Tuesday, July 23, 2013

Renungan Ramadhan


MUTIARA-MUTIARA RAMADHAN


Pepatah Jawa mengatakan, wit gedang woh pakel, omong gampang nglakoni angel. Artinya, kalau Cuma ngomong doang, kalau cuma berteori  itu mudah, tetapi mempraktikkannya yang sulit. Namun demikian, kita tidak boleh menafikan teori. Sebab, idealnya adalah kesesuain antara apa yang terkandung di dalam hati, lesan yang terucap, dan laku perbuatan. Teori tanpa praktik hanya bermimpi, sementara itu praktek tanpa teori adalah ngawur.

Nah, saya kira hal itu sulit terbantahkan. Buktinya, sekarang ini banyak orang, pemimpin atau rakyat biasa yang suka mengumbar kata-kata, menjual janji-janji, dan menjual mimpi-mimpi. Tetapi kita tidak usah memperdulikan itu, kita tidak perlu suudzon dengan kata-kata yang dilontarkan orang. Pilih yang baik-baik dan buang yang buruk! Perhatikan apa yang dikatakan dan jangan melihat siapa yang mengatakan!

Dalam kaitannya dengan bulan ramadhan yang penuh berkah ini, kita juga menyaksikan  fenomena ustadz-uztadz, setengah ustadz, orang yang baru belajar menjadi ustadz atau orang-orang berkemampuan biasa yang terpaksa menjadi ustadz yang mengeluarkan kata-kata mutiara (baca berdakwah atau berceramah) untuk memberikan penerangan pada umat. Tidak ada salahnya bahkan dianjurkan bagi kita untuk menyimak dakwah yang dilakukan mereka untuk kemudian kita saring dan diambil yang baik-baik agar bermanfaat bagi kehidupan kita. Pada kesempatan yang berbahagia ini sayapun akan menyimak kata-kata emas yang keluar dari mulut mereka yang kami ambil dari berbagai sumber. Dengan harapan, kata-kata emas itu dapat menginspirasi kehidupan kita.

Dalam ceramahnya di Masjid Kampus UGM, Staf Pengajar Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta Drs H Syafruddin Alwi MM mengajak umat islam untuk benar-benar benar-benar melaksanakan puasa Ramadhan hingga mencapai pada tingkatan istiqomah. Mengapa istiqomah dianjurkan, karena perilaku umat saat ini sangat jauh dari sifat-sifat itu. Kalau dulu yang namanya pencuri itu golongan dzuafa, fakir miskin, pengangguran, tetapi yang terjadi sekarang justru pejabat yang mencuri harta rakyat dan korupsi dimana-mana. Oleh karena itu, pada kesempatan puasa Ramadhan ini kesempatan untuk mengasah hati kita (KR. 20 Juli 2013).

Lain halnya dengan pak Syafruddin, Prof Dr Harwin Saptoadi dalam ceramahnya di masjid Syuhada’ menyoroti keterkaitan antara ketakwaan dan amal shaleh. Menurut beliau, ketakwaan dan amal shaleh saling memiliki keterkaitan. Hal itu dapat dilihat, jika ketakwaan seseorang meningkat, maka biasanya akan memperbanyak amalan-amalan shaleh. Amalan itu tidak hanya sekedar menjalankan puasa Ramadhan atau Shalat Tarawih, tetapi juga memperbanyak sedekah. 

Dia menambahkan, Puasa Ramadhan tidak sekedar menahan lapar dan dahaga pada siang hari. Karena selain lapar dan dahaga, saat menjalankan ibadah puasa Ramadhan seorang muslim juga harus bisa menjaga lisan, pandangan dan pendengaran. Meskipun ketiga hal tersebut terkesan sederhana, tetapi dalam realita untuk mewujudkannya buka suatu hal yang mudah. Namun demikian beliau masih optimis, selama berpegang pada Al-Quran dan Sunnah, orang islam akan dapat melaksanakannya dengan baik (KR. 20 Juli 2013).

Sementara itu, HM Cholil Nafis Lc PhD, menyoroti padadoks puasa. Puasa seyogyanya membangun keintiman seorang makhluk dengan Sang Khalik, mencapai ketakwaan, memompa produktivitas, menyehatkan, menyejahterakan, dan membangun solidaritas. Sebab saat ibadah puasa seseorang berinteraksi secara langsung, jujur dan spesial dengan Allah SWT, sehingga mendapat ridhonya.

Saat berpuasa seseorang seharusnya mengurangi jadwal dan jumlah konsumsi sehingga kondisi tubuhnya lebih sehat. Perut lebih stabil, banyak waktu berkarya dan dapat merasakan betapa penderitaan menahan lapar dan haus, sehingga terketuk hatinya untuk berbagi sebagai rasa soslidaritas kemanusiaan.

Tetapi kenyataannya banyak saudara-saudara kita yang  masih lalai dengan tujuan puasa yang sebenarnya. Fenomena puasa sering berlawanan dan paradoks antara nilai dengan kenyataannya. Acapkali orang berpuasa hanya rutinitas keagamaan tahunan, tidak makan, tidak minum dan tidak bersetubuh dengan istri di siang hari, tetapi perilakunya tidak ada perubahan, pikiran dan hatinya tidak dibersihkan dari rasa hasud, sehingga puasa tidak membawa efek perubahan dalam hidupnya.

Pada saat Ramadhan seyogyanya bahan pokok lebih murah dan lebih banyak persediaannya, karena puasa mengurangi kebutuhan konsumsi. Kenyataannya, harga bahan pokok dan kebutuhan lain beranjak naik. Ini adalah indikasi bahwa permintaan bahan pokok meningkat, sehingga menimbulkan kenaikan harga. Ini artinya bahwa puasa bahwa pelaksanaan ibadah puasa tidak membuat pengurangan konsumsi, tapi malah meningkat.

Puasa seringkali menjadi alasan untuk tidak melakukan banyak aktivitas, seperti jam kantor dikurangi dua jam, dan tidak jarang kita temui meskipun jam sudah dikurangi banyak pegawai yang telat masuk karena alas an puasa, sehingga banyak pekerjaan tertunda bahkan terbengkelai (Tribun Yogja 15 Juli 2013).
Demikianla ceramah-ceramah ramadhan yang layak kita apresiasi. Undzur ma qaala wala tandzur man qaala. Perhatikan apa yang mereka ucapkan dan jangan engkau perhatikan siapa yang mengatakan. Terima kasih! Selamat berjumpa lagi dilain kesempatan!







No comments:

Post a Comment