Thursday, July 18, 2019

Manusia Dilahirkan dalam Keadaan Fitrah


Baru saja kita meninggalkan bulan syawal, setelah sebelumnya pada bulan ramadhan kita menggembleng diri berusaha menjadi manusia yang bertakwa. Pada Hari Raya Idul Fitri kita kembali ke Fitrah, begitulah biasanya para ustadz ketika mengisi pengajian syawalan. Kembali ke fitrah. Kalau kita kembali fitrah berarti dulu pernah dalam kondisi Fitrah? Barangkali ada pertanyaan seperti itu.



Ketika dilahirkan manusia itu memang dalam keadaan fitrah.

 “Setiap anak yang lahir dilahirkan di atas fitrah, maka kedua orang tuanyalah yang menjadikan Yahudi, Majusi, atau Nasrani.”

Makna fitrah adalah kecenderungan untuk beribadah, kecenderungan untuk mencari Allah/berislam/tunduk/patuh dan taat.

“Maka hadapkanlah dirimu sepenuhnya untuk mengikuti ketentuan Ad-Diin yang lurus itu; Apa makna Ad-Diin dalam Al-Qur’an? Agama. Apa yang dimaksud dengan agama dalam konteks ini? Islam. Dari mana kita mengetahui bahwa yang dimaksud adama adalah Islam. Allah berfirman dalam surat Ali Imran ayat 19, Sesungguhnya agama (yang diridhoi disisi Allah itu adalah Islam ….

Ketentuan untuk tunduk kepada agama ini adalah fitrah yang melekat pada setiap manusia. Jadi ketika lahir sebenarnya setiap manusia itu punya kecenderungan untuk mencari agama. Tetapi, kenyataannya, ada yang menyembah berhala (baik secara bendawi maupun sosial budaya), menyembah banyak Tuhan. Hal itu menunjukkan bahwa mereka juga ingin beribadah tetapi caranya salah. Disitulah munculnya dakwah untuk meluruskan kembali jalan mereka yang bengkok. Kalau kita kembalikan ke surat Al-Fatihah orang yang tersesat itu disebut dhaliin, yaitu yang tersesat dan perlu dikembalikan ke jalan yang benar.

Kata fitrah juga menunjuk kepada sesuatu yang baik, yang suci, yang bersih, yang lembut, yang ramah. Kalau kita selesai menunaikan puasa ramadhan dan masuk ke bulan syawal kita kembali ke fitrah, “Idul Fitri”. Fitri seakar dengan kata fitrah, biasa berarti futhur makanan yang pertama kali dimakan, bisa juga berarti fitrah dalam kaidah akhlak. Yaitu sesuatu yang suci/bersih, karena pada saat ramadhan kita membersihkan dari dosa. Banyak istighfar, banyak beramal sehingga yang kotor-kotor menjadi bersih. Oleh karena itu ada yang mengatakan kembali pada keadaan suci.

Bahkan sebenarnya sebelum manusia dilahirkan dari perut ibundanya sudah disebut oleh Allah bahwa fitrah Islamnya sudah ada, begitu dilahirkan fitrah baiknyapun sudah ada. (7:172),

“ dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berifirman): “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” mereka menjawab: “Betul (Engkau Tuhan kami), Kami menjadi saksi”. (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: “Sesungguhnya Kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (Keesaan Tuhan)”.

Jika demikian halnya, Lalu apa yang merubah sehingga seseorang bisa jauh dari Allah? Menjalani hidup yang bukan fitrahnya? Perjalanan hidupnyalah yang menyebabkan terjadinya semua itu …… Maka, lingkungan dia, jangan hanya diartikan orang tua (bapak ibunya), masing-masing memiliki saham dalam pembentukan pribadi seorang manusia. Banyak kejadian, bapak ibunya shaleh, dekat dengan Allah tetapi lingkungan belajar dan bergaul yang membuatnya jauh dari Allah. Dengan kata lain, tidak mustahil orang tuanya shalih dan dididik secara Islam, tetapi salah bergaul sehingga dia tersesat jalan. Jadi, yang salah itu sebetulnya bukan hanya lingkungan di rumah. Mungkin tempat dia berteman, tempat dia bergaul. Dan jika mereka tersesat jalan dan jauh dari Allah maka sebenarnya itu bukan fitrah mereka, tetapi karena pengaruh lingkungan kehidupan yang ada di sekitar mereka. Bahkan sekarang ini lingkup pergaulan mereka semakin luas dengan adanya internet.