Wednesday, January 29, 2020

KETIMPANGAN EKONOMI


Menurut KBBI, ketimpangan merupakan kata turunan dari kata timpang. Salah satu alternatif maknanya adalah tidak seimbang; ada kekurangan (ada cela); berat sebelah. Ketimpangan adalah kepincangan, cacat, hal yang tidak sebagaimana mestinya (seperti tidak adil, tidak beres).

Dimaksud ketimpangan ekonomi disini adalah, kondisi ekonomi yang tidak sebagaimana mestinya, terjadi ketidakadilah dan ketidakberesan. Misalnya, pada sebuah Negara pada hakekatnya perekonomian itu diperuntukkan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat, bukan untuk kemakmuran diri atau kelompok.

Salah satu persolan pelik dalam pembangunan ekonomi suatu bangsa adalah mengatasi kesenjangan ekonomi antara kaya dan miskin. Bagaimna jadinya jika hamper setengah Aset Negara dikuasai 1 persen kelompok terkaya? Anda tentu dapat membayangkan sendiri? Gambaran seperti itu tentu bisa dikatakan tak ideal bagi kondisi keadilan ekonomi di sebuah Negara.

Islam sangat melarang monopoli dan memerintahkan untuk mengalirkan harta agar tidak beredar hanya dalam kalangan atau kelompok tertentu. 

“Jangan sampai beredarnya harta kekayaan di antara orang-orang kaya dikalangan tertentu saja”. (Al Khasyar 8)



Islam memandang harta (baca ekonomi) dari segi yang lebih umum. Tidak ada alasan bagi siapapun untuk menempatkannya sebagai sesuatu yang khusus, baik itu ekonomi sifatnya maupun politik. Islam menetapkan bahwa manusialah yang menguasai harta, bukan harta yang menguasai manusia. Sehingga boleh dikatakan sebagai petugas yang menyalurkan harta itu ke wilayah-wilayah yang menyuburkan perikemanusian dengan rohani sebagai penyertanya.

Tidak dapat dipungkiri ketimpangan ekonomi itu akan menciptkan gap antara si kaya dan si miskin dan akan menimbulkan kecemburuan social. Layaknya bom waktu, keadaan tersebut jika tidak segera diatasi akan segera meledak sehingga mengakibatkan chaos.

Islam menegaskan bahwa harti itu berfungsi social. Fungsi social harta dalam islam tidak semata-mata berperannya harta tersebut sebagai barang konsumtif yang dibagi-bagikan dalam masyarakat, tetapi peranannya lebih berfungsi ekonomis dan produktif.

Berfungsinya harta secara ekonomis edukatif adalah dalam rangka mencegah berpusatnya harta dalam timbunan-timbunan yang tidak efektif, dan menyalurkannya dalam lapangan produktif, sesuai dengan watak dan nilai harta itu dalam kehidupan manusia.

Harta yang efektif maksudnya, harus berperan dalam lapangan produktif yang pada gilirannya akan tersalur dalam lapangan yang distributif. Sehingga tidak terpusat dalam lapangan yang tidak bernilai. Disinilah maksud firman Allah untuk mencegah sifat menimbun harta sehingga hilang nilai efektivitasnya dan produktivitasnya.

“Orang-orang yang menimbun emas dan perak dan mereka yang tidak menginfaqkan di jalan Allah, maka beri tahu pada mereka, bahwa kelak akan mendapat siksa yang pedih”. (QS At Taubah 34)