Kesehatan adalah modal paling
utama dalam kehidupan ini. Kita hanya bisa beraktifitas melakukan berbagai
kegiatan di dalam hidup ini jika kita memiliki “kesehatan”.
Kecenderungan kita adalah,
pentingnya satu kenikmatan itu baru kita rasakan kalau sudah berkurang kualitasnya, atau bahkan setelah
hilang sama sekali dari diri kita. Kita baru merasakan pentingnya gigi kalau
kita sedang sakit gigi, kita baru merasakan pentingnya mata jika mata kita
sudah dapat digunakan untuk melihat lagi. Kita tidak merasakan nikmatnya
kesehatan telinga kita kalau kita belum tuli, dll.
Sepanjang semuanya sehat, normal,
kita kurang menjaga dan memeliharanya. Padahal Al-Quran (Ibrahim : 7 ) telah
mengingatkan :
7. dan (ingatlah juga), tatkala
Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan
menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), Maka
Sesungguhnya azab-Ku sangat pedih".
Kalau kalian pandai bersyukur
dalam arti pandai menjaga nikmat menjaga karunia Allah kepadamu Aku akan
menambah nikmat kepadamu, tetapi kalau kalian ingkar, tidak pandai bersyukur,
kalau kamu tidak menjaga nikmat itu awas adzabku pedih adanya…. !
Begitulah kesehatan ini menjadi
modal hidup kita dan dalam ibadah-ibadah kita. Lawan sehat adalah sakit. Berbicara
masalah kesehatan kita tidak bisa melupakan masalah jasmani dan rohani, karena
manusia itu terdiri dari dua elemen tersebut. Jasmani dan rohani! Dalam
menyikapi kesehatan, kadang-kadang kita kehilangan keseimbangan. Perhatikan
saja keadaan di sekeliling kita, kita sendiri, keluarga kita, tetangga-tetangga
kita, atau masyarakat di sekitar kita, mereka berpayah-payah mengurusi jasmani
mereka.
Satu hari tiga kali kita mandi
membersihkan tubuh kita, kita hiasi tubuh kita dengan parfum yang bagus-bagus,
dengan parfum yang wangi demi menjaga penampilan kita. Jika tubuh kita sedikit
terganggu, misalnya terserang penyakit kepala atau demam, cepat-cepat kita lari
ke dokter untuk mendapatkan obat. Pernahkah kita berpikir seperti itu untuk
menambah kesehatan dan keindahan rohani kita? Yaitu menghiasinya dengan
sifat-sifat yang baik. Dengan sabar, ikhlas, tawakal, dll. Sesibuk itukah kalau
rohani kita yang diserang penyakit?
Perbedaan yang lain. Bila yang terserang penyakit
dhohir, kita lebih tahu dari orang lain. Tetapi apabila yang diserang penyakit batin orang lain
lebih tahu dari kita, bahkan kadang-kadang orang yang kena penyakit hati parah
tidak merasa kalau dia sakit. Kalau kita sombong, kikir, angkuh, kita sering
menganggap wajar-wajar saja.
Makanya Sayidin Umar bin Khatab
sering bertanya : Hai Kau lihat aku sombong atau tidak, kau litah aku pelit
atau tidak, angkuh atau tidak. Kalau diberi tahu, belaiu senangnya bukan main,
tidak jarang orang yang memberi tahu diberi hadiah oleh beliau. Itu bedanya
kelas kita dengan Sayidina Umar. Kalau kita dberi tahu orang lain marah kita
bukan main. Ngapain ngurusin orang lain, urusin diri sendiri saja! Atau
kadang-kadang kita salah terima.
Ngomong-omong tentang penyakit, sehebat-hebat
penyakit jasamani dia hanya merusak dunia, paling-paling mati. Tetapi kalau
penyakit rohani merusak dunia dan menghancurkan akhirat. Kita diserang kanker,
mati resiko dunia saja. Kalau masuk neraka tidak ada yang tanya, kenapa kamu
masuk neraka, kanker pak? Yang menyebabkan masuk neraka itu penyakit rohani.
Kalau kita diserang penyakit rohani rusaklah dunia, hancurlah akherat. Kita
diserang penyakit sombong di dunia kita dikucilkan, diakherat juga jelas
tempatnya. Kita diserang kikir bin pelit. Di dunia siapa yang mau bergaul
dengan orang pelit, diakherat jelas tempatnya.
Heran. Kalau kita diserang
penyakit dhohir kita panik ngutangsana- ngutang sini cepat-cepat
lari kedokter karena kita kepingin diserang penyakit jasmani. Kalau kita
diserang penyakit rohani, kita sering tenang-tenang saja. Padahal kalau kita
diserang penyakit rohani, celaka dunia akherat. Kalau kita bersungguh-sungguh
mencari obat untuk penyakit jasmani, bukankah kita harus lebih bersungguh untuk
mencari obat penyakit rohani kita.?
No comments:
Post a Comment