Allah menciptakan segala sesuatu
di dunia ini pasti tidak ada yang sia-sia, meskipun itu hanya seekor nyamuk
yang tidak disukai oleh manusia, apalagi terhadap sesuatu yang penting dan diperintahkan
seperti shalat berjamaah misalnya. Pasti di dalam shalat itu terdapat banyak
keutamaan yang dapat dipetik oleh orang-orang yang melakukan shalat. Namun kali
ini akan kita fokuskan pada
kepemimpinan. Hendaknya para pemimpin mampu mengambil pelajaran dari
shalat berjamaah.
Jika kita cermati secara
mendalam, shalat berjamaah mengajarkan tentang kepatuhan seorang muslim kepada
pemimpinnya. Dalam shalat berjamaah makmum harus mengikuti imam, selama imam
tidak melakukan kesalahan. Sikap seperti inilah yang harus dilakukan seorang
muslim terhadap para pemimpinnya. Namun demikian makmum tidak boleh diam saja
jika melihat sang imam melakukan kesalahan. Untuk mengingatkan imam yang salah
tersebut makmum mengucapkan “subhanallah”. Jika batal karena kentut misalnya,
seorang imam harus meninggalkan shalatnya dan digantikan oleh makmum yang
berdiri dibelakangnya.
Pelajaran yang dapat dipetik oleh
para pemimpin adalah, dalam melaksanakan tugasnya seorang pemimpin tidak boleh
bersikap otoriter dan memaksakan kehendaknya kepada rakyatnya. Mereka harus mau
mendengar aspirasi rakyatnya. Jika merasa salah harus berlapang dada dan mau
mengubahnya sehingga rakyat yang dipimpinnya tidak terjerumus ke dalam lembah
kehinaan.
Dalam bermasyarakat, kepatuhan
seorang muslim kepada pemimpinnya adalah suatu keharusan selama pemimpin itu
layak diikuti dan tidak menyimpang dari kebenaran. Jika melakukan kesalahan
harus diingatkan agar kembali kepada jalan yang benar. Jika diingatkan tetap
tidak mengindahkannya, maka seorang muslim tidak perlu taat kepada pemimpin
tersebut.
Seorang imam harus dalam keadaan
suci dan memiliki ilmu yang dalam. Hal itu dapat dilihat dari criteria orang
yang layak jadi imam.
- Seorang imam hendaknya memiliki pengetahuan agama yang lebih dibandingkan makmumnya.
- Imam hendaknya orang yang lebih fasih bacaan Al-Qur’annya.
- Imam hendaklah orang yang memahami ketentuan-ketentuan shalat.
- Imam hendaklah seorang yang berakhlak mulia sehingga tidak dibenci oleh makmumnya.
- Imam hendaklah orang yang lebih tua di antara jamaah.
- Imam hendaklah berdiri di depan makmum.
- Imam hendaklah orang yang tidak terpengaruh oleh orang lain.
- Imam hendaklah memperhatikan shaf (barisan) makmum/jamaah.
- Imam hendaklah berniat menjadi imam.
Demikianlah di antara persyaratan
menjadi imam yang harus dipehuni agar shalat berjamaah menjadi sempurna. Kalau
kita cermati, dari poin-poin di atas dapat kita terapkan pada para pemimpin
meskipun tidak sama persis.
Seorang pemimpin tidak boleh
tolol yang sama sekali tidak memahami ilmu kepemimpinan. Jika tidak memahami,
bagaimana mencapati tujuan, teknik dan strategi apa yang harus dia lakukan, dan
landasan apa yang harus dia pegang untuk mengantarkan anak buahnya menuju
kebahagiaan dunia akherat yang menjadi impian. Dia juga harus memahami
dasar yang dijadikan tumpuan untuk melandasi perjuangannya.
Seorang pemimpin harus berkhlak
mulia dan harus memberi keteladanan yang baik terhadap rakyat yang dipimpinnya.
Memilih pemimpin yang berakhlak bobrok hanya akan menyengsarakan rakyat.
Misalnya pemimpin koruptor. Pemimpin preman, pelacur, pemalas, pembohong,
pengecut, otoriter, dsb.
Seorang pemimpin tidak boleh
bersikap pengecut, kalau ada masalah harus berani tampil di depan. Jangan hanya ketika mendapat enaknya saja,
dan kalau ada masalah berat ngacir pergi mencawat ekor. Kanjeng Nabi telah
mencontohkan kepada kita, ketika dia gagah berani tampil di muka dalam keadaan
suka maupun duka. Ketika sedang berperangpun beliau selalu tampil di muka tanpa
perasaan takut sedikitpun. Berbeda dengan pemimpin zaman sekarang. Kalau kalah
berperang mereka mencawat ekor melarikan diri ke luar negeri mencari aman.
(bersambung)
No comments:
Post a Comment