Thursday, November 8, 2012

PENDIDIKAN YANG MEMERDEKAKAN

Pendidikan berfungsi memanusiakan manusia, bersifat normatif, dan mesti dapat dipertanggungjawabkan. Karena itu, idealnya pendidikan tidak dilaksanakan secara sembarangan, melainkan seyogyanya dilaksanakan secara bijaksana. Pendidikan hendaknya merupakan yang betul-betul disadari, jelas landasannya, tepat arah dan tujuannya, efektif dan efisien pelaksanaannya.

Belajar tidak hanya sekedar mengingat. Bagi siswa untuk benar-benar mengerti dan dapat menerapkan ilmu pengetahuan, mereka harus belajar memecahkan masalah, menemukan sesuatu bagi dirinya sendiri, dan selalu bergaul dengan ide-ide. Tugas pendidikan tidak hanya menuangkan sejumlah informasi ke dalam benak siswa, tetapi mengusahakan bagaimana agar konsep-konsep penting dan sangat berguna tertanam kuat dalam benak siswa.

Pandangan terhadap sekolah sebagai alat transformasi pendidikan sudah mendapat banyak kritik, salah satunya adalah Freire. Dia mengatakan bahwa sekolah selama ini menjadi alat penjinakan, yang memanipulasi peserta didik agar mereka dapat diperalat untuk melayani kepentingan kelompok yang berkuasa. Demikian juga dengan Illich (1972), yang mengatakan bahwa sekolah semata-mata dijadikan alat legetimasi sekelompok elite sosial. Sekolah sebagai suatu lembaga pendidikan baru justru menggali jurang (gap) sosial. Sebagian orang yang mengenyam pendidikan formal membentuk kubu elite sosial (setelah ada legetimasi berupa ijazah, kepandaian dan kesempatan) dalam kehidupan bermasyarakat sering memegang peranan dan posisi kunci dalam menentukan kebijakan yang menyangkut hajat hidup orang banyak.

Pada abad ke 20 telah terjadi perubahan besar mengenai konsepsi pendidikan dan pengajaran. Perubahan tersebut membawa perubahan pula dalam cara belajar mengajar di sekolah. Dari cara-cara pengajaran lama di mana murid-murid harus diajar dengan diberikan pengetahuan sebanyak mungkin dalam berbagai mata pelajaran, berangsur-angsur beralih ke arah penyelenggaraan sekolah progresif, sekolah kerja, sekolah pembangunan dan sekolah yang menggunakan CBSA. Mula-mula, situasi pengajaran di sekolah lebih menonjolkan peranan guru dengan tujuan untuk penguasaan materi pelajaran yang direncanakan oleh guru. Murid-murid lebih bersifat pasif hanya tinggal menerima apa yang disuguhkan guru. Kurikulum sepenuhnya direncanakan dan di susun oleh guru atau sekolah tanpa melibatkan peserta didik. 

Bagaimana dengan kita, apakah kita telah siap melakukan reformasi menuju pendidikan yang memanusiakan manusia? Pendidikan yang tidak memanipulasi peserta didik agar dapat diperalat untuk memenuhi kepentingan kelompok tertentu!
Bacaaan:
Ihat Hatimah, dkk, Pembelajaran Berwawasan Kemasyarakatan, (Jakarta: Penerbit Universitas Terbuka, 2008), hal.

No comments:

Post a Comment