Tahun 2014 yang
akan kita masuki bakal menjadi momen penting bagi perjalanan bangsa dan Negara.
Pada tahun itu, rakyat Indonesia punya gawe besar: pesta demokrasi! Meski
PEMILU untuk memilih presiden secara langsung masih jauh, tetapi sudah beredar kencang
para nominator calon presiden. Bak gayung bersambut, sang calonpun sudah mulai
berkampanye, baik secara terselubung maupun secara terang-terangan. Aneka
pencitraanpun telah mereka lakukan untuk menarik simpati public.
Kayak apa sih calon
presiden yang tepat untuk memimpin negeri yang banyak dirundung masalah ini?
Barangkali itulah yang menjadi pertanyaan public. Siapa capres favorit yang
mumpuni yang benar-benar membawa pencerahan. Banyak kriteria-kriteria pemimpin
yang dilontarkan dengan maksud memberi pendidikan politik, atau dengan motivasi
mempengaruhi pembaca agar mau memilih CAPRES yang mereka dukung.
Ada belasan alasan
yang dilontarkan mengapa orang memilih capres. Antara lain soal pendidikan,
pengalaman, dan track recordnya di masyarakat. Ada pula yang mendasarkan
pilihannya pada statement sang kandidat presiden itu.
Semua itu sah-sah
saja. Namun rasanya kurang afdol jika kita tidak menyimak visi dan misi mereka
secaraa detail. Sebab, bukan rahasia lagi jika public telah muak melihaat
pencitraan yang sekarang ini sedang naik daun dikalangan elite politik kita.
Sebenarnya kiat dan program apa yang mereka lakukan jika kelak menjadi
presiden. Misalnya, bagaimana mengatasi pengangguran, kemiskinan, kesehatan,
perumahan, dan memberantas korupsi.
Nah, sekarang sudah
saatnya kita meninggalkan pencitraan, tetapi bersikap jantan mau duduk bersama
mengadu program agar public tahu dan dapat memilih pemimpinnya tidak seperti membeli
kucing di dalam karung. Sikap malupun harus dikedepankan. Bagi capres yang
memiliki track record jelek seharusnya tidak nyalon saja. Tetapi, tentu saja,
mereka bebas mencalonkan diri dan sah-sah saja. Sebab, bukan rahasia lagi,
dengan kedigdayaan uang orang yang memiliki track record buruk bisa disulap
menjadi baik. Apalagi jika orang itu memiliki media, mereka memeliki banyak
kesempatan untuk nampang dan mengiklankan diri untuk mempengaruhi dan membentuk
opini public.
Pada zaman ini uang
menjadi raja. Ia menjadi pengganti jimat sakti yang menjadi andalan nenek
moyang kita dulu. Tetapi tentu saja sebagai rakyat yang mencintai bangsa ini
tidak rela mengamanahkan kepemimpinan negeri ini pada orang yang
mendewa-dewakan orang, yang menghalalkan segala cara untuk meraih tampuk
kepemimpinan negeri ini. Sudah saatnya kita meninggalkan money politik jika
kita ingin menjadi bangsa yang besar.
Tetapi, bagaimana
ingin menjadi presiden jika tidak punya duit? Biaya politik sangat mahal! Hampir
tidak mungkin menjadi presiden hanya dengan modal dengkul. Mungkin kita populer
dan memiliki elektabilatas tinggi tetapi tanpa duit sulit. Kita tetap
membutuhkan biaya. Dari mana? Yah, kita harus mampu meyakinkan para pengusaha agar
mau membackup dan membiayai kiprah kita. Nah, dalam hal ini harus hati-hati.
Terutama bagi calon presiden miskin. Jangan sampai budi yang sudah mereka lepas
nantinya minta balasan untuk kepentingan pribadi dan krooni-kroninya. Sehingga
ketika benar-benar berhasil menduduki tampuk pimpinan pertama-tama yang dia
lakukan balas budi, bayar hutang dan melupakan tugas utama untuk
menyejahterakan rakyat. Konyol, kan?
Bekerja sama dengan
pihak lain itu sah-sah saja, tetapi harus tetap mengedepankan kepentingan
bangsa dan amanat penderitaan rakyat. Kita semua adalah anak bangsa. Gembel,
konglomerat, pengusaha, pelacur, garong, politikus, guru, ulama, kyai, artis,
presiden semua memiliki tanggung jawab menjadikan negeri tercinta ini aman,
tenteram, damai, adil, makmur dan bermartabat.
Yang kita perlukan
adalah menyatukan visi dan misi kita untuk melepaskan negeri tercinta ini dari
keterpurukan. Hindarkan politik jegalmenjegal, tindasmenindas, fitnahmemfitnah,
niscaya negeri tercinta ini akan menjadi bangsa yang besar. Amiin! Selamat
memilih pemimpin baru!
No comments:
Post a Comment