Baru saja kita meninggalkan bulan syawal,
setelah sebelumnya pada bulan ramadhan kita menggembleng diri berusaha menjadi
manusia yang bertakwa. Pada Hari Raya Idul Fitri kita kembali ke Fitrah,
begitulah biasanya para ustadz ketika mengisi pengajian syawalan. Kembali ke
fitrah. Kalau kita kembali fitrah berarti dulu pernah dalam kondisi Fitrah?
Barangkali ada pertanyaan seperti itu.
Ketika dilahirkan manusia itu memang
dalam keadaan fitrah.
“Setiap
anak yang lahir dilahirkan di atas fitrah, maka kedua orang tuanyalah yang
menjadikan Yahudi, Majusi, atau Nasrani.”
Makna fitrah adalah kecenderungan untuk
beribadah, kecenderungan untuk mencari Allah/berislam/tunduk/patuh dan taat.
“Maka hadapkanlah dirimu sepenuhnya untuk
mengikuti ketentuan Ad-Diin yang lurus itu; Apa makna Ad-Diin dalam Al-Qur’an?
Agama. Apa yang dimaksud dengan agama dalam konteks ini? Islam. Dari mana kita
mengetahui bahwa yang dimaksud adama adalah Islam. Allah berfirman dalam surat
Ali Imran ayat 19, Sesungguhnya agama (yang diridhoi disisi Allah itu adalah
Islam ….
Ketentuan untuk tunduk kepada agama ini
adalah fitrah yang melekat pada setiap manusia. Jadi ketika lahir sebenarnya
setiap manusia itu punya kecenderungan untuk mencari agama. Tetapi,
kenyataannya, ada yang menyembah berhala (baik secara bendawi maupun sosial
budaya), menyembah banyak Tuhan. Hal itu menunjukkan bahwa mereka juga ingin
beribadah tetapi caranya salah. Disitulah munculnya dakwah untuk meluruskan
kembali jalan mereka yang bengkok. Kalau kita kembalikan ke surat Al-Fatihah
orang yang tersesat itu disebut dhaliin, yaitu yang tersesat dan perlu
dikembalikan ke jalan yang benar.
Kata fitrah juga menunjuk kepada sesuatu
yang baik, yang suci, yang bersih, yang lembut, yang ramah. Kalau kita selesai
menunaikan puasa ramadhan dan masuk ke bulan syawal kita kembali ke fitrah,
“Idul Fitri”. Fitri seakar dengan kata fitrah, biasa berarti futhur makanan
yang pertama kali dimakan, bisa juga berarti fitrah dalam kaidah akhlak. Yaitu
sesuatu yang suci/bersih, karena pada saat ramadhan kita membersihkan dari
dosa. Banyak istighfar, banyak beramal sehingga yang kotor-kotor menjadi
bersih. Oleh karena itu ada yang mengatakan kembali pada keadaan suci.
Bahkan sebenarnya sebelum manusia
dilahirkan dari perut ibundanya sudah disebut oleh Allah bahwa fitrah Islamnya
sudah ada, begitu dilahirkan fitrah baiknyapun sudah ada. (7:172),
“ dan (ingatlah), ketika Tuhanmu
mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil
kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berifirman): “Bukankah Aku ini Tuhanmu?”
mereka menjawab: “Betul (Engkau Tuhan kami), Kami menjadi saksi”. (Kami lakukan
yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: “Sesungguhnya
Kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (Keesaan Tuhan)”.
Jika demikian halnya, Lalu apa yang
merubah sehingga seseorang bisa jauh dari Allah? Menjalani hidup yang bukan
fitrahnya? Perjalanan hidupnyalah yang menyebabkan terjadinya semua itu ……
Maka, lingkungan dia, jangan hanya diartikan orang tua (bapak ibunya),
masing-masing memiliki saham dalam pembentukan pribadi seorang manusia. Banyak
kejadian, bapak ibunya shaleh, dekat dengan Allah tetapi lingkungan belajar dan
bergaul yang membuatnya jauh dari Allah. Dengan kata lain, tidak mustahil orang
tuanya shalih dan dididik secara Islam, tetapi salah bergaul sehingga dia
tersesat jalan. Jadi, yang salah itu sebetulnya bukan hanya lingkungan di
rumah. Mungkin tempat dia berteman, tempat dia bergaul. Dan jika mereka
tersesat jalan dan jauh dari Allah maka sebenarnya itu bukan fitrah mereka,
tetapi karena pengaruh lingkungan kehidupan yang ada di sekitar mereka. Bahkan
sekarang ini lingkup pergaulan mereka semakin luas dengan adanya internet.