Sunday, September 30, 2018

Memaknai Bulan Muharram


Jika tahun baru tiba, baik tahun baru Islam (muharram) maupun masehi, nasehat yang biasa disampaikan adalah mengisi lembaran-lembaran baru, tentu saja lembaran yang lebih baik dibandingkan dengan tahun yang lalu. Para da’I pada tahun baru Islam selalu mengajak kita untuk berhijrah dari kegelapan menuju cahaya. Dari kegelapan menuju cahaya yang terang benderang. Kemudian, untuk memotivasi semangat perubahan, biasanya dikutip hadits atau bukan penulis belum melakukan penelitian. Yang jelas isinya sangat bagus dan patut diaati meskipun dia bukan hadits seperti yang dipahami umum;



Barang siapa hari ini sama dengan kemarin, maka dia termasuk orang yang rugi.

Barang siapa yang hari ini lebih buruk dengan hari kemarin maka dia termasuk orang yang terlaknat.

Dan, barang siapa hari ini lebih baik dengan hari kemarin, maka dia termasuk orang yang beruntung.

Nah, bagus bukan? Jika kita mengikutinya pasti kita akan menjadi orang yang selalu berubah menuju kebaikan dan selalu berupaya menjadi manusia yang lebih baik. Itulah hijrah berpindah dari dzulumat menuju Nur. Dari gelap menjadi terang.

Bagi umat Islam, bulan Muharram merupakan sebuah momen sejarah penting, yang ditandai dengan peristiwa hijrah Rasulullah SAW dari Makkaah ke Madinah (Yastrib). Peristiwa Hijrahnya Rasulullah SAW ke Madinah, yang dulunya bernama kota Yastrib, kota yang sering disebutkan banyak penyakit dan kumuh, berubah menjadi kota Madinah Al-Munawwarah, yaitu kota yang memiliki peradaban dan pencereahan.

Lantas apa makna Hijrah Rasulullah SAW bagi umat Islam sekarang ini? Menurut Dr. Abdul Mu'ti, Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, dalam tabligh akbar di Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kampar, Riau (22/09), menyebutkankan setidaknya ada 3 makna Hijrah yang bisa kita ambil dan terapkan untuk saat sekarang.

Pertama, bahwa peristiwa Hijrahnya Rasulullah SAW ke Madinah, yang pertama sekali dilakukan oleh Nabi SAW saat masuk kota Madinah adalah membangun Masjid, yaitu Masjid Quba. Masjid inilah yang dikenal sebagai masjid yang pertama dibangun oleh Nabi SAW. sesampai Nabi SAW di Madinah, dilanjutkan membangun Masjid Nabawi.

Makna dari yang dilakukan oleh Rasulullah ini menurut Abdul Mu'ti adalah, bahwa Hijrah bermakna membangun fondasi Taqwa.

"Pilihan Nabi SAW ini untuk membangun masjid saat peristiwa Hijrah, menunjukkan bahwa fondasi taqwa menjadi kunci utama dalam melakukan perubahan kehidupan manusia dan bangsa. Masjid merupakan fondasi Taqwa yang akan dapat mengubah kehidupan Islam, oleh karenanya, pertama yang dilakukan Nabi adalah membangun Masjid",tuturnya.

Kedua, Setelah Rasulullah membangun masjid, Rasul SAW kemudian melanjutkan membangun pasar. Keberadaan pasar ini, tidak jauh dari masjid Madinah yang lebih dulu dibangun Nabi SAW.

Makna membangun pasar adalah membangun fondasi ekonomi masyarakat. Menurut Abdul Mu'ti, makna hijrah kedua yang bisa kita ambil adalah, bahwa membangun masyarakat, harus diikuti membangun fondasi ekonomi masyarakatnya. Pasar adalah simbol dar upaya Rasulullah membangun fondasi ini.

Ketiga, setelah fondasi taqwa melalui masjid, dan fondasi ekonomi melalui pasar, kemudian Rasulullah melanjutkan membangun fondasi politik, dengan menerbitkan piagam Madinah." Piagam Madinah ini, merupakan peraturan dan perundang-undangan masyarakat Madinah, untuk menata masyarakat yang plural", tutur Mu'ti.

Kepiawaian Rasulullah untuk mengeluarkan piagam Madinah, mendapat pujian banyak pihak, ada yang menyebut, cara berpikir Nabi, melampaui zamannya. Oleh karena itu, menurut Dosen UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini, Madinah menjadi rujukan dan pilot projek bagi negara-negara modern",ungkapnya.

Jadi secara singkat, spirit Hijrah Rasulullah SAW, adalah semangat bagi umat muslim hari ini, untuk memperkuat fondasi ketakwaan, ekonomi dan masyarakatnya. Sehingga tercipta negeri yang baldatun tayyibatun warabbun qhafur.





Monday, September 17, 2018

MEMBACA AYAT-AYAT TUHAN


Kata alam seakar dengan kata alamat atau tanda yang menunjukkan kepada sesuatu. Oleh karena itu alam raya ini juga dinamai ayat-ayat Allah. Alam raya yang demikian luas ini adalah tanda yang menunjuk kearah perjalanan kita menuju Allah SWT. Ayat-ayat Allah ada dua macam. Terbentang di persada bumi ini dan di langit yang luas itu, ada juga ayat-ayat yang terbaca, yaitu ayat-ayat Al-Quran.



Keduanya sangat mempesona. Alam raya sesungguhnya sangat mempesona, hanya saja karena ketika lahir telah ada , kita selalu mendengar dan tiap hari kitapun dapat dilihat ditambah lagi dengan akal pikiran kita yang disibukkan oleh urusan keduniaan sehingga terjadi erosi. Sesuatu yang sebenarnya indah itu tampak biasa. Susana hati, kedekakatan kita kepada Allah dan keberhasihan hati kita memang bisa menghadirkan keindahan-keindahan di dalam hidup kita.

Alam raya dijadikan Allah sebagai tanda untuk menuju ke hadiratnya. Ciptaan Allah ini sangat-sangat indah memukau. Ada sementara orang yang terpukau dan terpaku di sana sampai-sampai lupa bahwa dia sedang dalam perjalanan menuju Tuhan.



Dia berhenti di sana. Ini dapat diibaratkan seseorang yang menuju ke suatu kota atau tempat tertentu. Dalam perejalanannya dia menemukan patung yang menunjuk arah kota yang ditujunya tetapi karena patung itu sedemikian indahnya dan ditangan patung itu ada sebuah cincin berlian maka dia terpesona dan terpaku di sana sehingga lupa bahwa dia sebenarnya sedang dalam perjalanan menuju Allah. Patung yang indah itu bukan perjalanan terakhir, tetapi hanyalah satu petunjuk dalam perjalanan yang sebenarnya. Begitu juga para pemuja alam terpaku oleh keindahan alam sehingga mereka melupakan Tuhannya.

Planet-planet tata surya kita kalau dibanding dengan alam raya ini hanya bagaikan sebiji kacang di tengah lapangan sepakbola. Banyak sekali ayat-ayat Allah , banyak sekali fenomena alam dapat mengantar kita untuk menyadari betapa Maha Agungnya Allah. .

Jangan menduga hanya dari hal-hal besar dan agung kita dapat menarik pelajaran, dari hal-hal yang kecil sekalipun kita bisa menarik pelajaran mengambil I’tibar untuk kelanjutan hidup kita dan untuk mencapai prestasi yang lebih baik lagi.

Timur Lang yang tadinya orang yang merasa rendah diri, karena pincang, suatu ketika dia melihat seekor semut membawa beban mendaki ke atas  terjatuh, dia berusaha lagi, terjatuh lagi, berusaha lagi, …… sehingga berhasil mencapai puncak yang dikehendakinya. Timur Lang menarik pelajaran bahwa diapun harus demikian.

Ibnu Hajar yang dinamai anak batu seorang ulama besar. Pada masa kecilnya tidak cerdas. Dia ke sungai melihat sebuah batu yang ditetesi setetes demi setetes oleh air akhirnya berlubang. Dia kembali, merenung, bahwa diapun mampu untuk mencerdaskan fikirannya asal dia tekun.

Tetapi sayang banyak yang salah faham terhadap eksistensi alam, mereka menganggap alam sebagai tujuan terakhir sehingga disembah-sembahnya. Mereka menjadi budak dan menjadikan alam menjadi pusat segalanya, termasuk dalam memandang satu permasalahan yang mereka hadapi. Bahkan dalam urusan hidup mereka berpandangan bahwa hakekat kehidupan ini adalah susunan individualism hasil reflek dari hokum alam besar. Dimana planet-planet dan yang lainnya berjalan sendiri-sendiri penuh ketaraturan maka hendaklah seperti itu dalam menjalani hidup ini. Ada satu hal yang mereka lupakan. Alam raya bisa teratur itu tidak berjalan sendiri, tetapi ada yang mengaturnya. Segala sesuatunya menjadi kacau setelah Tuhan mereka matikan perannya.

Sebenarnya Allahlah yang menjadi subyek dan manusia hanya menjadi wakil subyek. Karena Allah telah dihilangkan dalam hidup mereka, maka akhirnya merekalah yang menjadi subyek menentukan hidup menurut selera mereka sendiri.

Akibatnya mengujudlah individualism dan liberalism. Dan seterusnya bermetamorfose menjadi faham-faham kehidupan yang lain. Berikut ini adalah faham-faham kehidupan yang perlu Anda ketahui sebagai anak dari sekularisme.


Disarikan dari berbagai sumber