Disampaikan pada Konvesi Nasional Pendidikan
Indonesia (KONASPI) IV tanggal 19 – 22 September 2000 di Hotel Indonesia
Jakarta.
1.
Muqqadimah
Jika dicermati secara kritis, kata demi
kata, kalimat demi kalimat dan alinea demi alinea yang terdapat pada Pembukaan
UUD-45, bangsa Indonesia sangat menjunjung tinggi nilai-nilai keagamaan, bahkan
spirit keagamaanlah yang mendorong bangsa Indonesia berjuang, sampai akhirnya
menyatakan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945. Berdasarkan itu secara
yuridis tepatlah jika dikatakan bahwa Negara Republik Indonesia adalah negara
agama yang berdasarkan Pancasila, atau paling tidak disebut negara Pancasila
yang dijiwai agama [perhatikan dan cermati Pembukaan UUD-45, dan kaitkan
terutama alinea ke-3 dan ke-4.]
Konsekuensi logisnya, dalam kaitannya dengan
kepentingan Nasional cukup beralasan jika pendidikan agama, mendapat tempat
yang penting dalam kurikulum pendidikan nasional, sehingga wajib diikuti oleh
seluruh peserta didik, dari jenjang pendidikan yang paling rendah sampai
perguruan tinggi. (Lihat; GBHN: 78;83;88;93;98;99, bab Agama dan kepercayaan
terhadap Tuhan Yang Maha Esa).
Atas pertimbangan itu tujuan pendidikan
Agama tentunya menumbuh kembangkan nilai-nilai keagamaan sebagai landasan
berpijak bangsa, dan menjadikannya pembangkit semangat dalam mempertahankan
eksistensi kemerdekaan Indonesia dan mengisinya, sehingga tujuan nasional dapat
tercapai. Mengingat telah terjadinya degradasi
kewibawaan pendidikan Agama terutama di lembaga-lembaga pendidikan formal, maka
dalam konteks pencapaian tujuan tersebut diperlukan reformasi melalui telaah
kritis, baik yang menyangkut konsep dasar, tujuan dan materi; proses
pembelajaran, dan evaluasi pendidikan Agama.
2.
Konsep dasar, tujuan, dan materi
Pemahaman tentang eksistensi alam dan manusia merupakan pangkal tolak
dalam memahami wawasan tentang konsep dasar dan tujuan dalam pendidikan. Falsafah tentang alam dan manusia didalam
Islam didasarkan atas ketuhanan yang fungsional, dalam arti bahwa, Allah adalah
Tuhan, disamping sebagai Kholiq, ia berperan sebagai Rabb yaitu pengatur alam.
Keberadaan alam merupakan eksistensi dari fitrah yaitu kepastian Allah
berdasarkan hukum-hukum-Nya. Hukum Allah tentang al-kaun, yaitu makhluk selain
manusia, terdapat di alam yang menghampar luas yang disebut jagad raya. Tak ada makhluk di jagad raya yang tidak
menurut hukum kepastian Allah. Peredaran matahari pada mustaqarnya, begitu pula
planet-planet lain seperti bumi, bulan dan bintang, semuanya beredar pada falaq
yang telah ditetapkan oleh Allah penciptanya, sehingga antara satu dengan
lainnya tidak saling berbenturan.
Manusia adalah makhluk unik dan serba mungkin. Keunikan manusia karena
Allah menjadikannya sebagai khalifah, yaitu makhluk yang diberikan kewenangan
memilih acauan yang diajukan kepadanya. Atas
pilihan manusialah Allah menentukan keputusann-Nya. Nasib mujur atau nasib
sial, merupakan konsekuensi dari pilihan masing-masing. Atas dasar itu
doktrin jabariyah yang mengatakan
bahwa Allah berkuasa mutlak terhadap manusia, dalam arti nasib manusia
tergantung kepada Allah, tidak sesuai dengan konsep manusia sebagai khalifat.
Berdasar fitrahnya, manusia
itu ibarat lahan kosong yang potensial. Potensi dasar yang dibawa sejak lahir
adalah sarana pengetahuan berupa pendengaran, penglihatan, perasaan dan
alat-alat indra lainnya. Dengan fitrah yang dibawa sejak lahir itu, manuia
berpotensi untuk menerima berbagai pengaruh. Pengaruh itulah yang disebut
pengetahuan, dan akan membentuk kesadaran manusia.
Akal mempunyai peranan penting untuk memberikan ciri khas kemanusiaan
sehingga berbeda dengan makhluk-makhluk lainnya. Dengan akalnya manusia mampu mengembangkan potensi yang ada pada
dirinya, baik potensi alamiah maupun potensi ilmiah, sehingga menjadi
berpengetahuan. Namun keberadaan akal tergantung pada faktor lain.
Pengetahuan manusia yang hanya
berdasarkan pada pengamatan indrawi yang bersudut pandang empiris, akan
melahirkan kesadaran dalam hidupnya dipertuhan oleh kebendaan. Sebaliknya
pengetahuan manusia yang hanya dilandasi pengamatan batin yang bersudut
pandangan intuitif akan melahirkan manusia yang mendambakan hidup bahagia dalam
khayalan. Untuk memberikan
arahan kepada manusia dalam menentukan pilihannya, Allah memberikan pedoman
yaitu wahyu yaitu ilmu atau ajaran yang disampaikan melalui para rasul.
Al-Qur’an adalah wahyu yang
disampaikan melalui Rasulullah Muhammad, merupakan landasan konsepsional bagi
manusia dalam beradaptasi dengan lingkungannya baik lingkungan manusia maupun
lingkungan alam. Harapan dan kehendak Allah terhadap manusia dikemukakan
didalam wahyu-Nya itu. Sebab itu mengikuti kehendak Allah pada hakekatnya
adalah mengikuti hukum-hukum dan tata atruan yang terdapat di dalam al-Qur’an. Bertuhan Allah berarti memerankan al-Qur’an
dalam kehidupan. Konsep dasar inilah yang membedakan antara konsep Islam dengan
konsep deisme (faham monoteis transendental). Berdasarkan konsep dasar tersebut, pendidikan dalam Islam, pada
hakekatnya adalah upaya untuk menumbuh-kembangkan atau merancang bangun
kepribadian wahyiah, yaitu kepribadian yang berstruktur pada sudut pandang
bahwa; Allah adalah Tuhan, al-Qur’an sebagai pedoman hidup, dan sunnah Rasul
sebagai uswah. Kepribadian yang demikian itu, dalam al-Qur’an diistilahkan
dengan iman dalam arti pandangan dan sikap hidup atau perilaku ilmiah, bukan
perilaku alamiah atau batiniah. Manusia yang berkepribadian Qur’ani adalah
insan yang dalam hidupnya memerankan al-Qur’an dengan pola sunnah rasul. Dengan
demikian konsep dasar tentang pendidikan dalam islam adalah fungsionalisasi
nilai-nilai Ilahiyah dalam kehidupan manusia. Adapun tujuannya adalah
terbinanya manusia yang berkesadaran hidup menurut Allah, sehingga sikap dan perilaku dalam hidupnya di
alam berpedoman dengan ajaran-Nya, yakni al-Qur’an sebagaimana yang dicontohkan
oleh Rasulullah.
Sebagaimana telah diutarakan di muka bahwa al-Qur’an adalah wahyu dalam
arti ajaran Allah yang disampaikan kepada manusia melalui nabi Muhammad guna
dijadikan pedoman, dalam menata hidupnya di alam. Dengan demikian materi
pendidikan mengacu kepada prinsip bahwa al-Qur’an sebagai pedoman hidup bagi
manusia, dalam menata diri dan lingkungannya. Sebagai suatu pedoman al-Qur’an
akan berperan jika orang memahaminya. Atas dasar itu materi pendidikan yang
tidak dapat ditawar-tawar adalah pengenalan, pemahaman dan penerapan isi dan
kandungan al-Qur’an.
3.
Proses dan Tahapan
Kepribadian seseorang dipengaruhi oleh berbagai faktor. Faktor alamiah
yang dibawa sejak lahir seperti kondisi fisik, dan kejiwaan berpengaruh terhadap
kepribadiannya. Faktor pengaruh yang diterima sejak ia lahir hingga dewasa dan
tua, baik pengaruh alamiah seperti kondisi cuaca, maupun pengaruh sosial
budaya, yang diterima secara langsung maupun tidak langsung, sengaja maupun
tidak sengaja, akan berpengaruh pula terhadap perkembangan kepribadiannya.
Berbagai faktor yang berperan dalam menentukan kepribadian, termasuk kajian
dari proses pendidikan. Secara kronologis, pada uraian berikut ini akan
dikemukakan proses pendidikan pada tahap persiapan, yaitu sebelum seseorang
lahir, proses pertumbuhan dan perkembangan, dan proses renovasi atau bongkar
pasang.
a.
Tahap Persiapan.
Kondisi fisik seseorang seperti bentuk tubuh paras atau tampan, warna
kulit, dan lain-lain, akan berpengaruh terhadap kepribadian. Seseorang yang
bertubuh kekar, kepribadiannya akan berbeda dengan orang yang bertubuh kecil
dan pendek. Begitu pula seseorang wanita atau pria yang berparas cantik atau
tampan, kepribadiannya akan berbeda dengan wanita atau pria yang tidak cantik
atau tidak tampan.
Kondisi fisik seseorang, ada yang
diperoleh secara alamiah yaitu dari pembawaan, ada pula yang diperoleh dari
rekayasa. Secara genetik seseorang yang kedua orang tuanya bertubuh tinggi,
kemungkinan anak-anaknya akan bertubuh tinggi pula. Sebaliknya jika kedua
orangtuanya bertubuh pendek dan kecil, maka kemungkinan anak yang menjadi
keturunannya akan bertubuh pendek dan kecil pula. Begitu pula halnya dengan
faktor fisik yang lain. Jika kondisi fisik seseorang berpengaruh terhadap
kepribadiaannya, maka perencanaan keluarga, merupukan proses awal dalam
merancang bangun kepribadian generasi mendatang.
Dalam kaitannya dengan
proses reproduksi manusia di dalam al-Qur'an diungkapkan bahwa reproduksi
manusia berasal dari sal-sal. Di dalam bahasa biologi lazim disebut dengan sel
yang terkandung pada mani atau nuftah. Pertemuan sel jantan dan sel betina pada
qararin makin jika unsur-unsurnya terpenuhi, akan menjadi calon manusia baru
yang secara bertahap membentuk alaqah, muzgah, dan seterusnya sehingga menjadi
izam yang berbalut dengan lahm.
Pemenuhan unsur-unsur
biologis baik sel jantan maupun sel betina, akan berpengaruh terhadap kondisi
janin yang kelak akan lahir. Cacat yang dibawa sejak lahir besar kemungkinan
akibat kurang terpenuhinya unsur-unsur genetik yang terkandung pada sel jantan
atau sel betina. Kekurangan unsur-unsur genetik, di samping dipengaruhi faktor
gizi yang terkandung dalam makanan atau minuman, juga dipengaruhi oleh faktor
lainnya. Pembuahan unsur genetik pria dan wanita yang mempunyai hubungan darah
masih relatif dekat, merupakan salah satu faktor yang akan berpengaruh negatif
terhadap embrio yang kelak akan menjadi keturunannya. Karena itu Allah melarang
pernikahan sesama muhrim.
Selama di dalam
kandungan, kondisi janin tergantung kepada kondisi ibu yang mengandungnya.
Darah yang mengalir di tubuh janin adalah darah ibunya. Jika ibu yang hamil
mengidap penyakit diabetes, maka darah yang mengaliri tubuh janin mengandung
kadar gula. Apabila penyakit diabetes termasuk golongan penyakit yang sulit
disembuhkan, maka anak-anak yang lahir dari ibu yang mengidap penyakit tersebut
akan menderita penyakit diabetes sepanjang hayat.
Kondisi psikologis ibu
yang sedang mengandung berpengaruh pula terhadap janin yang dikandungnya.
Seseorang ibu yang mendambakan keturunan, ia akan merasa bangga dengan
kehamilannya dan akan merawat kehamilannya dengan sungguh-sungguh. Sebaliknya
kehamilan yang tidak diharapkan, akan berakibat negatif terhadap kondisi janin
yang kelak akan lahir. Seorang wanita yang melakukan hubungan gelap dengan
seorang pria misalnya, jika dari hubungannya itu terjadi pembuahan, maka wanita
tersebut secara psikologis akan merasa malu, kesal, dan perasaan-perasaan
negatif lainnya. Karena perasaan-perasaan yang negatif tersebut, besar kemungkinan
akan berakibat negatif terhadap janin yang dikandungnya.
Berdasarkan
pertimbangan baik fisiologis maupun psikologis orangtua, dalam kaitannya dengan
kepribadian anak yang akan lahir, tepatlah jika faktor kesehatan dijadikan
bahan pertimbangan dalam perencanaan keluarga. Hal ini dimaksudkan untuk
mencegah kemungkinan lahirnya generasi yang tidak diharapkan.
b.
Pertumbuhan dan perkembangan
Kondisi
fisik yang dibawa seseorang sejah lahir, merupakan potensi dasar dari
kepribadiannya. Dengan potensi dasar yang dibawanya sejah lahir, seseorang akan
mampu beradaptasi dengan lingkungannya, baik lingkungan alamiah maupun
lingkungan sosial budaya. Faktor makanan dan minuman yang diberikan kepada
seseorang pada usia dini, suara yang diperdengarkan, rumah yang ditempati,
pakaian yang dikenakan, dan lain-lain merupakan faktor yang akan memberikan
warna terhadap kepribadian seseorang.
Situasi
dan kondisi di lingkungan keluarga merupakan faktor yang pertama dan utama
dalam pendidikan. Proses pendidikan pada masa anak usia dini, di dalam
al-Qur'an dinyatakan dengan istilah Tarbiyah.
Aktivitas tarbiyah meliputi pemenuhan kebutuhan secara fisik maupun psikis yang
berlangsung di lingkungan keluarga. Sesuai dengan kodratnya, pada usia
kanak-kanak, seseorang mencari identifikasi
diri dengan alam sekitar. Atas dasar itu verbalisasi dan pemberian contoh merupakan metode yang tepat dalam tarbiyah.
Melatih potensi tubuh baik ucapan maupun tangan, kaki, dan seluruh anggota
merupakan pendekatan dalam tarbiyah.
Menirukan ucapan, memperkenalkan nama-nama anggota tubuh dan benda-benda alam
yang ada di sekitar seperti peralatan rumah tangga, alat-alat permainan, dan
lain-lain merupakan materi dasar dalam tarbiyah.
Pada masa
anak usia dini, anak-anak merasa puas dengan kemampuan menirukan suara atau
menyebutkan nama-nama benda yang ada di sekitarnya. Pada tahap berikutnya apa
yang telah dikuasai oleh seseorang akan difungsikan dalam kehidupannya. Sesuatu
akan berfungsi apabila seseorang memahami tentang apa yang dikenalnya. Karena itu
segala sesuatu yang telah ada pada diri seseorang yang diperolehnya melalui
verbalisasi akan diseleksi. Sesuatu yang dipandang bermanfaat akan dilestarikan
dan dikembangkan, sebaliknya yang dipandang kurang atau tidak bermanfaat akan,
kemungkinan akan dibuangnya. Pengenalan lambang-lambang al-Qur'an yang tidak
mengarah kepada pengertian kemungkinan besar akan ditinggalkan jika tidak
ditingkatkan kearah pemahaman makna yang terkandung di dalamnya.
Proses
pertumbuhan dan perkembangan, pada dasarnya merupakan proses pembentukan
kepribadian atau proses pendewasaan yang dalam isitlah al-Qur'an disebut dengan
tablig. Seseorang dikatakan telah balig apabila ia telah mencapai kematangan
emosional, dalam arti memiliki kematangan dalam menanggapi stimulan dan mempunyai
kemampuan atau ketrampilan dalam mengekspresikannya dalam kehidupan.
c.
Renovasi
Setelah
memasuki usia dewasa, berbagai informasi yang diterima akan diadaptasikan
dengan tanggapan yang telah tertanam di dalam kesadarannya. Proses pendidikan
pada orang dewasa, bertujuan untuk meningkatkan kualitas kepribadian yang telah
tertanam. Jika kepribadian yang telah tumbuh dan berkembang dinilai positif.
Namun jika kepribadian yang ada dinilai negatif maka aktivitas pendidikan
bertujuan ganda yaitu tebang tanam atau bongkar pasang, yang didalam istilah
al-Qur'an disebut dengan musaddiq atau renovasi kepribadian. Proses pendidikan
agama di perguruan tinggi termasuk tahapan ini.
Para Rasul
diutus untuk memperbaiki kepribadian ilahiyah yang telah rusak. Strategi
pendidikan yang dilakukan oleh para Rasul merupakan strategi yang tepat dalam
upaya merenovasi kepribadian guna terbentuknya kepribadian yang qur’ani. Proses
pendidikan yang dilakukan oleh Rasulullah Muhammad, secara periodik dibagi
menjadi dua tahap yaitu periode Makiah dan periode Madinah. Periode Makiah
adalah periode yang dilakukan oleh Nabi semasa beliau memusatkan aktivitasnya
di Makkah, dan periode Madinah adalah periode setelah Nabi dan para sahabatnya
hijrah ke Madinah. Periode Makiah, dalam kaitannya dengan pendidikan masa kini
adalah kondisi dan situasi kampus, sementara periode Madinah adalah periode
penerapan, yaitu saat ketika para alumni telah berkiprah di masyarakat.
4. Evaluasi
Penyakit
formalitas akademis telah berjangkit di kalangan masyarakat. Kualitas kemampuan
seseorang dilihat dari ijazah formal yang dimilikinya. Nilai hasil studi yang
dilaporkan oleh pengajar, merupakan bukti kemampuan seseorang peserta didik.
Tradisi belajar dalam rangka mengejar nilai walaupun kurang terpuji namun
berkembang di kalangan peserta didi. Karena itu penilaian dalam pendidikan
merupakan pemicu kuat atau lemahnya minar peserta didi dalam mengikuti kegiatan
belajar dan mengajar. Kesalahan dalam penilaian yang dilakukan oleh pengajar
akan merusak citra mata pelajaran, disamping pengajar dan lembaga pengelolanya.
Pemberian
nilai para pengajar pendidikan Agama kepada peserta didiknya, boleh dikatakan
demikian mudah. Jarang kedengaran para peserta didik tidak lulus untuk bidang
studi Pendidikan Agama. Bahkan nilai yang diperoleh para peserta didik umumnya
semuanya tinggi, jika dibandingkan dengan nilai rata-rata pelajaran lain.
Alasan para pendidik, pendidikan agama merupakan mata ajaran wajib. Jika ada
peserta didik yang nilainya jelek atau tidak lulus, mereka akan gagal dalam
studi. Akibatnya kualitas keagamaan siswa cukup memprihatinkan namun siswa
tersebut karena terpaksa atau belas kasihan pendidik akhirnya diluluskan.
Akibat penilaian yang tidak mendidik inilah para alumni lembaga pendidikan
melecehkan guru bidang studi Pendidikan Agama, bahkan pendidikan Agama dan
Agama besar kemungkinan dilecehkan pula. Dalam konteks formalisasi akademis
pemerintah tidak memasukkan bidang studi Pendidikan Agama dalam Ebtanas
merupakan salah satu faktor yang membuat wibawa pendidikan agama di mata para
siswa kurang penting.
5.
Kebijakan Pengelolaan.
Perbedaan
persepsi tentang konsep ketuhanan menjadi penyebab manusia memeluk agama yang
berbeda. Dalam perspektif bangsa Indonesia negara menjamin setiap warganegara
untuk memeluk agama sesuai dengan keyakinan agamanya. Namun demikian perlu
disadari bahwa walaupun dalam banyak hal ajaran antara agama yang satu dengan
yang lain terdapat persamaan, namun dalam banyak hal pula terdapat perbedaan.
Karena itu menyamakan semua agama tidak dibenarkan. Toleransi antar umat
bergama perlu dijunjung tinggi. Atas dasar itu pemilahan dalam penanganan
pendidikan agama sesuai dengan agama para peserta didik, sebagaimana yang
selama ini berjalan perlu dipertahankan. Lembaga yang mengelola bidang
pendidikan berkewajiban untuk melayani setiap pemeluk agama, untuk
mengembangkan semangat keagamaannya.
6.
Kesimpulan
Semangat
keagamaan merupakan pendorong bangsa Indonesia menjadi bangsa yang merdeka dan
berdaulat, karena itu nilai-nilai keagamaan dijunjung tinggi. Pendidikan Agama
wajib diberikan dari tingkat sekolah dasar sampai tingkat perguruan tinggi.
Tujuan
pendidikan dalam kerangka pendidikan nasional adalah untuk menumbuhkembangkan
nilai-nilai keagamaan dalam upaya mempertahankan dan mengisi kemerdekaan.
Konsep dasar pendidikan agama bertumpu pada sudut pandang bahwa Tuhan disamping
sebagai pencipta juga berperan sebagai pengatur, karena itu menumbuhkembangkan
peradaban ilahi merupakan tujuan kurikuler dalam pendidikan agama.
Manusia
yang berkepribadian Qur’ani dalam perspektif islam adalah manusia yang beriman
dan bertaqwa kepada Allah. Manusia yang bertakwa kepada Allah adalah manusia
yang cerdas, trampil, berpekerti luhur, memiliki semangat kebersamaan dan
bertanggung jawab atas perilakunya. Untuk menumbuhkembangkan kepribadian
Qur’ani materi pendidikan agama adalah pengenalan, pemahaman dan penerapan
al-Qur'an dengan mencontoh sunnah rasul. Materi-materi lain diperlukan sebagai
komplemen. Proses pendidikan berlangsung sejak seseorang memilih pasangan
hidup, dalam kandungan, usia dini dan sampai meningkat tua, yang berlangsung di
lingkungan keluarga, masyarakat dan sekolah yang saling mempengaruhi.
Evaluasi
pendidikan agama di lembaga pendidikan formal mempunyai pengaruh dalam
menumbuhkembangkan minat peserta didik mengikuti kegiatan keagamaan, karena itu
ketidakadilan dalam menetapkan penilaian akan berdampak negatif baik bagi para
pendidik maupun kewibawaan bidang studi pendidikan agama.
Kebijakan
pemerintah mengelompokkan peserta pendidikan agama di lembaga pendidikan formal
berdasarkan kriteria agama yang dianut para peserta didik relevan dengan asas
kebebasan bangsa Indonesia dalam memeluk agama.
7.
Saran-saran
Perlu
dilakukan pembaruan dalam pendidikan agama, mengenai materi, metode, evaluasi
pembelajaran agama yang relevan dengan konsep dasar dan tujuan baik, nasional
maupun internasional. Materi utama yang perlu mendapat perhatian adalah
menumbuhkembangkan kecintaan peserta didik terhadap kitab suci yang menjadi
pegangan agamanya. untuk menumbuhkembangkan kecintaan terhadap kitab suci, para
peserta didik harus dibiasakan membaca. Karena itu para siswa sekolah dasar
yang beragama islam ditetapkan harus memiliki kemampuan baca tulis al-Qur'an
secara verbal, untuk tingkat sekolah menengah mampu memahami al-Qur'an secara
sederhana, untuk tingkat perguruan tinggi mampu menganalisis tentang kandungan
al-Qur'an.
Lembaga
pendidikan hendaklah melayani para peserta didik mengembangkan nilai-nilai
keagamaan dengan nilai-nilai keagamaan yang dianutnya. Oleh sebab itu setiap peserta
didik seharusnya diberikan mata pelajaran agama sesuai dengan agama
masing-masing walaupun lembaga tersebut mempunyai misi agama yang berbeda.
(Moh.
Chudlori Umar)
No comments:
Post a Comment