Tidak mudah mendifinisikan tentang cinta
meskipun kita sangat akrab dengan cinta. Sebagai seorang manusia kita memiliki
emosi sehingga sering dilanda cinta, benci maupun kecewa. Setiap manusia yang
normal pasti pernah mengalami perasaan cinta. Terlepas semua itu cinta sejati
atau cinta palsu yang membuat hati kita perih dan pedih. Cinta adalah perasaan
simpati yang melibatkan emosi yang mendalam.
Kadang-kadang kita menjadi korban cinta
palsu yang hanya mengedepankan hawa nafsu. Kitapun menjerit, dan jika hati
tidak tabah tidak mustahil kita menjadi putus asa dan tidak mempercayai cinta!
Tetapi kita tidak boleh berpikiran negatif, karena tidak semua cinta itu palsu.
Bukankah di dunia ini tidak sedikit bahtera rumah tangga yang dilimpahi oleh
kasih sayang dan cinta? Atau mungkin keluarga Anda sendiri? Sudahkan doa yang
dilantunkan ketika kita menikah dulu, yaitu menjadi keluarga yang sakinah
mawaddah dan rahmah, telah mengujud dalam keluarga kita?
Mudah-mudahan Allah menghadirkan cinta
dalam keluarga kita! Tetapi kehidupan ini tidak selalu seperti yang kita
bayangkan. Kehidupan ini adalah seperti yang kita jalani. Jangan kaget dan
kecewa jika Anda dipermainkan oleh cinta. Jangan heran jika cinta yang anda
buru itu ternyata adalah cinta palsu! Sejatinya tidak ada yang mutlak cinta di
antara anak manusia, yang mutlak itu hanyalah cinta Allah kepada hambanya.
Sebab cinta kita kepada Allah itu tidak pernah bertepuk sebelah tangan! Jika
kita mencintai Allah, pasti Dia akan mencintai kita, bahkan melebihi cinta kita
kepada-Nya. Jika kita menjadi kekasih Allah, maka cinta kita kepada sesamapun akan
mendapatkan limpahan rahmatnya. Oleh karena itu, jika kita ingin mendapatkan
cinta sejati, maka kita harus menempatkan cinta kita kepada Allah di atas
segala-galanya.
“Katakanlah: “jika bapa-bapa, anak-anak,
saudara-saudara, istri-istri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu
usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiaanya, dan rumah-rumah tempat
tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai daripada Allah dan rasul-Nya
dan dari berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan
keputusan-Nya,” dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik
(At-Taubah (9) : 24)
Dalam ayat tersebut jelas sekali tersirat
bahwa cinta kita kepada Allah di atas segala-galanya. Ketika kita mencintai
sesuatu, cinta itu harus diarahkan untuk mentaati Allah dan Rasul-Nya.
Untuk memahami permasalahan cinta kita
tidak perlu memburu definisi cinta dari para ahli cinta. Tetapi yang lebih
penting lagi marilah kita kenali unsur-unsur cinta yang dapat kita jadikan
tolok ukur untuk mengetahui kualitas cinta kita terhadap sesuatu yang kita
cintai. Boleh jadi kita menyatakan, aku mencintai istri/suamiku, mencintai
anak-anaku, mencintai agamaku. Benarkah? Tunggu dulu! Untuk membuktikannya,
marilah kita elaborasi tentang unsur-unsur cinta.
Pertama, dalam cinta itu
harus ada care, perhatian. Orang yang benar-benar cinta atau sayang itu
ada perhatian. Misalnya kalau suami pergi ke luar kota ada perhatian dari
istrinya. Ayah sudah sampai belum? Ayah sudah makan belum? Begitu juga jika
kita mencntai agama kita. Harus ada perhatian! Cinta itu harus ada care, ada
perhatian. Makanya orang yang jatuh cinta perhatian banget. Sakit sedikit, kamu
sudah minum obat belum? Kamu sudah pergi ke dokter belum? Kalau belum mari ke
antar ke dokter agar penyakitmu tidak semakin parah.
Kedua, dalam cinta itu harus
ada responsibilty atau tanggung jawab. Jadi orang yang mencintai itu
satu ada care dan ada tanggungjawab. Makanya kalau kita mencintai anak-anak
kita maka kita harus bertanggungjawab. Kalau kita mencintai pekerjaan kita maka
kita harus bertanggungjawab. Kalau kita mencintai agama kita maka kita harus
bertanggungjawab dengan ajaran-ajaran agama yang kita yakini. Jangan membuat
Allah murka kepada kita.
Yang ketiga dalam cinta itu
harus ada respect atau hormat. Maksudnya cinta harus melahirkan sikap
yang selalu berikhtiar untuk tidak mengecewakan obyek yang dicintai. Jadi yang
dimaksud respect itu berjuang untuk tidak mengecewakan orang yang kita
cintai. Kalau kita memang mencintai rasul ya kita jangan mengecewakan rasul.
Kalau kita mengaku cinta kepada Allah kita jangan membuat Allah murka. Kalau
kita mencintai anak kita yaa kita jangan mengecewakan anak kita. Kalau kita
mencintai pasangan hidup kita maka jangan mengecewakan pasangan hidup kita.
Yang keempat Knowledge
(pengetahuan). Cinta itu harus melahirkan minat untuk memahami obyek yang kita
cintai. Contohnya, ibu yang sayang anaknya pasti dia tahu benar tentang
anaknya. Kesukaannya apa, sayur atau buah-buahan. Karena ada orang tua yang
tidak mengenal detil anaknya sampai dia tidak mengetahui apa kesukaan anaknya?
Siapa teman-teman anaknya? Dan tidak mengetahui kebiasaan-kebiasaan anaknya.
Ada seorang istri yang mencintai suaminya pasti pengetahuan tentang suaminya
detail. Kapan suaminya kecewa, kapan suaminya marah, kapan suaminya senang, dia
tahu.
Maka, jika kita mengaku
mencintai agama kita sudahkah lahir minat di dalam hati kita untuk memahami
kehendak Allah yang kita cintai. Kehendak Allah yang termaktub di dalam
Al-Quran? Adakah rasa tanggunjawab terhadap agama kita untuk membumikan
kalimah-kalimah Allah menurut kemampuan yang kita miliki? Adakah perhatian
terhadap permasalan-permasalahan agama kita? Apakah kita sudah berikhtiar
sekuat tenaga untuk tidak mengecewakan Allah yang kita cinta?