MUTIARA-MUTIARA RAMADHAN
Pepatah Jawa mengatakan, wit gedang woh pakel, omong gampang nglakoni angel. Artinya, kalau Cuma ngomong doang, kalau cuma berteori itu mudah, tetapi mempraktikkannya yang sulit. Namun demikian, kita tidak boleh menafikan teori. Sebab, idealnya adalah kesesuain antara apa yang terkandung di dalam hati, lesan yang terucap, dan laku perbuatan. Teori tanpa praktik hanya bermimpi, sementara itu praktek tanpa teori adalah ngawur.
Nah, saya kira hal itu sulit
terbantahkan. Buktinya, sekarang ini banyak orang, pemimpin atau rakyat biasa
yang suka mengumbar kata-kata, menjual janji-janji, dan menjual mimpi-mimpi.
Tetapi kita tidak usah memperdulikan itu, kita tidak perlu suudzon dengan
kata-kata yang dilontarkan orang. Pilih yang baik-baik dan buang yang buruk!
Perhatikan apa yang dikatakan dan jangan melihat siapa yang mengatakan!
Dalam kaitannya dengan bulan
ramadhan yang penuh berkah ini, kita juga menyaksikan fenomena ustadz-uztadz, setengah ustadz, orang yang baru belajar menjadi ustadz atau orang-orang berkemampuan biasa yang terpaksa menjadi ustadz yang mengeluarkan kata-kata
mutiara (baca berdakwah atau berceramah) untuk memberikan penerangan pada umat.
Tidak ada salahnya bahkan dianjurkan bagi kita untuk menyimak dakwah yang
dilakukan mereka untuk kemudian kita saring dan diambil yang baik-baik agar bermanfaat
bagi kehidupan kita. Pada kesempatan yang berbahagia ini sayapun akan menyimak
kata-kata emas yang keluar dari mulut mereka yang kami ambil dari berbagai sumber.
Dengan harapan, kata-kata emas itu dapat menginspirasi kehidupan kita.
Dalam ceramahnya di Masjid Kampus
UGM, Staf Pengajar Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia (UII)
Yogyakarta Drs H Syafruddin Alwi MM mengajak umat islam untuk benar-benar benar-benar
melaksanakan puasa Ramadhan hingga mencapai pada tingkatan istiqomah. Mengapa
istiqomah dianjurkan, karena perilaku umat saat ini sangat jauh dari
sifat-sifat itu. Kalau dulu yang namanya pencuri itu golongan dzuafa, fakir
miskin, pengangguran, tetapi yang terjadi sekarang justru pejabat yang mencuri
harta rakyat dan korupsi dimana-mana. Oleh karena itu, pada kesempatan puasa
Ramadhan ini kesempatan untuk mengasah hati kita (KR. 20 Juli 2013).
Lain halnya dengan pak
Syafruddin, Prof Dr Harwin Saptoadi dalam ceramahnya di masjid Syuhada’
menyoroti keterkaitan antara ketakwaan dan amal shaleh. Menurut beliau,
ketakwaan dan amal shaleh saling memiliki keterkaitan. Hal itu dapat dilihat,
jika ketakwaan seseorang meningkat, maka biasanya akan memperbanyak
amalan-amalan shaleh. Amalan itu tidak hanya sekedar menjalankan puasa Ramadhan
atau Shalat Tarawih, tetapi juga memperbanyak sedekah.
Dia menambahkan, Puasa Ramadhan
tidak sekedar menahan lapar dan dahaga pada siang hari. Karena selain lapar dan
dahaga, saat menjalankan ibadah puasa Ramadhan seorang muslim juga harus bisa
menjaga lisan, pandangan dan pendengaran. Meskipun ketiga hal tersebut terkesan
sederhana, tetapi dalam realita untuk mewujudkannya buka suatu hal yang mudah.
Namun demikian beliau masih optimis, selama berpegang pada Al-Quran dan Sunnah,
orang islam akan dapat melaksanakannya dengan baik (KR. 20 Juli 2013).
Sementara itu, HM Cholil Nafis Lc
PhD, menyoroti padadoks puasa. Puasa seyogyanya membangun keintiman seorang
makhluk dengan Sang Khalik, mencapai ketakwaan, memompa produktivitas,
menyehatkan, menyejahterakan, dan membangun solidaritas. Sebab saat ibadah
puasa seseorang berinteraksi secara langsung, jujur dan spesial dengan Allah
SWT, sehingga mendapat ridhonya.
Saat berpuasa seseorang
seharusnya mengurangi jadwal dan jumlah konsumsi sehingga kondisi tubuhnya
lebih sehat. Perut lebih stabil, banyak waktu berkarya dan dapat merasakan
betapa penderitaan menahan lapar dan haus, sehingga terketuk hatinya untuk
berbagi sebagai rasa soslidaritas kemanusiaan.
Tetapi kenyataannya banyak
saudara-saudara kita yang masih lalai
dengan tujuan puasa yang sebenarnya. Fenomena puasa sering berlawanan dan
paradoks antara nilai dengan kenyataannya. Acapkali orang berpuasa hanya rutinitas
keagamaan tahunan, tidak makan, tidak minum dan tidak bersetubuh dengan istri
di siang hari, tetapi perilakunya tidak ada perubahan, pikiran dan hatinya
tidak dibersihkan dari rasa hasud, sehingga puasa tidak membawa efek perubahan
dalam hidupnya.
Pada saat Ramadhan seyogyanya
bahan pokok lebih murah dan lebih banyak persediaannya, karena puasa mengurangi
kebutuhan konsumsi. Kenyataannya, harga bahan pokok dan kebutuhan lain beranjak
naik. Ini adalah indikasi bahwa permintaan bahan pokok meningkat, sehingga
menimbulkan kenaikan harga. Ini artinya bahwa puasa bahwa pelaksanaan ibadah
puasa tidak membuat pengurangan konsumsi, tapi malah meningkat.
Puasa seringkali menjadi alasan
untuk tidak melakukan banyak aktivitas, seperti jam kantor dikurangi dua jam,
dan tidak jarang kita temui meskipun jam sudah dikurangi banyak pegawai yang
telat masuk karena alas an puasa, sehingga banyak pekerjaan tertunda bahkan
terbengkelai (Tribun Yogja 15 Juli 2013).
Demikianla ceramah-ceramah
ramadhan yang layak kita apresiasi. Undzur ma qaala wala tandzur man qaala.
Perhatikan apa yang mereka ucapkan dan jangan engkau perhatikan siapa yang
mengatakan. Terima kasih! Selamat berjumpa lagi dilain kesempatan!
No comments:
Post a Comment