Saturday, December 31, 2022

MEMAKNAI PERGANTIAN TAHUN

 Jika kita mendengar kata tahun baru, maka akan tergambar dibenak kita, pesta yang gegap gempita, pesta kembang api yang menerangi langit dengan suaranya yang memecahkan keheningan malam, suara terompet yang membahana layaknya seperti menyambut hari raya saja. Hal seperti memang tidak aneh karena sudah berlangsung lama. Di Negara-negara mayoritas muslimpun fenomena seperti itu bukan sesuatu yang asing lagi, meskipun dikalangan islam terjadi pro dan kontra terhadap perayaan tahun baru itu.

Kita tidak akan membincang masalah itu. Kita tidak akan membicang tentang pesta-pesta yang diselenggarakan masyarakat yang merayakannya. Kita tidak akan membahas tentang hiruk-pikuk orang yang berlalulalang, terompet yang membahana, pesta kembang api yang menerangi langit, mercon-mercon yang memekakkan telinga, tetapi kita akan membincang tentang pemaknaan atau memaknai terhadap pergantian tahun!

Karena, hal ini saya kira sifatnya universal, berlaku bagi agama apapun, suku apapu, atau ideologi apapun. Ada beberapa hal yang mempersambungkannya.

Pada momen seperti itu biasanya orang akan melakukan evaluasi diri, muhasabah atau apapun namanya. Dan muhasabah atau evaluasi diri sebenarnya harus menjadi agenda pribadi, baik itu muslim atau non-muslim selama nafas masih ada.

 Menjadi lebih baik hari ini dari kemarin, membuat tahun ini lebih baik dari kemarin, adalah tidak lain dari perwujudan syukur kita.

 Orang yang menganggap kemarin lebih baik dari hari ini berarti merendahkan keberadaan mereka.

Dari semua ungkapan di atas, yang terpenting adalah pertanyaan buat diri kita sendiri, apakah hari ini kita lebih baik dari kemarin? bagaimana dengan besok? Apakah kita lebih baik dari hari ini?

Bagi umat islam, sebenarnya setiap detik, setiap menit, setiap jam, setiap hari, setiap bulan adalah baru, dalam arti harus senantiasa memperbaharui diri. Harus senantiasa mencapai progres-progres positif. Seperti sabda Rusulullah, meskipun banyak yang menganggap hadits ini lemah, tetapi isinya bagus dan tidak bertentangan dengan Al-Quran:

"Barang siapa hari ini lebih baik dari kemarin, maka dia termasuk orang yang beruntung, dan barang siapa hari ini sama dengan hari kemarin, maka dia termasuk orang yang rugi, dan barang siapa hari ini lebih buruk dari kemarin maka dia termasuk orang yang terlaknat" (HR.Al Hakim).

Semoga tekat senantias terkepal dan tak pernah lemah untuk menjadi seseorang yang selalu tidak puas untuk menjadi kian baik, tak hanya di mata manusia, melainkan tentunya di hadapan Allah Sang Pencipta jagad raya ini.

Semoga hari terakhir kitapun, ketika kita menghadap sang Khaliq lebih baik dari hari kemarin, lebih baik dari hari ini, sehingga kita menghadap dalam keadaan Husnul khatimah! Aamiin!

Nglengis, 1 Januari 2023

Edy Purnomo

diambil dari berbagai sumber








Tuesday, December 27, 2022

MANGAN ORA MANGAN NING NGUMPUL


Pitutur Luhur yang Sarat dengan Makna

Saudara-saudaraku di manapun Anda berada! Mudah-mudahan hari kita kita lebih baik dari kemarin. Pada kesempatan yang berbahagia ini kami ingin mengajak Anda untuk membincang tentang pitutur luhur dari para leluhur orang Jawa, yaitu: "Mangan Orang Mangan Ning Ngumpul."

Pitutur ini kelihatannya sederhana, tetapi kalau kita renungkan sarat dengan makna dan dapat kita jadikan sebagai pelajaran hidup. Tetapi, sayang, pitutur yang baik ini banyak yang hanya sebatas mendengar saja, belum mengerti maksud yang sebenarnya. Atau, paling tidak, belum memahami sebagaimana yang dimaksudkan oleh nenek moyang orang Jawa. Bahkan, sebagian masih keliru dalam memahaminya. Ada pula yang melecehkan. Stressingnya bukan pada waton ngumpul, tetapi pada orang mangan (tidak ada yang dimakan) karena hanya senang berkumpul.

Kesan yang kita peroleh, bahwa orang-orang tua kita dulu etos kerjanya rendah. Mereka hanya senang grubyak-grubyuk sehingga tidak memperoleh makanan (kebutuhan jasmani) secara cukup, dan kita sebagai generasi penerus menjadi korban falsafah itu.

Benarkah itu? Nah, marilah kita urai kembali. Dan, kalau ternyata tidak tepat mari kita luruskan filosofi yang sarat dengan makna ini!

Mangan atau makan dalam falsafah tersebut tidak harus dipahami secara nyata. Tetapi dapat juga dipahami secara kiasan. Sehingga dapat dipahami sebagai kondisi makmur dan berkecukupan. Ora mangan atau tidak makan, adalah sebaliknya, kondisi susah dan tidak berkecukupan. Dan pepetah tersebut, "Mangan Ora Mangan ning Ngumpul", dapat diartikan dalam kondisi susah maupun senang kita harus tetap berkumpul/bersatu/bersilaturahmi. Karena pada prakteknya, itu masih berlaku sampai sekarang,  Manusia mempunyai kecenderungan berkumpul ketika susah, dan ketika kondisi berubah menjadi makmur manusia cenderung bersifat individualis dan melupakan habitat (kekerabatannya).

Selain itu, filosofi mangan orang mangan ning ngumpul, yang dikedepankan bukan pada masalah makannya, bukan masalah jasmaninya tetapi masalah rohaninya, masalah ngumpulnya. Hal itu sesuai dengan bangsa timur pada umumua, dan bangsa Indonesia pada khususnya. Tentu saja, dimaksud ngumpul di sini bukan ngumpul asal ngumpul, atau istilah orang Jawa grubyak-grubyuk, tetapi ngumpul yang berkualitas dan bermanfaat.

Berkumpul, ngumpul, berjamaah, atau berorganisasi adalah langkah awal kita. Pembuka jalan kita menuju koordinasi dan sinergi, satu kondisi yang selalu ingin kita kedepankan, Karena, sebagai manusia, tidak mungkin ada yang kita hasilkan tanpa kerjasama dengan orang lain.

Jadi "Waton kumpul" adalah strategi jangka panjang atau strategi seumur hidup agar kita dapat mewujudkan kebutuhan kita, baik kebutuhan jasmani maupun rohani.

Karena ketidakfahaman akan makna pitutur yang mengajarkan pentingnya berkumpul itulah maka ada usaha untuk memecah belah kita. Kita diadudomba supaya kita menjadi lemah. 

Dulu, penjajah untuk bisa mencengkeram kita, melakukan politik atau atau strategi devide et impera, disamping memprovokasi kita dengan membesar-besarkan perbedaan. Nah, jangan jatuh dalam lubang yang sama! Jangan seperti keledai yang jatuh dalam lubang yang sama, saudara-saudaraku! Kita perokoh persatuan dan kesatuan kita demi masa depan yang lebih baik.

Nglengis, 28 Desember 2022

Edy Purnomo
diambil dari berbagai sumber




Monday, December 26, 2022

TOMBO ATI

TOMBO ATI


 Assalamu'alaikum WR.WB!

Saudara-saudaraku dimanapun Anda berada, selamat berjumpa kembali di BLOG PERSAHABATAN, Setelah untuk beberapa lama kami absen. Hari ini kita bertemu lagi di penghujung tahun 2022, tepatnya tanggal 27 Desember 2022 ketika postingan ini saya tulis. Mudah-mudahan hari ini kita lebih baik dari hari kemarin, semakin dekat dengan Allah, semakin sehat, dan tetap bersemngat!

Saudara-saudaraku, pada kesempatan yang berbahagia ini Anda saya ajak untuk membincang tentang tembang Jawa yang fenomenal, yang luar biasa! Kenapa saya katakan luar biasa? Karena tembang ini sudah ada sejak abad ke-14, kira-kira 500 tahun yang lalu lagu ini sudah eksis, dan sampai sekarang lagu itu masih dinyanyikan di pesantren-pesantren, di masjid-masjid sebagai pujian menjelang sholat berjamaah, maupun di kalangan masyarakat umum. Saya kira tembang ini sudah tidak asing lagi di telinga Anda, khususnya masyarakat Jawa, yaitu "TOMBO ATI".

Untuk lebih mengenalnya Anda bisa menyimka di Video berikut ini,



Tembang tersebut adalah karya Sunan Bonang yang hidup di abad ke-14. Beliau lahir di tahun 1465 - 1525 M. Nama asli beliau adalah Syekh Maulana Makdum Ibrahim, putra Sunan Ampel dan Dewi Condrowati yang sering disebut Nyai Ageng Manila.

Dalam berdakwah beliau beliau sering mempergunakan kesenian rakyat untuk menarik perhatian maf'ul dakwah (yang didakwahi), yaitu berupa seperangkat gamelan yang disebut bonang.

Berbeda dengan gamelan yang sudah ada waktu itu, Sunan Bonang menambahkan rebab dan bonang sebagai pelengkap dari gamelan Jawa. Tembang-tembang yang diajarkan adalah tembang yang didasarkan ajaran Islam, sehingga orang-orang yang didakwahi tanpa terasa sudah mempelajari agama islam. Akhirnya mereka menerima ajaran Islam dengan senang hati, bukan dengan paksaan! Salah satu karya beliau yang fenomenal adalah, tembang Tombo Ati!

Edy Purnomo, 27 Desember 2022

diambil dari berbagai sumber