Lawan dari keseimbangan adalah
ketimpangan. Salah satu alternatif makna kata timpang, dalam KBBI, adalah tidak
seimbang; ada kekurangan (ada cela); berat sebelah. Ketimpangan jika dibiarkan
berlarut-larut akan menimbulkan carut marut di dalam kehidupan. Seperti telah
kita bicarakan dalam postingan sebelumnya bahwa Tuhan menciptakan alam semesta
ini dengan perhitungan yang sangat seimbang. Misalnya dalam sistem tata surya
kita, dimana matahari beredar pada porosnya dikelilingi planet-planet yang
diikat oleh gaya tarik Matahari. Antara planet yang satu dengan yang lainnya
punya jalur edar sendiri-sendiri dan tidak saling berbenturan, yang semua itu
bisa terlaksana hanya dengan rumusan yang sangat seimbang. Begitu juga dengan
benda-benda angkasa yang lainnya.
Sebenarnya kondisi keseimbangan alam
organis tersebut jika kita perhatikan merupakan ungkapan budaya bagi manusia.
Sehingga keseimbangan itu juga berlaku pada kehidupan sosial budaya manusia.
Kita sepakat bahwa setiap agama, atau setiap orang yang berpikiran waras,
selalu mengajarkan nilai-nilai kehidupan yang baik dan keseimbangan hidup.
Agama selalu memerintahkan untuk berlaku adil, tidak membeda-bedakan status,
menghormati terhadap sesama manusia, saling menyayangi, menolong mereka yang
membutuhkan dan melindungi mereka yang lemah. Setiap agama dan orang-orang yang
berpikiran waras juga melarang perilaku serakah, menimbun-nimbun harta,
merugikan orang lain. Sewenang-wenang, egois, menindas sesama manusia, merusak
lingkungan, dll. Tuhan berharap bahwa dengan berpegang pada ajaran-Nya, manusia
bisa hidup selaras dan seimbang terhadap sesama manusia maupun alam
disekelilingnya, sehingga tercipta kondisi kehidupan yang saling menyayangi,
sejahtera, teratur, bersih, bagaikan taman surga yang demikian indah.
Namun, sifat buruk manusia, seperti
serakah, iri, dengki, dendam, egois dan lain-lain biasanya lebih dominan.
Mereka dengan berbagai cara berusaha melanggar, menafsirkan, menghapus, bahkan
merubah-rubah aturan Tuhan untuk mendapatkan status yang tinggi, kekayaan yang
berlimpah, dan kekuasaan yang memabukkan dalam kehidupan ini.
Tuhan melarang manusia
menimbun-nimbun harta (AQ, surat Humazah
1-3), serta memerintahkan kepada manusia untuk melindungi dan mensejahterakan
anak-anak yatim dan fakir miskin (Al-Ma’uum, 1-3). Namun, apa yang terjadi?
Sebagian besar manusia justru berlomba-lomba memperkaya diri dan tidak mau tahu
terhadap mereka yang kekurangan.
Karena keterbatasan kemampuan fisik
manusia dewasa yang secara umum tidak jauh berbeda antara satu dengan yang
lainnya, maka kelebihan harta secara mencolok yang diperoleh atas usaha/kerja
seseorang berarti ada pihak lain yang dirugikan. Dengan kata lain, kekayaan
yang berlimpah dari seseorang adalah hasil kontribusi orang lain yang tidak
mendapatkan bagian secara adil, yang berarti, ada penindasan sebagian manusia
terhadap sebagian manusia lainnya. Kenyataan tersebut yang menyebabkan
kesenjangan, yakni sebagian kecil manusia hidup dalam kondisi yang berlebihan, dan
mayoritas manusia hidup dalam kondisi pas-pasan dan kekurangan, sehingga
kehidupan tidak lagi berjalan selaras dan harmonis, tetapi penuh gejolak dan
bencana.