Thursday, January 28, 2016

CINTA


Tidak mudah mendifinisikan tentang cinta meskipun kita sangat akrab dengan cinta. Sebagai seorang manusia kita memiliki emosi sehingga sering dilanda cinta, benci maupun kecewa. Setiap manusia yang normal pasti pernah mengalami perasaan cinta. Terlepas semua itu cinta sejati atau cinta palsu yang membuat hati kita perih dan pedih. Cinta adalah perasaan simpati yang melibatkan emosi yang mendalam.

Kadang-kadang kita menjadi korban cinta palsu yang hanya mengedepankan hawa nafsu. Kitapun menjerit, dan jika hati tidak tabah tidak mustahil kita menjadi putus asa dan tidak mempercayai cinta! Tetapi kita tidak boleh berpikiran negatif, karena tidak semua cinta itu palsu. Bukankah di dunia ini tidak sedikit bahtera rumah tangga yang dilimpahi oleh kasih sayang dan cinta? Atau mungkin keluarga Anda sendiri? Sudahkan doa yang dilantunkan ketika kita menikah dulu, yaitu menjadi keluarga yang sakinah mawaddah dan rahmah, telah mengujud dalam keluarga kita?


Mudah-mudahan Allah menghadirkan cinta dalam keluarga kita! Tetapi kehidupan ini tidak selalu seperti yang kita bayangkan. Kehidupan ini adalah seperti yang kita jalani. Jangan kaget dan kecewa jika Anda dipermainkan oleh cinta. Jangan heran jika cinta yang anda buru itu ternyata adalah cinta palsu! Sejatinya tidak ada yang mutlak cinta di antara anak manusia, yang mutlak itu hanyalah cinta Allah kepada hambanya. Sebab cinta kita kepada Allah itu tidak pernah bertepuk sebelah tangan! Jika kita mencintai Allah, pasti Dia akan mencintai kita, bahkan melebihi cinta kita kepada-Nya. Jika kita menjadi kekasih Allah, maka cinta kita kepada sesamapun akan mendapatkan limpahan rahmatnya. Oleh karena itu, jika kita ingin mendapatkan cinta sejati, maka kita harus menempatkan cinta kita kepada Allah di atas segala-galanya.

“Katakanlah: “jika bapa-bapa, anak-anak, saudara-saudara, istri-istri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiaanya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai daripada Allah dan rasul-Nya dan dari berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya,” dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik (At-Taubah (9) : 24)

Dalam ayat tersebut jelas sekali tersirat bahwa cinta kita kepada Allah di atas segala-galanya. Ketika kita mencintai sesuatu, cinta itu harus diarahkan untuk mentaati Allah dan Rasul-Nya.

Untuk memahami permasalahan cinta kita tidak perlu memburu definisi cinta dari para ahli cinta. Tetapi yang lebih penting lagi marilah kita kenali unsur-unsur cinta yang dapat kita jadikan tolok ukur untuk mengetahui kualitas cinta kita terhadap sesuatu yang kita cintai. Boleh jadi kita menyatakan, aku mencintai istri/suamiku, mencintai anak-anaku, mencintai agamaku. Benarkah? Tunggu dulu! Untuk membuktikannya, marilah kita elaborasi tentang unsur-unsur cinta.

Pertama, dalam cinta itu harus ada care, perhatian. Orang yang benar-benar cinta atau sayang itu ada perhatian. Misalnya kalau suami pergi ke luar kota ada perhatian dari istrinya. Ayah sudah sampai belum? Ayah sudah makan belum? Begitu juga jika kita mencntai agama kita. Harus ada perhatian! Cinta itu harus ada care, ada perhatian. Makanya orang yang jatuh cinta perhatian banget. Sakit sedikit, kamu sudah minum obat belum? Kamu sudah pergi ke dokter belum? Kalau belum mari ke antar ke dokter agar penyakitmu tidak semakin parah.

Kedua, dalam cinta itu harus ada responsibilty atau tanggung jawab. Jadi orang yang mencintai itu satu ada care dan ada tanggungjawab. Makanya kalau kita mencintai anak-anak kita maka kita harus bertanggungjawab. Kalau kita mencintai pekerjaan kita maka kita harus bertanggungjawab. Kalau kita mencintai agama kita maka kita harus bertanggungjawab dengan ajaran-ajaran agama yang kita yakini. Jangan membuat Allah murka kepada kita.

Yang ketiga dalam cinta itu harus ada respect atau hormat. Maksudnya cinta harus melahirkan sikap yang selalu berikhtiar untuk tidak mengecewakan obyek yang dicintai. Jadi yang dimaksud respect itu berjuang untuk tidak mengecewakan orang yang kita cintai. Kalau kita memang mencintai rasul ya kita jangan mengecewakan rasul. Kalau kita mengaku cinta kepada Allah kita jangan membuat Allah murka. Kalau kita mencintai anak kita yaa kita jangan mengecewakan anak kita. Kalau kita mencintai pasangan hidup kita maka jangan mengecewakan pasangan hidup kita.

Yang keempat Knowledge (pengetahuan). Cinta itu harus melahirkan minat untuk memahami obyek yang kita cintai. Contohnya, ibu yang sayang anaknya pasti dia tahu benar tentang anaknya. Kesukaannya apa, sayur atau buah-buahan. Karena ada orang tua yang tidak mengenal detil anaknya sampai dia tidak mengetahui apa kesukaan anaknya? Siapa teman-teman anaknya? Dan tidak mengetahui kebiasaan-kebiasaan anaknya. Ada seorang istri yang mencintai suaminya pasti pengetahuan tentang suaminya detail. Kapan suaminya kecewa, kapan suaminya marah, kapan suaminya senang, dia tahu. 

Maka, jika kita mengaku mencintai agama kita sudahkah lahir minat di dalam hati kita untuk memahami kehendak Allah yang kita cintai. Kehendak Allah yang termaktub di dalam Al-Quran? Adakah rasa tanggunjawab terhadap agama kita untuk membumikan kalimah-kalimah Allah menurut kemampuan yang kita miliki? Adakah perhatian terhadap permasalan-permasalahan agama kita? Apakah kita sudah berikhtiar sekuat tenaga untuk tidak mengecewakan Allah yang kita cinta?









Tuesday, January 26, 2016

ANTARA DUSTA DAN MUNAFIQ


Salah satu nikmat yang diberikan oleh Allah kepada manusia di dalam hidup ini adalah kemampuan berkata-kata, kemampuan menyalurkan hasrat hati, dan keinginan jiwa melalui ucapan dengan bahasa sebagai alat komunikasi. Dengan bahasa manusia dapat menyampaikan informasi, menyalurkan perasaan, gagasan, dan emosi. Dengan bahasa manusia juga dapat mempengaruhi sikap dan pendapat orang lain.


Bahasa yang dalam bahasa Inggrisnya disebut language berasal dari bahasa latin yang berarti “lidah”. Anda tentu sudah paham betul bahwa lidah merupakan alat ucap yang paling sering digunakan daripada alat ucap yang lain. Ngomong-ngomong soal lidah, meskipun dia tidak bertulang tetapi memiliki kemampuan yang luar biasa, bentuknya memang kecil tetapi dapat mempengaruhi kehidupan manusia.


Lidah bisa menempatkan seseorang pada posisi yang tinggi, Lidah juga bisa menempatkan seseorang pada posisi yang paling rendah. Karena lidahnya seseorang dipuji, karena lidahnya pula orang dicacimaki. Lidah itu meskipun kecil bentuknya tetapi besar akibatnya. Hampir sebagian besar kesulitan-kesulitan yang menimpa manusia pada mulanya disebabkan oleh lidah. Pepatah mengatakan, “manusia akan selamat jika dia pandai menjaga lidahnya”. Artinya jika manusia tidak dapat memfungsikan lidah dengan benar akan mengakibatkan bencana, sebaliknya jika manusia dapat memfungsikan lidah dengan baik dan benar mereka akan mendapatkan keberuntungan. Salah satu contoh  paling umum yang dapat menimbulkan bencana adalah mempergunakan lidah untuk berdusta.

Bagi sementara orang, dusta itu memang sangat mengasyikkan. Ketika sedang ngobrol dengan teman kadang-kadang dusta itu terlontar dari mulut tanpa terasa. Saya kira kita sudah tidak asing lagi dengan dusta. Dusta ialah tidak adanya kesesuaian antara berita dengan kenyataan. Berita tidak sesuai dengan kenyataannya. Dusta adalah kebohongan. Bentuknya bisa mengada-ada, menambah-nambah, ataupun mengurangi. Itu merupakan bentuk-bentuk tidak sesuainya berita dengan kenyataan.

Apa bahaya dusta dalam kehidupan manusia? Pertama, bagi dirinya sendiri, orang yang berdusta sebenarnya membahayakan dirinya sendiri. Ia akan dikucilkan dari pergaulan. Sekali berdusta mungkin orang masih percaya. Dua kali dia berdusta mungkin orang masih bisa mentolerir. Ke tiga kali berdusta orang sudah tidak akan percaya lagi. Akhirnya dia dikucilkan dalam pergaulan. Lain hari, walaupun dia serius berbicara orang tidak akan mempercayai kata-katanya lagi.

Sebagai ilustrasi, ada suatu cerita tentang seorang penggembala kambing.  Penggembala itu sedang menggembalakan kambingnya di tanah lapang dekat hutan. Suatu hari, karena kesepian, dia iseng. Timbulah suatu keinginan untuk menggoda orang-orang kampung. Dia berteriak-teriak:



“Tolong ada Srigala! Ada Srigala!”Teriaknya dengan keras.

Mendengar teriakan ini suasana menjadi gempar. Orang kampung nyaris keluar semua. Mereka berlarian serabutan untuk menolong penggembala itu.

                “Mana Serigalanya? Mana?”Teriak orang-orang kampung itu.

Melihat tingkah laku orang kampung, penggembala itu tertawa cengengesan merasa senang karena dia berhasil menipu orang-orang kampung. Ketika mereka menyadari dibohongi oleh penggemla itu mereka mengumpat sejadi-jadinya dan meninggalkan tempat itu dengan kemarahan yang meluap-luap.

Pada kesempatan yang lain peristiwa itu terjadi lagi. Dan keluarlah orang-orang kampung untuk menolong penggembala kambing tersebut. Untuk kedua kalinya mereka dibohongi.

Pada suatu hari Serigalanya benar-benar datang. Tentu saja Sang penggembala berteriak-teriak ketakutan meminta tolong pada orang-orang kampung. Tetapi orang-orang kampung sudah tidak percaya lagi. Mereka menganggap teriakan penggembala itu hanya bohong, maka tidak ada satupun orang kampung yang keluar memberikan pertolongan. Akhirnya kambing-kambing itu dimakan serigala! 

Dari cerita tersebut dapat kita ketahui bahwa yang rugi adalah penggembala itu sendiri. Satu kali dia bohong orang masih percaya, dua kali orang masih mentolerir, ketiga kalinya sudah tidak ada yang percaya lagi. Dan dia terkucil dari pergaulan akibat dusta. Karena tidak seorangpun yang senang berteman dengan seorang pendusta, karena seorang pendusta tidak akan segan-segan menjual temannya sendiri. Mengkambinghitamkan temannya sendiri. Merusak pergaulan di dalam kehidupan ini.

Bahaya yang kedua, sifat dusta menyuburkan watak munafik. Nabi Muhammad bersabda :

“Tanda-tanda orang munafik itu ada tiga. Apabila berbicara selalu berdusta, apabila berjanji dia selalu ingkar, apabila dipercaya dia selalu berkhianat.”

آيَةُ الْمُنَافِقِ ثَلَاثٌ إِذَا حَدَّثَ كَذَبَ وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ وَإِذَا اؤْتُمِنَ خَانَ

Hadits lain yang menunjukkan dicelanya perbuatan dusta adalah hadits‘Abdullah bin Mas’ud radliyallaahu ‘anhu, dia berkata, Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam :

عَنْ عَبْدُاللهِ بْنِ عَمَرْ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ : قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : أَرْبَعٌ مَنْ
كُنَّ فِيْهِ كَانَ مُنَافِقًا خَالِصًا. وَمَنْ كَانَتْ فِيْهِ خَلْصَةُ مِنْهُنَّ كَانَتْ فِيْهِ خَلِصَةُ
مِنَ النِّفَاقِ حَتَّىيَدَعَهَا. اِذَائْتُمِنَ خَانَ وَاِذَا حَدَّثَ كَذَبَ وَاِذَا عَاهَذَا خَدَرَ وَاِذَا خَاصَمَ فَجَرَ.


“Ada 4 sifat barang siapa yang memilikinya maka sungguh ia seorang munafik sejati, dan barang siapa yang memiliki 1 sifat diantara semua sifat-sifat itu, sungguh ia sedang berjalan menuju kearah munafik sampai ia meninggalkannya.Apabila dipercaya ia khianat, apabila berbicara ia berdusta, apabila berjanji ia ingkar, apabila bekerjasama ia curang.” 


Adakah bahaya-bahaya lain yang diakibatkan oleh dusta? Saya kira kita perlu mengelaborasi masalah dusta ini agar kita tidak menjadi pendusta, apalagi menjadi orang munafiq! Mudah-mudahan Allah senantiasa memberikan rahmat serta hidayah-Nya kepada kita dan menjadikan kita orang-orang yang jujur! Amiin! Wallahu a'lam bishowab!










Thursday, January 21, 2016

KESEHATAN ADALAH MODAL UTAMA KEHIDUPAN

Kesehatan adalah modal paling utama dalam kehidupan ini. Kita hanya bisa beraktifitas melakukan berbagai kegiatan di dalam hidup ini jika kita memiliki “kesehatan”.

Kecenderungan kita adalah, pentingnya satu kenikmatan itu baru kita rasakan  kalau  sudah berkurang kualitasnya, atau bahkan setelah hilang sama sekali dari diri kita. Kita baru merasakan pentingnya gigi kalau kita sedang sakit gigi, kita baru merasakan pentingnya mata jika mata kita sudah dapat digunakan untuk melihat lagi. Kita tidak merasakan nikmatnya kesehatan telinga kita kalau kita belum tuli, dll.

Sepanjang semuanya sehat, normal, kita kurang menjaga dan memeliharanya. Padahal Al-Quran (Ibrahim : 7 ) telah mengingatkan :

7. dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), Maka Sesungguhnya azab-Ku sangat pedih".

Kalau kalian pandai bersyukur dalam arti pandai menjaga nikmat menjaga karunia Allah kepadamu Aku akan menambah nikmat kepadamu, tetapi kalau kalian ingkar, tidak pandai bersyukur, kalau kamu tidak menjaga nikmat itu awas adzabku pedih adanya…. ! 

Begitulah kesehatan ini menjadi modal hidup kita dan dalam ibadah-ibadah kita. Lawan sehat adalah sakit. Berbicara masalah kesehatan kita tidak bisa melupakan masalah jasmani dan rohani, karena manusia itu terdiri dari dua elemen tersebut. Jasmani dan rohani! Dalam menyikapi kesehatan, kadang-kadang kita kehilangan keseimbangan. Perhatikan saja keadaan di sekeliling kita, kita sendiri, keluarga kita, tetangga-tetangga kita, atau masyarakat di sekitar kita, mereka berpayah-payah mengurusi jasmani mereka.

Satu hari tiga kali kita mandi membersihkan tubuh kita, kita hiasi tubuh kita dengan parfum yang bagus-bagus, dengan parfum yang wangi demi menjaga penampilan kita. Jika tubuh kita sedikit terganggu, misalnya terserang penyakit kepala atau demam, cepat-cepat kita lari ke dokter untuk mendapatkan obat. Pernahkah kita berpikir seperti itu untuk menambah kesehatan dan keindahan rohani kita? Yaitu menghiasinya dengan sifat-sifat yang baik. Dengan sabar, ikhlas, tawakal, dll. Sesibuk itukah kalau rohani kita yang diserang penyakit?  

Apa berbedaan dari dua penyakit ini? Yang pertama, penyakit dhohir banyak dokternya. Jantung ada dokternya, ginjal ada dokternya, paru-paru ada dokternya, lever, dll. Apalagi di zaman spesialisasi ini, cari saja dokter ahlinya. Sementara itu penyakit rohani dokternya hanya agama dan kemauan yang kuat dari yang terkena penyakit untuk mengobati diri. Sulit cari doter yang bisa mengobati penyakit sombong, iri, dengki dan kikir ! Hanya melalaui agama dan kemaun yang kuat dari orang yang terkena penyakit untuk mengobati diri melalui riadhoh, latihan-latihan.

Perbedaan yang lain. Bila yang terserang penyakit dhohir, kita lebih tahu dari orang lain. Tetapi apabila yang diserang penyakit batin orang lain lebih tahu dari kita, bahkan kadang-kadang orang yang kena penyakit hati parah tidak merasa kalau dia sakit. Kalau kita sombong, kikir, angkuh, kita sering menganggap wajar-wajar saja.

Makanya Sayidin Umar bin Khatab sering bertanya : Hai Kau lihat aku sombong atau tidak, kau litah aku pelit atau tidak, angkuh atau tidak. Kalau diberi tahu, belaiu senangnya bukan main, tidak jarang orang yang memberi tahu diberi hadiah oleh beliau. Itu bedanya kelas kita dengan Sayidina Umar. Kalau kita dberi tahu orang lain marah kita bukan main. Ngapain ngurusin orang lain, urusin diri sendiri saja! Atau kadang-kadang kita salah terima.

Ngomong-omong tentang penyakit, sehebat-hebat penyakit jasamani dia hanya merusak dunia, paling-paling mati. Tetapi kalau penyakit rohani merusak dunia dan menghancurkan akhirat. Kita diserang kanker, mati resiko dunia saja. Kalau masuk neraka tidak ada yang tanya, kenapa kamu masuk neraka, kanker pak? Yang menyebabkan masuk neraka itu penyakit rohani. Kalau kita diserang penyakit rohani rusaklah dunia, hancurlah akherat. Kita diserang penyakit sombong di dunia kita dikucilkan, diakherat juga jelas tempatnya. Kita diserang kikir bin pelit. Di dunia siapa yang mau bergaul dengan orang pelit, diakherat jelas tempatnya.

Heran. Kalau kita diserang penyakit dhohir kita panik ngutangsana- ngutang sini cepat-cepat lari kedokter karena kita kepingin diserang penyakit jasmani. Kalau kita diserang penyakit rohani, kita sering tenang-tenang saja. Padahal kalau kita diserang penyakit rohani, celaka dunia akherat. Kalau kita bersungguh-sungguh mencari obat untuk penyakit jasmani, bukankah kita harus lebih bersungguh untuk mencari obat penyakit rohani kita.?