Menurut KBBI, ketimpangan merupakan kata
turunan dari kata timpang. Salah satu alternatif maknanya adalah tidak
seimbang; ada kekurangan (ada cela); berat sebelah. Ketimpangan adalah
kepincangan, cacat, hal yang tidak sebagaimana mestinya (seperti tidak adil,
tidak beres).
Dimaksud ketimpangan ekonomi disini
adalah, kondisi ekonomi yang tidak sebagaimana mestinya, terjadi ketidakadilah
dan ketidakberesan. Misalnya, pada sebuah Negara pada hakekatnya perekonomian
itu diperuntukkan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat, bukan untuk
kemakmuran diri atau kelompok.
Salah satu persolan pelik dalam
pembangunan ekonomi suatu bangsa adalah mengatasi kesenjangan ekonomi antara
kaya dan miskin. Bagaimna jadinya jika hamper setengah Aset Negara dikuasai 1
persen kelompok terkaya? Anda tentu dapat membayangkan sendiri? Gambaran
seperti itu tentu bisa dikatakan tak ideal bagi kondisi keadilan ekonomi di
sebuah Negara.
Islam sangat melarang monopoli dan
memerintahkan untuk mengalirkan harta agar tidak beredar hanya dalam kalangan
atau kelompok tertentu.
“Jangan sampai beredarnya harta kekayaan di antara orang-orang kaya
dikalangan tertentu saja”. (Al Khasyar 8)
Islam memandang harta (baca ekonomi) dari
segi yang lebih umum. Tidak ada alasan bagi siapapun untuk menempatkannya
sebagai sesuatu yang khusus, baik itu ekonomi sifatnya maupun politik. Islam
menetapkan bahwa manusialah yang menguasai harta, bukan harta yang menguasai
manusia. Sehingga boleh dikatakan sebagai petugas yang menyalurkan harta itu ke
wilayah-wilayah yang menyuburkan perikemanusian dengan rohani sebagai penyertanya.
Tidak dapat dipungkiri ketimpangan
ekonomi itu akan menciptkan gap antara si kaya dan si miskin dan akan
menimbulkan kecemburuan social. Layaknya bom waktu, keadaan tersebut jika tidak
segera diatasi akan segera meledak sehingga mengakibatkan chaos.
Islam menegaskan bahwa harti itu
berfungsi social. Fungsi social harta dalam islam tidak semata-mata berperannya
harta tersebut sebagai barang konsumtif yang dibagi-bagikan dalam masyarakat,
tetapi peranannya lebih berfungsi ekonomis dan produktif.
Berfungsinya harta secara ekonomis
edukatif adalah dalam rangka mencegah berpusatnya harta dalam timbunan-timbunan
yang tidak efektif, dan menyalurkannya dalam lapangan produktif, sesuai dengan
watak dan nilai harta itu dalam kehidupan manusia.
Harta yang efektif maksudnya, harus
berperan dalam lapangan produktif yang pada gilirannya akan tersalur dalam
lapangan yang distributif. Sehingga tidak terpusat dalam lapangan yang tidak
bernilai. Disinilah maksud firman Allah untuk mencegah sifat menimbun harta
sehingga hilang nilai efektivitasnya dan produktivitasnya.
“Orang-orang yang menimbun emas dan perak
dan mereka yang tidak menginfaqkan di jalan Allah, maka beri tahu pada mereka,
bahwa kelak akan mendapat siksa yang pedih”. (QS At Taubah 34)