Monday, July 15, 2013

Marhaban Ya Ramadhan

GEBYAR RAMADHAN 1434 H



Waktu melesat cepat seperti anak panah yang lepas dari busurnya. Tidak terasa kita bertemu kembali dengan bulan Ramadhan. Marhaban ya Ramadhan, selamat datang wahai bulan yang mensucikan. Siapa yang menyucikan itu wahai Rasulullah, demikian Tanya para sahabat kepada Rasulullah. Yang menyucikan itu bulan Ramadhan. Ia menyucikan kita dari prahara dosa dan kemaksiatan.

Ramadhan berakar dari kata ramadha yang berarti “membakar” atau “api yang membakar”. Ketika kita berbicara tentang api yang sifatnya selalu membakar, yang terlintas dalam benak kita adalah sampah atau kotoran. Dengan demikian, hadirnya Ramadhan akan membakar seluruh kotoran rohani (baca: dosa) yang menghalangi kita untuk mendekatkan diri kepada Allah swt. di samping menjadi bekal untuk menghadapi kehidupan mendatang (KH. Anwar Sanusi, Jalan Kebahagian).

Marhaban ya Ramadhan, kita ucapkan untuk bulan suci itu, karena kita mengharapkan agar jiwa raga kita di asah dan diasuh guna melanjutkan perjalanan menuju Allah Swt. Pada bulan itu kita diwajibkan puasa menahan diri dari makan, minum dan bersenggama dari terbitnya fajar hingga terbenamnya matahari.
Dalam bukunya Islam dan Moralitas Pembangunan, Drs.H.Ridwan Saidi, mengutip pendapat Imam Ghazali yang menyatakan puasa seperti pengertian tersebut di atas merupakan puasanya orang awam. Sedang puasa yang paling hakiki, yang paling bernilai pada sisi Allah apabila puasa itu merupakan totalitas ikhtiar menahan/mengendalikan 7(tujuh) anggota badan, yaitu : menahan mata dari memandang suatu obyek yang terlarang, menahan telinga dari mendengar sesuatu yang terlarang, menahan lidah dari ucapan-ucapan yang keji, menahan perut, mememlihara kehormatannya, memelihara tangan dari pekerjaan-pekerjaan yang mendatangkan dosa, memelihara kaki untuk tidak melangkah ke tempat-tempat yang dimurkai oleh Allah.

Jika kita cermati dan renungkan, sejatinya kerusakan di muka bumi ini disebabkan oleh ketidakmampuan manusia untuk menahan/memelihara/mengendalikan ketujuh anggota badannya itu. Kegoncangan-kegoncangan nilai-nilai kemanusiaan banyak  disebabkan ketidakmampuan manusia untuk menahan lidahnya dari ucapan-ucapan yang keji, ucapan-ucapan yang mengurangi kredebilitas manusia terhadap kewibawaan kata-kata. Dalam kehidupan sehari-hari terlalu sering kita menyaksikan betapa antara kata-kata dan perbuatan berjalan pada jalurnya sendiri-sendiri, jarang sekali kita menyaksikan bahwa perbuatan merupakan manestifasi utuh dari kata-kata.

Lembaga kekuasaan yang usianya setua peradaban manusia seringkali kehilangan rasa hormat dari masyarakat manusia itu sendiri disebabkan tidak jarang para pemegang kekuasaan kurang mampu untuk menahan aktivitas perut dan memelihara kehormatannya sendiri. Sehingga senantiasa kita harus menjumpai kenyataan akan adanya sikap ambivalensi manusia terhadap lembaga kekuasaan, yaitu sekaligus membenci dan mendambakan.

Marhaban Ya Rahamdhan! Mudah-mudahan puasa kita kali ini mampu menjadikan kita menjadi orang yang bertakwa, orang yang mampu mengendalikan diri, orang yang dapat menahan amarah, menjadi bangsa yang ramah bukan pemarah seperti sekarang ini. 

Boleh jadi, saat ini kita hanya sanggup melaksanakan puasa seperti target fiqih, sekedar memenuhi rukun dan syarat-syarat yang membatalkan puasa sehingga kita mudah diasamgaramkan oleh lingkungan. Pintu taubat masih terbuka lebar. Kita masih dapat meningkatkan kualitas puasa kita mencapai tataran yang lebih tinggi, puasa yang sanggup mengendalikan tubuhnya dari pelanggaran-pelanggaran. Yang paling terasa adalah puasa yang mampu menyentuh relung-relung hati, sehingga hati enggan menumbuhkan niat-niat yang mendatangkan kemurkaan Allah.
Jika kita dapat melakukannya, rohani kita akan seperti bayi yang barau dilahirkan oleh bunda. Keadaan rohani seperti inilah yang akan kita gunakan untuk menyongsong Idul Fitri. Semua gerak perilaku hidup memudahkan untuk menjadi orang yang bertakwa. Amiin!

***

No comments:

Post a Comment