Hawa nafsu adalah kecintaan terhadap sesuatu sehingga
kecintaan itu menguasai hatinya. Kecintaan tersebut sering menyeret seseorang
untuk melanggar hukum Allâh SWT . Oleh karena itu hawa nafsu harus ditundukkan
agar bisa taat terhadap syari’at Allâh. Adapun secara istilah syari’at, hawa
nafsu adalah kecondongan jiwa terhadap sesuatu yang disukainya sehingga keluar
dari batas syari’at.
Hawa nafsu dirangkai dari dua kata
yakni hawa dan nafsu. Antara hawa dan nafsu adalah dua kata yang sama sekali
berbeda. Kata Hawa adalah keinginan, kehendak atau hasrat. Kata hawa ini lebih
identik dengan istilah syahwat. Sedangkan nafsu secara sederhana artinya adalah
jiwa atau diri manusia.
Syahwat artinya segala sesuatu yang
diingini, yang digemari, yang disukai, yang menarik hati dan yang mendorong
hasrat seksual dan keinginan-keinginan yang lain. Sebagaimana Firman Allah
Ta'ala:
"Dijadikan indah pada (pandangan) manusia
kecintaan kepada "syahwat" (apa-apa yang diingini), yaitu:
wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda
pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di
dunia dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga)" (Q.S. Ali
Imran: 14).
Manusia dijadikan fitrahnya cinta
kepada apa-apa yang diinginkan, yaitu wanita (sex), anak-anak (biologis maupun
non-biiologis), emas dan perak yang banyak, kuda bagus yang terlatih
(tunggangan/kendaraan), binatang ternak seperti unta, sapi dan domba
(peternakan). Kecintaan itu juga tercermin pada sawah ladang yang luas
(pertanian). Akan tetapi semua itu adalah kesenangan hidup di dunia yang fana.
Tidak berarti apa-apa jika dibandingkan dengan kemurahan Allah kepada
hamba-hamba-Nya yang berjuang di jalan-Nya ketika kembali kepada-Nya di akhirat
nanti.
Sesuai dengan pengertiannya
"hawa" atau "syahwat" inilah yang banyak menyebabkan
manusia terjatuh ke derajat yang rendah.
Sedangkan nafsu menurut bahasa pengertiannya
antara lainnya adalah: an-Nafs jamaknya anfusun- wa nufûsun (artinya
jiwa, diri atau ruh), an-Nafsiyyu (artinya jiwa
terdalam, batin, atau rohani), dan al-'Izz (artinya
kemuliaan). Berdasarkan pengertian ini nafsu berarti jiwa yang merupakan bagian
dari ruh manusia. Ia pada mulanya bersifat mulia dan bersih.
Kamus Besar Bahasa Indonesia
: Nafsu adalah 1) keinginan (kecenderungan, dorongan) hati yang kuat 2) dorongan hati yang kuat
untuk berbuat kurang baik
KBBI : Hawa n keinginan; nafsu
Perhatikan Kamus Besar Bahasa
Indonesia menyamakan antara hawa dan nafsu. Padahal menurut bahasa aslinya
kedua kata tersebut mempunyai pengertian yang berbeda. Lebih tepat
pengertiannya jika diidentikan dengan syahwat seperti firman Allah dalam surat
Ali Imran ayat 14 tersebut di atas. Jadi pada dasarnya nafsu dengan hawa
sama sekali mempunyai arti yang sangat berbeda. Sebenarnya menjadi kurang tepat
jika kita sering menyebut nafsu identik dengan hawa dan syahwat. Namun karena
telah terlanjur dipakai dan malah telah dibakukan dalam bahasa Indonesia, maka
istilah nafsu ini dalam benak orang Indonesia sama persis dengan syawat.
Hawa Nafsu (syahwat) ini jika
tidak dikendalikan akan merusak dan menimbulkan bencana seperti sabda
Rasulullah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang mengingatkan bahwa mengikuti
hawa nafsu akan membawa kehancuran. Beliau bersabda :
ثَلَاثٌ
مُهْلِكَاتٌ وَ ثَلَاثٌ
مُنْجِيَاتٌ فَأَمَّا ثَلَاثٌ مُهْلِكَاتٌ: شُحٌّ مُطَاعٌ وَ هَوًى مُتَّبَعٌ
وَإِعْجَابُ الْمَرْءِ بِنَفْسِهِ
و ثَلَاثٌ مُنْجِيَاتٌ :
خَشْيَةُ اللَّهِ فِي السِّرِّ والعلانيةِ وَالْقَصْدُ فِي الْفَقْرِ وَالْغِنَى
وَالْعَدْلُ فِي الْغَضَبِ وَالرِّضَا
Tiga perkara yang
membinasakan dan tiga perkara yang menyelamatkan.
Adapun tiga perkara yang
membinasakan adalah: kebakhilan dan kerakusan yang ditaati, hawa nafsu yang
diikuti, dan seseorang yang membanggakan diri sendiri.
Sedangkan tiga perkara yang
menyelamatkan adalah takut kepada Allâh di waktu sendirian dan dilihat orang
banyak, sederhana di waktu kekurangan dan kecukupan, dan (berkata/berbuat) adil
di waktu marah dan ridha.
[Hadits ini diriwayatkan dari
Sahabat Anas, Ibnu Abbas, Abu Hurairah, Abdullah bin Abi Aufa, dan Ibnu Umar g
. Hadits ini dinilai sebagai hadits hasan oleh syaikh al-Albani di dalam Silsilah
al-Ahâdîts ash-Shahihah, no. 1802 karena banyak jalur
periwayatannya]
Hawa
Nafsu (syahwat) dilambangkan api. Kita tidak bisa hidup tanpa api. Api itu baik
bagi kita sepanjang pengendalian kita. Hidup itu ada dua (dalam kontek syahwat)
mengendalikan dan melampiaskan. Dalam menjalankan ibadah puasa sering disebut
perang melawan hawa nafsu, namun peperangan ini bukan untuk membunuh hawa nafsu
tetapi mengendalikannya. Manusia membutuhkan hawa nafsu dalam hidupnya. Nafsu
itu merupakan fitrah manusia dan bermanfaat selama dalam kendali kita. Bukan
sebaliknya, dikendalikan dan diperbudak oleh hawa nafsu.
Ketika
kita berpuasa kita dididik untuk mengendalikannya. As-syiam artinya
mengendalikan diri. Makna puasa adalah Al-Imsak yang artinya menahan,
mengekang, mendendalikan. Dan orang-orang yang bertakwa adalah orang-orang yang
mampu mengendalikan, mereka takut kepada Allah, dan mau mengikuti perintah dan
menjauhi larangan Allah.
Pengendalian
hawa nafsu dibutuhkan manusia guna memelihara eksistensi manusia itu sendiri.
Sebab, salah satu kelemahan manusia paling mendasar adalah ketidakmampuannya
mengendalikan diri. Oleh karena itu mengendalikan diri itu sebenarnya adalah
tugas kita. Bukan hanya pada bulan ramadhan, tetapi setiap waktu seharusnya
kita berimsak. Dengan kata lain, meskipun ramadhan telah usai kita harus
menemukan puasa kita diberbagai dimensi kehidupan. Hidup itu adalah
pengendalian, tidak ngawur. Hidup itu adalah ngegas dan ngerem agar kita
selamat diperjalanan. Nah, pada akhir ramadhan kita sebaiknya melakukan
evaluasi diri, apakah selama ini kita banyak ngegas atau ngerem? Setelah itu
seusai ramadhan kita kembalikan lagi pada keseimbangannya.
Marilah
kita saling mendoakan agar seusai ramadhan kita menjadi orang yang berimsak,
orang yang mampu mengendalikan diri, orang yang bertakwa seperti tujuan utama
disyariatkannya ibadah shaum.
تَقَبَّلَ
اللهُ مِنَّا وَ مِنْكُمْ جَعَلَنَا اللهُ وَ اِيَّاكُمْ مِنَ الْعَائِدِيْنَ وَ
الْفَائِزِيْنَ كُلُّ عَامٍ وَّاَنْتُمْ بِخَيْرِ
MUDAH-MUDAHAN
ALLAH MENERIMA IBADAH KITA SEMUA. MUDAH-MUDAHAN ALLAH MENJADIKAN KITA ORANG
YANG KEMBALI DAN MENANG
Wallahu
a’lam bi Showab!
Diambil
dari berbagai sumber
No comments:
Post a Comment