Fenomena kenakalan remaja dan kekerasan yang marak sekarang ini
membuat pendidikan Agama dan budi pekerti dilirik kembali. Tawuran pelajar yang
merenggut nyawa memang sangat memiriskan, ditambah lagi dengan penyalahgunaan
narkoba yang membikin orang tua semakin cemas. Sejatinya, para faunding father
kita telah memahami bahwa pendidikan agama itu amat penting, terbukti sila
Ketuhanan Yang Maha Esa diletak pada nomor satu. Hal itu berati para faunding
father kita menginginkan bangsa Indonesia menjadi bangsa yang religius.
Jika
dicermati secara kritis, kata demi kata, kalimat demi kalimat dan alinea demi
alinea yang terdapat pada Pembukaan UUD-45, bangsa Indonesia sangat menjunjung
tinggi nilai-nilai keagamaan, bahkan spirit keagamaanlah yang mendorong bangsa
Indonesia berjuang, sampai akhirnya menyatakan kemerdekaannya pada tanggal 17
Agustus 1945. Berdasarkan itu secara yuridis tepatlah jika dikatakan bahwa
Negara Republik Indonesia adalah negara agama yang berdasarkan Pancasila, atau
paling tidak disebut negara Pancasila yang dijiwai agama [perhatikan dan
cermati Pembukaan UUD-45, dan kaitkan terutama alinea ke-3 dan ke-4.].
Konsekuensi
logisnya, dalam kaitannya dengan kepentingan Nasional cukup beralasan jika
pendidikan agama, mendapat tempat yang penting dalam kurikulum pendidikan
nasional, sehingga wajib diikuti oleh seluruh peserta didik, dari jenjang
pendidikan yang paling rendah sampai perguruan tinggi. (Lihat; GBHN:
78;83;88;93;98;99, bab Agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa).
Atas
pertimbangan itu tujuan pendidikan Agama tentunya menumbuh kembangkan
nilai-nilai keagamaan sebagai landasan berpijak bangsa, dan menjadikannya
pembangkit semangat dalam mempertahankan eksistensi kemerdekaan Indonesia dan
mengisinya, sehingga tujuan nasional dapat tercapai. Mengingat telah terjadinya
degradasi kewibawaan pendidikan Agama
terutama di lembaga-lembaga pendidikan formal, maka dalam konteks pencapaian
tujuan tersebut diperlukan reformasi melalui telaah kritis, baik yang
menyangkut konsep dasar, tujuan dan materi; proses pembelajaran, dan evaluasi
pendidikan Agama.
Berdasarkan
pokok-pokok pikiran di atas, sangatlah aneh jika porsi mata pelajaran agama di
sekolah-sekolah sangat sedikit. Maka wajarlah jika kenakalan remaja dan
kenakalan orang tua marak di negeri ini. Coba saja perhatikan korupsi semakin
membudaya, begitu juga dengan budaya kekerasan. Nah, mau kapan lagi? Segera
reformasi pendidikan agama agar tujuan pendidikan nasional terwujud!
***
No comments:
Post a Comment