Wednesday, October 3, 2012

ADA APA DENGAN PELAJAR KITA



Fenomena tawuran pelajar kini tengah menjadi sorotan berbagai lapisan masyarakat. Ada apa dengan pelajar kita? Pertanyaan ini layak kita lontarkan mengingat tawuran tersebut telah merenggut jiwa, seperti yang terjadi pada tanggal 24 September 2012, kita disuguhi berita yang membuat hati kita miris, yaitu  berita tawuran antar sekolah SMAN 6 dengan SMAN 70 di kawasan Bulungan Jakarta Selatan yang mengakibatkan satu tewas dan dua luka. Komentarpun kemudian bermunculan. Seperti biasa, setiap ada peristiwa yang luar biasa, orang-orang selalu mencari kambing hitam.


Salah satu kambing hitam itu adalah system pendidikan kita. Menurut sang empunya pendapat terjadinya tawuran antarpelajar dikarenakan system pendidikan yang tidak tepat. Hal itu diakibatkan kesalahan system pendidikan yang hanya menekankan aspek kognitif dengan hanya mengejar nilai ujian saja, tanpa memperhatikan pembentukan karakter siswa. Oleh karena itu, perlu dilakukan perombakan terhadap sistem pendidikan, melalui perubahan kurikulum yang menguatkan aspek pembentukan karakter siswa yang cerdas intelektual, cerdas emosional dan cerdas spiritual. Bukan hanya bertujuan mengejar nilai semata. 


Ada pula yang menyoroti dari sisi politik. Katanya, salah satu penyebab maraknya aksi tawuran pelajar karena mencontoh sikap elit yang sering mempertontonkan sikan intoleransi sehingga dengan atau tanpa disengaja banyak berpengaruh terhadap aksi dan tindakan brutal para pelajar atau remaja. Dengan adanya sikap intoleransi social ini, pelajar tidak punya lagi tokoh-tokoh yang patut diteladani. Tawuran antarpelajar dinilai sebagai dampak dari kegelisahan masyarakat, khususnya pelajar, terhadap kondisi sosial dan politik yang terjadi di tengah masyarakat. Faktor ini lalu diperparah dengan ketidakmampuan sistem pembelajaran dan evaluasi pendidikan dalam rangka memberi ruang berkembangnya nalar peserta didik.

Sebenarnya masih banyak pendapat yang dilontarkan berkenaan dengan terjadinya tawuran tersebut. Namun tidak perlu kita menginventarisir satu per satu. Hal yang justru mendesak kita lakukan, sebagai komponen masyarakat adalah melakukan introspeksi. Sudahkah kita ikut berperan aktif dalam pendidikan bangsa? Sebab pendidikan itu sesungguhnya adalah tanggung jawab bersama, bukan hanya tanggung jawab lembaga sekolah. Dalam kontek ini, pendidikan itu sebenarnya berlangsung di berbagai lingkungan, yaitu di dalam lingkungan pendidikan informal (keluarga), di dalam lingkungan pendidikan formal (sekolah), dan di dalam lingkungan pendidikan nonformal (masyarakat).


Berkenaan dengan ketiga lingkungan pendidikan tersebut, Ki Hadjar Dewantara mengemukakan konsep yang dikenal sebagai Tri Pusat Pendidikan.  Sementara itu pasal 13 UU RI No.20 tahun 2003 menyatakan bahwa jalur pendidikan terdiri atas pendidikan formal, nonformal, dan informal. Oleh karena itu, dalam konteks system pendidikan nasional bahwa keluarga, sekolah, dan masyarakat merupakan komponen system pendidikan. Nah, dengan demikian, rasanya tidak terlalu berlebiah jika kita bertanya pada diri kita sendiri, sudahkah kita ikut berpartisi aktif dalam ikut mencerdaskan kehidupan bangsa?

***
 




 




No comments:

Post a Comment