Wednesday, October 17, 2012

ANTARA SHALAT DAN KEPEMIMPINAN



Allah menciptakan segala sesuatu di dunia ini pasti tidak ada yang sia-sia, meskipun itu hanya seekor nyamuk yang tidak disukai oleh manusia, apalagi terhadap sesuatu yang penting dan diperintahkan seperti shalat berjamaah misalnya. Pasti di dalam shalat itu terdapat banyak keutamaan yang dapat dipetik oleh orang-orang yang melakukan shalat. Namun kali ini akan kita fokuskan pada  kepemimpinan. Hendaknya para pemimpin mampu mengambil pelajaran dari shalat berjamaah.

Jika kita cermati secara mendalam, shalat berjamaah mengajarkan tentang kepatuhan seorang muslim kepada pemimpinnya. Dalam shalat berjamaah makmum harus mengikuti imam, selama imam tidak melakukan kesalahan. Sikap seperti inilah yang harus dilakukan seorang muslim terhadap para pemimpinnya. Namun demikian makmum tidak boleh diam saja jika melihat sang imam melakukan kesalahan. Untuk mengingatkan imam yang salah tersebut makmum mengucapkan “subhanallah”. Jika batal karena kentut misalnya, seorang imam harus meninggalkan shalatnya dan digantikan oleh makmum yang berdiri dibelakangnya.

Pelajaran yang dapat dipetik oleh para pemimpin adalah, dalam melaksanakan tugasnya seorang pemimpin tidak boleh bersikap otoriter dan memaksakan kehendaknya kepada rakyatnya. Mereka harus mau mendengar aspirasi rakyatnya. Jika merasa salah harus berlapang dada dan mau mengubahnya sehingga rakyat yang dipimpinnya tidak terjerumus ke dalam lembah kehinaan.
Dalam bermasyarakat, kepatuhan seorang muslim kepada pemimpinnya adalah suatu keharusan selama pemimpin itu layak diikuti dan tidak menyimpang dari kebenaran. Jika melakukan kesalahan harus diingatkan agar kembali kepada jalan yang benar. Jika diingatkan tetap tidak mengindahkannya, maka seorang muslim tidak perlu taat kepada pemimpin tersebut.
Seorang imam harus dalam keadaan suci dan memiliki ilmu yang dalam. Hal itu dapat dilihat dari criteria orang yang layak jadi imam.

  • Seorang imam hendaknya memiliki pengetahuan agama yang lebih dibandingkan makmumnya.
  • Imam hendaknya orang yang lebih fasih bacaan Al-Qur’annya.
  • Imam hendaklah orang yang memahami ketentuan-ketentuan shalat.
  • Imam hendaklah seorang yang berakhlak mulia sehingga tidak dibenci oleh makmumnya.
  • Imam hendaklah orang yang lebih tua di antara jamaah.
  • Imam hendaklah berdiri di depan makmum.
  • Imam hendaklah orang yang tidak terpengaruh oleh orang lain.
  • Imam hendaklah memperhatikan shaf (barisan) makmum/jamaah.
  • Imam hendaklah berniat menjadi imam.
Demikianlah di antara persyaratan menjadi imam yang harus dipehuni agar shalat berjamaah menjadi sempurna. Kalau kita cermati, dari poin-poin di atas dapat kita terapkan pada para pemimpin meskipun tidak sama persis.

Seorang pemimpin tidak boleh tolol yang sama sekali tidak memahami ilmu kepemimpinan. Jika tidak memahami, bagaimana mencapati tujuan, teknik dan strategi apa yang harus dia lakukan, dan landasan apa yang harus dia pegang untuk mengantarkan anak buahnya menuju kebahagiaan dunia akherat yang menjadi impian. Dia juga harus  memahami dasar yang dijadikan tumpuan untuk melandasi perjuangannya.

Seorang pemimpin harus berkhlak mulia dan harus memberi keteladanan yang baik terhadap rakyat yang dipimpinnya. Memilih pemimpin yang berakhlak bobrok hanya akan menyengsarakan rakyat. Misalnya pemimpin koruptor. Pemimpin preman, pelacur, pemalas, pembohong, pengecut, otoriter, dsb.

Seorang pemimpin tidak boleh bersikap pengecut, kalau ada masalah harus berani tampil di depan.  Jangan hanya ketika mendapat enaknya saja, dan kalau ada masalah berat ngacir pergi mencawat ekor. Kanjeng Nabi telah mencontohkan kepada kita, ketika dia gagah berani tampil di muka dalam keadaan suka maupun duka. Ketika sedang berperangpun beliau selalu tampil di muka tanpa perasaan takut sedikitpun. Berbeda dengan pemimpin zaman sekarang. Kalau kalah berperang mereka mencawat ekor melarikan diri ke luar negeri mencari aman.
(bersambung)

No comments:

Post a Comment