Tuesday, July 4, 2017

MENGENALI HAWA NAFSU KITA

Hawa nafsu adalah kecintaan terhadap sesuatu sehingga kecintaan itu menguasai hatinya. Kecintaan tersebut sering menyeret seseorang untuk melanggar hukum Allâh SWT . Oleh karena itu hawa nafsu harus ditundukkan agar bisa taat terhadap syari’at Allâh. Adapun secara istilah syari’at, hawa nafsu adalah kecondongan jiwa terhadap sesuatu yang disukainya sehingga keluar dari batas syari’at.
Hawa nafsu dirangkai dari dua kata yakni hawa dan nafsu. Antara hawa dan nafsu adalah dua kata yang sama sekali berbeda. Kata Hawa adalah keinginan, kehendak atau hasrat. Kata hawa ini lebih identik dengan istilah syahwat. Sedangkan nafsu secara sederhana artinya adalah jiwa atau diri manusia.

Syahwat artinya segala sesuatu yang diingini, yang digemari, yang disukai, yang menarik hati dan yang mendorong hasrat seksual dan keinginan-keinginan yang lain. Sebagaimana Firman Allah Ta'ala: 

"Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada "syahwat" (apa-apa yang diingini), yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga)" (Q.S. Ali Imran: 14).

Manusia dijadikan fitrahnya cinta kepada apa-apa yang diinginkan, yaitu wanita (sex), anak-anak (biologis maupun non-biiologis), emas dan perak yang banyak, kuda bagus yang terlatih (tunggangan/kendaraan), binatang ternak seperti unta, sapi dan domba (peternakan). Kecintaan itu juga tercermin pada sawah ladang yang luas (pertanian). Akan tetapi semua itu adalah kesenangan hidup di dunia yang fana. Tidak berarti apa-apa jika dibandingkan dengan kemurahan Allah kepada hamba-hamba-Nya yang berjuang di jalan-Nya ketika kembali kepada-Nya di akhirat nanti.
Sesuai dengan pengertiannya "hawa" atau "syahwat" inilah yang banyak menyebabkan manusia terjatuh ke derajat yang rendah.
Sedangkan nafsu menurut bahasa  pengertiannya antara lainnya adalah: an-Nafs jamaknya anfusun- wa nufûsun (artinya jiwa, diri atau ruh),  an-Nafsiyyu (artinya jiwa terdalam, batin, atau rohani), dan al-'Izz (artinya kemuliaan). Berdasarkan pengertian ini nafsu berarti jiwa yang merupakan bagian dari ruh manusia. Ia pada mulanya bersifat mulia dan bersih.
Kamus Besar Bahasa Indonesia : Nafsu adalah 1) keinginan (kecenderungan, dorongan)  hati yang kuat 2) dorongan hati yang kuat untuk berbuat kurang baik
KBBI : Hawa n keinginan; nafsu
Perhatikan Kamus Besar Bahasa Indonesia menyamakan antara hawa dan nafsu. Padahal menurut bahasa aslinya kedua kata tersebut mempunyai pengertian yang berbeda. Lebih tepat pengertiannya jika diidentikan dengan syahwat seperti firman Allah dalam surat Ali Imran ayat 14 tersebut di atas. Jadi pada dasarnya nafsu dengan hawa sama sekali mempunyai arti yang sangat berbeda. Sebenarnya menjadi kurang tepat jika kita sering menyebut nafsu identik dengan hawa dan syahwat. Namun karena telah terlanjur dipakai dan malah telah dibakukan dalam bahasa Indonesia, maka istilah nafsu ini dalam benak orang Indonesia sama persis dengan syawat.
Hawa Nafsu (syahwat) ini jika tidak dikendalikan akan merusak dan menimbulkan bencana seperti sabda Rasulullah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang mengingatkan bahwa mengikuti hawa nafsu akan membawa kehancuran. Beliau bersabda :
ثَلَاثٌ مُهْلِكَاتٌ وَ ثَلَاثٌ مُنْجِيَاتٌ فَأَمَّا ثَلَاثٌ مُهْلِكَاتٌ: شُحٌّ مُطَاعٌ وَ هَوًى مُتَّبَعٌ وَإِعْجَابُ الْمَرْءِ بِنَفْسِهِ
و ثَلَاثٌ مُنْجِيَاتٌ : خَشْيَةُ اللَّهِ فِي السِّرِّ والعلانيةِ وَالْقَصْدُ فِي الْفَقْرِ وَالْغِنَى وَالْعَدْلُ فِي الْغَضَبِ وَالرِّضَا
Tiga perkara yang membinasakan dan tiga perkara yang menyelamatkan.
Adapun tiga perkara yang membinasakan adalah: kebakhilan dan kerakusan yang ditaati, hawa nafsu yang diikuti, dan  seseorang yang membanggakan diri sendiri.

Sedangkan tiga perkara yang menyelamatkan adalah takut kepada Allâh di waktu sendirian dan dilihat orang banyak, sederhana di waktu kekurangan dan kecukupan, dan (berkata/berbuat) adil di waktu marah dan ridha.
[Hadits ini diriwayatkan dari Sahabat Anas, Ibnu Abbas, Abu Hurairah, Abdullah bin Abi Aufa, dan Ibnu Umar g . Hadits ini dinilai sebagai hadits hasan oleh syaikh al-Albani di dalam Silsilah al-Ahâdîts ash-Shahihah, no. 1802 karena banyak jalur periwayatannya]

Hawa Nafsu (syahwat) dilambangkan api. Kita tidak bisa hidup tanpa api. Api itu baik bagi kita sepanjang pengendalian kita. Hidup itu ada dua (dalam kontek syahwat) mengendalikan dan melampiaskan. Dalam menjalankan ibadah puasa sering disebut perang melawan hawa nafsu, namun peperangan ini bukan untuk membunuh hawa nafsu tetapi mengendalikannya. Manusia membutuhkan hawa nafsu dalam hidupnya. Nafsu itu merupakan fitrah manusia dan bermanfaat selama dalam kendali kita. Bukan sebaliknya, dikendalikan dan diperbudak oleh hawa nafsu.
Ketika kita berpuasa kita dididik untuk mengendalikannya. As-syiam artinya mengendalikan diri. Makna puasa adalah Al-Imsak yang artinya menahan, mengekang, mendendalikan. Dan orang-orang yang bertakwa adalah orang-orang yang mampu mengendalikan, mereka takut kepada Allah, dan mau mengikuti perintah dan menjauhi larangan Allah.
Pengendalian hawa nafsu dibutuhkan manusia guna memelihara eksistensi manusia itu sendiri. Sebab, salah satu kelemahan manusia paling mendasar adalah ketidakmampuannya mengendalikan diri. Oleh karena itu mengendalikan diri itu sebenarnya adalah tugas kita. Bukan hanya pada bulan ramadhan, tetapi setiap waktu seharusnya kita berimsak. Dengan kata lain, meskipun ramadhan telah usai kita harus menemukan puasa kita diberbagai dimensi kehidupan. Hidup itu adalah pengendalian, tidak ngawur. Hidup itu adalah ngegas dan ngerem agar kita selamat diperjalanan. Nah, pada akhir ramadhan kita sebaiknya melakukan evaluasi diri, apakah selama ini kita banyak ngegas atau ngerem? Setelah itu seusai ramadhan kita kembalikan lagi pada keseimbangannya.
Marilah kita saling mendoakan agar seusai ramadhan kita menjadi orang yang berimsak, orang yang mampu mengendalikan diri, orang yang bertakwa seperti tujuan utama disyariatkannya ibadah shaum.
تَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَ مِنْكُمْ جَعَلَنَا اللهُ وَ اِيَّاكُمْ مِنَ الْعَائِدِيْنَ وَ الْفَائِزِيْنَ كُلُّ عَامٍ وَّاَنْتُمْ بِخَيْرِ
MUDAH-MUDAHAN ALLAH MENERIMA IBADAH KITA SEMUA. MUDAH-MUDAHAN ALLAH MENJADIKAN KITA ORANG YANG KEMBALI DAN MENANG
Wallahu a’lam bi Showab!

Diambil dari berbagai sumber

No comments:

Post a Comment