanya dengan sangat jelas yaitu bahwa manusia yang berketurunan Adam ini sangat dimuliakan oleh Allah, mereka dapat menaklukkan baik daratan maupun lautan dan diberi rezeki yang baik serta dilebihkan dari makhluk yang lain. Kehidupan manusia ini pada hakikatnya hanyalah kesenangan yang amat sedikit, yang kadang-kadang justru dapat memperdayakan manusia. Kehidupan ini penuh dengan permainan dan senda gurau belaka, sehingga kebanyakan manusia lalai akan tugas hidupnya. Kehidupan itu laksana tumbuh-tumbuhan yang menjadi subur karena air hujan, kemudian menjadi kering dan dlterbangkan oleh angin.

Oleh sebab itu Allah sebagai pencipta tunggal adalah pemilik mutlak akan alam semesta ini, termasuk di dalamnya manusia dan apa saja yang ada di dalam alam ini, baik yang terlihat maupun yang tidak terlihat. Manusia hanya mempunyai hak untuk menggunakan segala sesuatu yang dimiliki secara mutlak oleh Allah.

Berbicara masalah Sistem Ekonomi Islam maka kita harus berangkat dari pandangan besar terhadap seluruh harta kekayaan yang ada di alam semesta ini. Cara islam menyeselasaikan seluruh persoalah harus dimulai pandangan besar terhadap seluruh harta kekayaan yang ada di alam semesta ini. Ini adalah fondasi. Sebenarnya seluruh harta kekayaan alam ini milik siapa? Pemilik mutlak adalah Allah SWT.
¬
42. dan kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi dan kepada Allah-lah kembali (semua makhluk). (An-Nur)

Manusia hanya mempunyai hak untuk menggunakan segala sesuatu yang dimiliki secara mutlak oleh Allah. Hak penggunaannya ini merupakan hak yang tidak mutlak, yakni relatif. Ia hanya berhak mengelolanya dan menguasai penggunaannya. Allah telah menyerahkan segala sesuatu kepada manusia untuk dlkerjakan, untuk diubah bentuknya serta diambil manfaatnya. Segala sesuatu yang ada di antara langit dan bumi disediakan untuk kenikmatan manusia tanpa dlbayar. Milik relatlf ini hanya terbatas pada apa yang telah dlusahakannya saja, karena setiap prla maupun wanita hanya akan mendapatkan hasll sebatas usahanya sebagai haknya. Sedangkan penguasaannya, sebagian dlpergunakan untuk umum, karena Allah telah memerintahkan agar memberikan kepada orang-orang lain harta Allah yang telah dlberikan kepadanya. Manusia oleh Allah diingatkan bahwa dalam harta kekayaannya itu terdapat bagian untuk orang-orang miskin, baik yang meminta haknya maupun yang tldak memintanya. Penimbunan harta kekayaan termasuk emas, perak, dan lain-lain akan disediakan siksaan yang amat pedih oleh Allah.

Bagaimanakah dengan posisi manusia?

Jika dalam sistem ekonomi kapitalis, dll. Posisi manusia itu menjadi subyek (yang menentukan) atau terombang-ambing menjadi subyek atau obyek sehingga dapat dipastikan saling menindas, tetapi dalam sistem ekonomi islam kedudukan manusia sebagai mutawwakilun yaitu wakil subyek bertindak atas nama Allah.  
Manurut Rasulullah setiap perbuatan yang tidak dimotivasi atau didahului oleh bimillahirahmanirahiim maka perbuatan tersebut akan terputus (dari rahmat Allah). Surat Ali Imran ayat 190-191 menegaskan:
ž  
190. Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal,

191. (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan Kami, Tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha suci Engkau, Maka peliharalah Kami dari siksa neraka.

Alam semesta ini diciptakan Allah untuk manusia, tetapi Allahlah pemilik mutlaknya, sedangkan manusia hanya sebagai pemllik yang tidak mutlak atau relatif. Mereka berhak mendayagunakan dan menghasilgunakannya untuk kepentingan seluruh umat manusia bukan hanya untuk individu, bukan hanya untuk manusia masa kini saja, akan tetapi juga untuk generasi yang akan datang.

Wallahu a'lam bishowab!














Sunday, August 14, 2016

Kepemimpinan dalam Pandangan Islam

KULUKUM RAAIN = Setiap kamu itu adalah pemimpin. Raain makna awalnya adalah penggembala. Orang yang melakukan pekerjaan sebagai penggembala. Kemudian kata penggembala ini dibawa oleh Rasulullah menjadi seorang pemimpin. Wa kulu rain mas’ulun ‘an roiyatihi = dan setiap pemimpin akan diminta pertanggung jawabannya tentang roiyahnya. Yaitu yang dipimpinnya. Roiyah kemudian berubah kedalam bahasa Indonesia menjadi rakyat.

حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مَسْلَمَةَ عَنْ مَالِكٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ دِينَارٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَلَا كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ فَالْأَمِيرُ الَّذِي عَلَى النَّاسِ رَاعٍ عَلَيْهِمْ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُمْ وَالرَّجُلُ رَاعٍ عَلَى أَهْلِ بَيْتِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُمْ وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ عَلَى بَيْتِ بَعْلِهَا وَوَلَدِهِ وَهِيَ مَسْئُولَةٌ عَنْهُمْ وَالْعَبْدُ رَاعٍ عَلَى مَالِ سَيِّدِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُ فَكُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
Ibn umar r.a berkata : saya telah mendengar rasulullah saw bersabda : setiap orang adalah pemimpin dan akan diminta pertanggungjawaban atas kepemimpinannnya. Seorang kepala negara akan diminta pertanggungjawaban perihal rakyat yang dipimpinnya. Seorang suami akan ditanya perihal keluarga yang dipimpinnya. Seorang isteri yang memelihara rumah tangga suaminya akan ditanya perihal tanggungjawab dan tugasnya. Bahkan seorang pembantu/pekerja rumah tangga yang bertugas memelihara barang milik majikannya juga akan ditanya dari hal yang dipimpinnya. Dan kamu sekalian pemimpin dan akan ditanya (diminta pertanggungan jawab) darihal hal yang dipimpinnya. (buchary, muslim) 


Jadi, menurut konsep Islam, Pemimpin bukan hanya mempertanggungjawabkan kepada rakyat saja, tetapi juga kepada Allah SWT. Dan ini yang membedakan filosofi kemimpin islam denga sekuler atau mungkin dengan yang lainnya. Oleh karena itu Umar bin Khatab, sebagi khalifaf Amirul mukminin yang tinggal di Madinah, ketika mendengar ada seekor kuda yang tergelincir di jalan karena jalannya bolong-bolong, dan kuda itu mati, maka Umar bin Khatab langsung menangis dan mengatakan bagaimana aku nanti mempertanggungjawabkan kepada Alah? Ada jalan yang rusak sehingga ada kuda yang lewat disitu tergelincir dan mati.  Yang mati hanya seekor kuda tetapi membuat sang pemimpin menangis. Itulah seorang pemimpin.

Begitu juga ketika suatu malam Khalifah Umar sedang melakukan pemantaun di berbagai daerah, atau kalau istilah sekarang sedang blusukan (Umar sudah dari dulu blusukan tetapi tidak pernah bawa wartawan seperti pemimpin-pemimpin masa kini), Ketika dia melihat ada seorang ibu yang sangat miskin sedang menanak batu untuk menenangkan anak-anaknya yang sedang kelaparan karena dia tidak memiliki gandum, maka Umar merasa bertanggung jawab, maka dia kembali ke Baitul Mal, dia ambil sekarung gandum dan dia panggul sendiri. Ketika Sahabat yang mengawalnya meminta untuk memanggul, Umar menolah dan berkata :

“Kamu tidak bisa membebaskan saya dari api neraka. Saya sendiri yang harus memanggul karena ini adalah tanggung jawab saya”

Mungkin ada yang mengatakan, ah, itu kan cuma cerita fiksi. Ini bukan kisah fiksi tetapi benar-benar  dialami oleh Umar bin Khatab. Juga khalifah-khalifah seperti Umar bin Abdul Azis, Ali bin Abi Thalib, dsb. mereka selalu membawa tanggung jawab kepemimpinannya itu bukan hanya kepada rakyat, tetapi juga kepada Allah. Nah, ini filosofi kepemimpinan di dalam islam.

Jika kita cermati, sebenarnya dari kata raain itu saja kita dapat mengambil filosofi kepemimpinan. Apa tugas dan fungsi seorang penggembala? Kita pasti sudah tahu, fungsi pertama seorang penggembala adalah menjaga, memelihara agar yang digembalakan itu ketika keluar dari kandang dan pulang ke kandang itu jumlahnya sama, jadi nggak ada yang dimakan Serigala, dsb. Jadi dia bertanggung jawab keselamatan dari yang digembalakannya. Pemimpin seharusnya juga begitu. Dia bertanggung jawab keselamatan atas yang dimpimpinnya. Coba bandingkan dengan keadaan sekarang?

Ada kisah seorang penggembala, seorang budak hitam, menggembalakan ribuan kambing di sebuah padang luas, Umar dan sahabat yang lain datang untuk menguji. Saya ingin beli satu kambingmu.
“Wah, ini bukan punya saya. Ini punya majikan saya hanya menggembala”. Kata penggembala itu.
“Ribuan kambing begini, mana dia tau kalau salah satu kambingnya saya beli dan kamu akan dapat uang. Dia tidak akan tahu!”
“Bagaimana dengan Allah?”Kata penggembala. “Majikan saya tidak melihat, tetapi Allah dimana? Apakah Allah tidak melihat?”

Nah, ini tanggung jawab seorang penggembala. Keselamatan dari yang digembalakannya. Hal seperti ini kalau kita bandingkan dengan realitas kepemimpinan sekarang barangkali sangat jauh. Kalau Umar karena hanya kuda mati tergelincir di jalan menangis karena takut kepada Allah, kalau pemimpin sekarang ribuan orang mati kebanyakan tidur nyenyak saja dia. Tidak merasa bersalah sama sekali. Tentu saja tidak semua begitu.

Setiap kamu adalah pemimpin. Setiap orang?  Memimpin apa? Paling tidak memimpin diri sendiri.  Bagaimana supaya diri kita ini terkendali. Karena setiap orang itu selalu punya keinginan-keinginan. Tugas memimpin bagi dirinya sendiri adalah mengendalikan keinginan-keinginan itu. Menurut teori imam Ghazali dalam diri manusia itu ada akal dan nafsu. Ketika nafsu mengalahkan akal, maka nafsunya itu menjadi nafsu amarah. Ketika akal mengalahkan nafsu, maka nafsu itu menjadi nafsu muthmainah. Ketika nafsu dan akal saling mengalahkan nafsu disebut nafsu lawammah. Ini adalah satu dinamika di dalam diri kita sebagai pemimimpin bagi diri kita. Itu akan terjadi perang terus. Antara keingian dan pengendalian yang dilakukan oleh akal kita. Kalau kita bisa mengendalikan keinginan-keinginan nafsu kita maka kita akan tergolong orang-orang yang mempunyai nafsu muthmainah (nafsu yang tenang).

Pengendalian diri dibutuhkan oleh setiap orang, pemimpin atau rakyat, kaya atau miskin, muda atau tua, laki-laki atau perempuan. Yang demikian itu dilakukan untuk memelihara eksistensi manusia dan kemanusiaannya. Sebab, salah satu kelemahan manusia yang paling mendasar adalah ketidakmampuan untuk mengendalikan diri!
Wallahu a’lam bi shawab!