Thursday, October 29, 2015

DZIKRUN

 “ Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku. “ ( At Thoha 14 )

Dalam ayat tersebut Allah berfirman bahwa shalat merupakan sarana untuk berdzikir kepada Allah. Dalam surat An-Nisaa’ ayat 103, kita diperintahkan untuk berdzikir atau hidup sadar dengan ajaran Allah dalam segala situasi dan kondisi :

103. Maka apabila kamu telah menyelesaikan shalat(mu), ingatlah Allah di waktu berdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaring. kemudian apabila kamu telah merasa aman, Maka dirikanlah shalat itu (sebagaimana biasa). Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.


Kita seringkali mendengar istilah dzikir, dan memang dzikir itu merupakan bagian dari yang diperintahkan oleh Allah pada kita. Hanya, masalahnya apa dzikir itu? Karena banyak yang memahami bahwa dzikir itu wirid. Misalnya membaca, tasbih, tahmid, takbir atau tahlil. Sebenarnya hal itu tidak salah tetapi masih kurang lengkap, maknanya tidak sesempit itu. Karena yang namanya dzikir itu, substansinya adalah mengingat Allah atas dasar cinta dan rindu! Seperti kerinduan kita pada sang kekasih yang kita cintai. Adakah dzikir lain, dimana bukan Allah yang menjadi ingatan kita?

Ingat itu memang macam-macam. Misalnya, Ingat karena punya pengalaman pahit, ada yang ingat karena harus bayar hutang, artinya ingat itu macam-macam. Yang indah itu adalah ingat karena cinta dan rindu! Yang namanya dzikir itu adalah ingat kepada Allah karena kerinduan. Makanya, kalau kita mengingat Allah karena rindu, karena cinta, maka dzikir yang kita ucapkan itu akan muncul dari hati. Pasti akan melibatkan hati dan fikir kita sehingga dzikir kita akan lebih sempurna!

Misalnya kita membaca subhanallah! Jika landasannya adalah cinta dan rindu, maka ucapan subhanallah itu akan betul-betul mewarnai jiwa kita dan akan sangat berpengaruh terhadap pandangan dan sikap hidup kita.

Berbicara masalah dzikir, menurut ustadz Aam Amiruddin, ada penelitian di bidang kedokteran, katanya kalau orang sedang sakit, lalu dia berdzikir mengingat Allah setiap sakitnya menyengat dia berdzikir tubuh kita akan mengeluarkan hormon, namanya hormon indorphin, salah satu fungsi hormon tersebut adalah mengurangi rasa sakit dan meningkatkan daya tahan.  Hormon indhorpon juga membuat tubuh kita merasa nyaman.
Itulah sebabnya jika kita menengok orang sakit kita juga harus mengingatkan si sakit agar semakin mendekatkan diri kepada Allah, banyak berdizikir kepada Allah, mengucapkan kalimah-kalimah thoyibah. Sebab, dengan melakukan itu, akan menyebabkan tubuh sisakit memproduksi hormon indhorphin. Bukan malah sebaliknya, menakut-nakuti!

Para ahli mengatakan, dzikir itu ada 3 macam: Pertama dzikir bil amal : berdzikir dengan perbuatan. Misalnya, ada seorang ayah, dia keluar rumah untuk mencari nafkah datang ke pekerjaan mencari rizki yang halal, dia sedang berdzikir bil amal. Seorang ibu, pagi-pagi bangun menyusui, memasak untuk anak dan suaminya, memandikan anaknya, mengantar ke sekolah, dll. Itu namnya dzikir bil amal. Dan termasuk kita, yang sedang menyelenggarakan majlis taklim. Sedang dzikir bil amal. Segala perbuatan, perilaku yang diridloi oleh Allah itu namanya dzikir bil amal. Tentu saja semua itu harus dilandasi niat semata-mata untuk mendapatkan ridlo Allah.

Kedua, dzikir bil Qalby : kita mencoba menyadari kuasa dan keagungan Allah. Misalnya kita sedang melihat orang yang sedang sakit, kita katakan Alhamdulillah ya Allah saya masih diberi kesehatan dan kenikmatan, kami masih bisa cari rizki. Contoh lain, jika kita melihat sesuatu yang menganggumkan kita hubungkan dan kaitkan dengan kekuasaan dan keagungan Allah.

Ketiga, dzikir bil lisan :  Inilah yang sering kita lakukan dan banyak dipahami orang. Dzikir yang diucapkan, misalnya mengucapkan tasbih, tahmid, takbir, tahlil, dll.
Demikianlah, kira-kira pengertian dzikir yang sering kita dengar sejak kecil dulu. Berdasarkan pokok-pokok pikiran tersebut, tentu saja yang dimaksud asholatu li dzikri pada surat Thaha ayat 14 di atas tidak sekedar dzikir bil lisan, tetapi cakupan maknanya lebih luas lagi. Yaitu meliputi dzikir hati, lisan dan perbuatan.


Ingat, bahwa keimanan seseorang itu tidak hanya satu kepercayaan di dalam hati, tetapi meliputi hati, lisan dan perbuatan. Jadi ketiga komponen itu harus ada pada diri kita!

No comments:

Post a Comment